Bab 3

Bis pun kembali melaju setelah Jeni berhasil turun. Jeni memandang ke sekeliling jalanan, kawasan yang tak asing bagi nya seperti dejavu ia mulai melangkah kembali.

'Untung aku keburu bangun, pas banget di sini lagi. Kampung halaman ku, kalau telat bangun dikit aja pasti kelewat nih, ' gerutu Jeni.

Jalanan nampak sepi, hanya ada beberapa orang dan kendaraan yang melintas. Arloji di tangan nya menunjukan pukul empat, padahal saat ini sudah malam.

'' Jam tangan ku ngaco nih, '' Jeni menepuk-nepuk arloji di lengan kiri nya.

Ia kembali melangkah menuju gang yang tinggal sekitar tiga meter lagi dari dia berdiri. Ia melintasi warung kopi Pak Bejo, nampak beberapa orang yang akan meronda duduk di warung tersebut.

'' Pak Bejo, hai.. '' Jeni melambaikan lengan ke warkop tersebut. Dia memang kenal dekat dengan Pak Bejo , pasal nya Ayah Jeni selalu nongkrong di sana. Dan ia sering di suruh Ibu nya untuk memanggil Ayah nya itu jika sudah kemalaman nongkrong di warkop tersebut.

Saat ini dia tak melihat Ayah nya di sana, tumben sekali. Biasa nya Ayah nya paling sering nongkrong di warkop milik Pak Bejo. Bahkan tak ada jawaban dari Pak Bejo saat Jeni memanggil beliau.

Malah beberapa orang yang duduk di sana pun tak menoleh ke arah nya sedikitpun. Jeni yakin betul suara nya kencang dan tak mungkin jika mereka tak mendengar.

Merasa di acuhkan Jeni pun kembali berjalan, pintu gang hanya tinggal beberapa langkah lagi.

Jeni mengernyitkan dahi saat berada tepat di depan gang. Bendera kuning terpasang tepat di samping gapura gang. Biasanya jika ada bendera kuning , berarti ada penduduk yang meninggal di daerah gang itu.

Jeni segera mempercepat langkah nya, berharap segera sampai ke rumah yang terletak tak jauh dari sana, hanya terhalang tiga rumah saja dari pintu gang tadi.

Jeni kembali di kejutkan oleh kerumunan orang di depan pekarangan rumah. Bendera kuning pun tertancap di pagar besi rumah nya.

Jeni segera masuk tanpa menyapa siapapun yang ada di pekarangan rumah nya itu. Bahkan mereka yang ada di sana pun nampak acuh pada nya.

Bau pandan dan wewangian yang sering di pakai untuk jenazah pun tercium menyengat.

Jeni membelalakan mata saat melihat jasad seseorang terbujur kaku di ruang utama. Nampak Ayah, Ibu, Kakak dan Adik nya menangisi jenazah itu. Begitupun kerabat nya yang ada di sana, wajah mereka begitu pilu dan berduka.

Ayah nya membuka penutup wajah jenazah tersebut saat ada kerabat jauh yang baru datang. Betapa terkejut nya Jeni melihat siapa jenazah yang terbujur kaku di sana.

Itu adalah jasad nya sendiri. Raga tanpa ruh yang tergeletak mengenaskan. Tubuh nya yang sudah terbalut kain kafan dan kapas bagai seonggok patung terbujur tak berdaya.

Ingin rasa nya menjerit namun Jeni tak bisa melakukan nya, sakit teramat sakit yang ia rasakan saat ini. Ia benar-benar belum siap dengan kematian nya. Kecelakaan telah merenggut jiwa nya.

Seketika memori nya pun mengingat kejadian yang sudah merampas kehidupan nya, saat ia tertidur dalam bis musibah naas itu terjadi begitu cepat. Hingga ia tak menyadari azal menjemput nya.

Jeni tak kuasa melihat kedua orang tua yang tangah menangisi jasad nya. Ingin sekali ia memeluk Ayah dan Ibu juga Kakak dan adik nya, Jeni ingin bilang bahwa diri nya ada di dekat mereka. Namun dia tak tau bagaimana cara nya, sedang raga yang dulu ia pakai pun kini sudah rusak dan tak berfungsi.

