Kecelakaan terjadi pada bis yang Maura tumpangi, semua korban di evakuasi dan di larikan ke Rumah Sakit.
Mayoritas penumpang tewas di lokasi kejadian, selebihnya ada yang meninggal di perjalanan menuju Rumah Sakit ada pun yang mengalami luka berat.
Pukul 12.00
Maura mengerjapkan mata, ia baru siuman setelah beberapa jam tak sadarkan diri.
Pandangan nya mengedar ke seluruh ruangan, kini ia tengah berada di Rumah Sakit.
Ia di kejutkan oleh suara tangis seseorang di bilik sebelah yang hanya terhalang oleh satu gorden pemisah antara bilik satu dan yang lain nya.
Perlahan ia mencoba meraih gorden tersebut dengan satu tangan, ia nampak kesulitan menyibakan kain berwarna coklat itu.
Sret
Saat gorden terbuka setengah nya, ia melihat seseorang terbaring membelakangi nya. Nampak bahu nya bergerak-gerak karena sedang menangis terisak.
Maura pun kembali menutup gorden dengan susah payah mengingat tubuh nya terlalu lemas untuk meraih ujung gorden tersebut.
Namun sebelum kain itu tertutup rapat, ia sempat melihat wajah perempuan itu menoleh ke arah nya, sangat menyeramkan.
Maura berharap ia sedang berhalusinasi setelah lama tak sadarkan diri, ia mencoba tetap tenang dan berfikir positif.
Lampu temaram membuat ruangan tersebut sangat kurang pencahayaan. Maura kembali di kejutkan oleh bayangan yang berdiri di balik gorden sebelah.
Seseorang berdiri di sana. Maura mengamati bayangan itu, ia yakin perempuan tadi lah yang ada di sana. Perempuan di balik gorden itu tiba-tiba saja bergerak tidak wajar, tubuh yang tadi nya berdiri kini mulai melengking ke belakang punggung nya. Gerakan kayang yang tak lazim itu menimbulkan suara retakan-retakan tulang seperti patah.
Maura mulai ketakutan kali ini ia tak mungkin salah lihat apalagi berhalusinasi. Maura mulai melongok ke bawah sana di mana gorden tersebut tak menutupi bagian lantai.
Betapa terkejut nya Maura saat melihat kaki berwarna putih pucat dengan luka-luka berdarah di beberapa bagian, bahkan kaki itu sedikit melayang dan tak menginjak lantai keramik.
'' Si-siapa kamu ? '' tanya Maura dengan suara bergetar.
Namun tak ada jawaban dari balik gorden, hanya suara rintih kesakitan dan tangis yang ia dengar. Tangis yang sangat memilukan, seakan ia sedang menahan rasa sakit.
'' Maura, '' tiba-tiba seseorang memanggil nama nya di sisi yang lain.
Maura menghela nafas saat mendapati Medina muncul di balik gorden depan ranjang nya.
'' Dina, kenapa kita ada di sini ? Bukankah seharusnya kita pulang ? Apa yang terjadi ? '' Maura menghujani nya dengan banyak pertanyaan.
Medina mengulas senyum namun wajah nya sedikit tanpa ekspresi. Ia duduk di kursi sebelah ranjang, tatapan nya masih melekat tajam pada Maura. Mata yang teduh namun seakan menyembunyikan sesuatu.
'' Kamu lupa jika bis yang kita tumpangi mengalami kecelakaan ? '' ucap Medina.
Maura mencoba mengingat-ingat kejadian tadi siang, sebelum akhir nya ia terbaring di sini.
Bayangan-bayangan melintas di benak Maura, ia mulai mengingat kejadian naas yang menimpa dirinya dan kedua sahabat nya itu.
'' Mana Jeni ? '' Maura teringat pada Jeni, harusnya gadis itu ada bersama mereka.
'' Jeni.. dia baik-baik saja. Kamu tak perlu khawatir, '' jawab Medina.
'' Kamu sendiri pun baik-baik saja ? Jadi hanya aku yang terbaring lemah di Rumah Sakit ? '' Maura sedikit heran, diri nya saja saat ini terasa lemas tak berdaya. Tapi Medina terlihat baik-baik saja bahkan Jeni pun Dina bilang juga baik-baik saja.
'' Aku sudah di obati, hanya sedikit luka saja. '' Medina membuang muka saat berbicara.
'' Syukurlah kalau kamu dan Jeni tidak kenapa-kenapa. Tapi Din, aku lihat sosok mengerikan di balik gorden itu, '' Maura teringat sosok perempuan tadi, meski bayangan di sana sudah menghilang tapi ia masih penasaran siapa sosok itu.
Telunjuk Maura mengarah ke gorden di sebelah kiri nya, Medina mengikuti arah telunjuk lentik itu. Ia terdiam beberapa saat kemudian mulai berbicara.
'' Di sana tidak ada siapa-siapa. Pasien di sebelah sana sudah meninggal sore tadi, kamu ingat seorang Ibu yang duduk satu jok dengan mu ? Dia lah orang nya. '' Perkataan Medina membuat Maura tercengang, jadi yang tadi dia lihat hantu ibu-ibu itu.
'' Apa ? Jangan nakutin gitu dong, yang bener aja masa iya aku lihat hantu. Seumur-umur aku gak pernah liat begituan. '' Mimik muka Maura mulai kembali tegang.
'' Gak perlu takut, ada aku di sini. '' Medina mulai menenangkan diri nya, namun tetap saja Maura takut jika sewaktu-waktu sosok hantu itu kembali muncul.
'' Aku mau pulang dari sini Din, mana Jeni kita pulang yuk ! Aku takut, '' ajak nya.
'' Jeni sudah pulang duluan, dia di jemput keluarganya. Nanti kalau kamu sudah baikan baru bisa pulang. Berdo'a saja dan yakin kalau kamu masih bisa berjuang, '' Medina memelankan perkataan nya di akhir kalimat.
Maura tak mengerti apa maksud sahabat nya itu, apa mungkin Dina sedang menyemangati diri nya agar lekas sembuh. Entahlah yang jelas saat ini Maura merasa baik-baik saja, ada rasa sakit namun entah bagian mana yang sakit. Dia sendiri pun bingung mengapa bisa merasakan hal seperti itu.
Ia hanya merasa sekujur tubuh nya lemas bagai tak bertenaga.
.
.
Sementara itu Jeni masih kebingungan mencari kedua sahabat nya. Bis yang ia tumpangi begitu sepi, beberapa penumpang yang ada di sana hanya berdiam diri tatapan mereka kosong dan wajah mereka pucat pasi.
Padahal sebelum nya bis tersebut ramai oleh suara-suara orang yang mengobrol. Jeni yang sempat tertidur dalam bis pun kini terbangun karena kesunyian yang tiba-tiba saja menyergap. Terlebih saat ini Medina atau pun Maura tak ada di sana.
'' Apa mungkin mereka turun dan meninggalkan aku, '' Jeni celingukan melihat keluar jendela.
Hanya kegelapan yang ia lihat di luar sana, rupanya sudah larut malam tapi anehnya ia tidak kunjung turun dari bis tersebut. Jeni pikir kedua teman nya itu sudah lebih dulu turun dan meninggalkan nya yang sedang terlelap.
'' Bang, berhenti di sini bang ! '' seru Jeni pada kondektur bis yang berdiri di depan pintu bis tersebut.
Seketika bis itu pun berhenti, namun aneh nya bis berhenti seakan tanpa rem. Tak ada goncangan pada tubuh nya seperti layaknya kendaraan yang mengerem mendadak.
Tak mau memusingkan hal itu, Jeni segera berdiri berjalan ke pintu depan dimana si kondektur berada.
'' Bang, udah di bayar belum ongkosnya sama dua teman ku ? '' tanya Jeni.
Tak ada jawaban dari nya, hanya sebuah anggukan pelan dari wajah pucat si kondektur itu. Jeni heran melihat sikap nya, belum lagi tatapan kondektur itu lurus ke kaca depan dan tak menoleh ke arah nya.
Jeni pun segera keluar dari bis itu , setelah ia yakin Medina dan Maura sudah membayar ongkos nya.
Bis pun kembali melaju setelah Jeni berhasil turun. Jeni memandang ke sekeliling jalanan, kawasan yang tak asing bagi nya seperti dejavu ia mulai melangkah kembali.
'Untung aku keburu bangun, pas banget di sini lagi. Kampung halaman ku, kalau telat bangun dikit aja pasti kelewat nih, ' gerutu Jeni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ㅤㅤㅤㅤ😻Kᵝ⃟ᴸ⸙ᵍᵏ نَيْ ㊍㊍🍒⃞⃟🦅😻
jangan bilang jeni sama Dina ke dunia lain ?
2024-04-18
0
Nada Melody
jangan bilang jeni sudah tidak ada
2023-05-29
1
Allessha Nayyaka
jenni dibawa bus hantu ??
2022-11-12
2