Ruh dan raga tak mungkin bisa kembali bersatu, karena sudah tak ada detak dan nafas di sana.

Surat Yasin pun mulai di lafadzkan oleh keluarga dan para tetangga yang ada di sana. Miris sekali nasib nya, tak bisa berbuat apa-apa selain menunggu waktu nya tiba dimana diri nya harus menghadap sang Kuasa. Besar kemungkinan 40 hari ke depan ia akan pergi meninggalkan keluarga nya.

Waktu 40 hari itu adalah waktu untuk yang terkahir kali diri nya tinggal di rumah itu bersama keluarga tercinta.

Jeni akan berusaha memanfaatkan waktu tersebut untuk melepas rindu nya pada keluarga meski tanpa bisa menyentuh bahkan memeluk mereka. Tak ada perbincangan apalagi senda gurau yang biasa nya ia lakukan bersama keluarga saat berkumpul.

Momen yang di nanti-nanti selama ia berada di perantauan, kini hanya angan semata. Keadaan sudah berubah, jasad nya menunggu ke tempat peristirahatan terakhir sementara ruh nya masih sangat tersiksa karena ketidaksiapan nya meninggalkan duniawi.

Jeni baru sadar jika sedari tadi di dalam bis ia bersama arwah-arwah penasaran sama seperti diri nya, ia pun baru paham saat Pak Bejo tak mendengar sahutan nya. Itu karena diri nya tak bisa terlihat oleh mata kasar.

Jarum jam arloji menunjukan pukul empat, mengingatkan waktu peristiwa naas itu terjadi. Dimana Jeni meregang nyawa melepaskan ruh dari jasad nya.

Kini ia pun mulai melihat banyak sosok seperti diri nya berada di lingkungan rumah nya. Antara manusia dengan makhluk gaib sebangsanya sangat berdekatan, beberapa di antara mereka terlihat mengerikan.

Begitu pun Jeni sendiri, ia menatap diri nya yang sangat menyeramkan jika manusia bisa melihat nya, namun menurut diri nya ini sangat mengenaskan.

Tubuh yang selama hidup di bangga-bangga kan, kini hanya akan menjadi makanan belatung. Harta dan semua keindahan di dunia fana tak bisa ia bawa. Bahkan tak dapat menolong diri nya saat ini.

Ada rasa sesal dalam hati, andai saja di beri kesempatan untuk hidup mungkin Jeni akan merubah semua kebiasaan buruk nya. Dia akan lebih sering menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta, dia pun akan lebih taat pada perintah Sang Maha Pencipta.

Sekarang semua terlambat. Waktu tak akan bisa di putar kembali, ia hanya tinggal meratapi nasib nya.

Suasana malam yang begitu getir yang di hiasi isak tangis keluarga Jeni serta lantunan orang mengaji Yasin di samping jenazah, sungguh sangat menyayat hati.

Apalagi melihat Ibu nya mulai tak sadarkan diri karena tak kuasa melepas kepergian putri nya.

Ingin rasa nya membelai wajah sang Ibu, namun berkali ia mencoba menyentuh tetap saja tak bisa. Sentuhan Jeni seakan menembus bagai angin.

Salah satu dari mereka yang memiliki kondisi lemah dan mudah merasakan keberadaan makhluk astral pun mulai meremang tengkuk nya. Berkali-kali mengusap bagian belakang leher dan mencoba menepis perasaan yang terasa sangat aneh itu.

( Cerita ini hanya imajinasi dari author, dalam 40 hari setelah kepergian seseorang maka ruh orang yang telah meninggal itu masih berada di lingkungan rumah nya. Fiktif !!)

Terpopuler

Comments

Nada Melody

Nada Melody

setauku itu jelmaan setan. semoga aku salah

2023-05-29

0

Maya●●●

Maya●●●

udah aku masukin fav ya kak😊😊😊

2022-08-25

2

Xali Munting

Xali Munting

betul, hanya fiktif. setiap manusia punya qarin. kalau pun ada yang seperti demikian itu hanya qarinnya.
percaya atau tidak percaya gak ada yang memaksakan. 😅😅😅

2022-08-05

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!