Alam mulai berjalan memasuki gang dengan keberanian nya, kemudian di ikuti Manto dan Iwan. Yanto sendiri masih was-was, ia mendengar selintingan kabar dari grup ronda malam kemarin, kalau mereka melihat Jeni di depan rumah nya semalam. Tentu saja isu itu menyebar luas menjadi buah bibir di kampung tersebut, hingga membuat nyali Yanto menciut. Meski tak tau kebenaran kabar itu, Yanto tetap tak berani memasuki gang menuju rumah Jeni.
Hanya tinggal beberapa langkah lagi mereka berempat melewati rumah Pak Jamal, angin malam terasa sekali menyentuh kulit padahal sebelum nya tidak demikian.
Yanto mengeratkan kain sarung yang melingkar di leher nya apalagi saat merasa bulu kuduk mulai meremang.
Gang yang lebar nya hanya berukuran kurang dari 1 meter itu sulit di lewati oleh dua orang, jadi mereka harus satu persatu berjalan beriringan.
Alam paling depan, Manto di urutan ke dua , di belakang nya ada Iwan dan yang paling belakang adalah Yanto.
'' Aku duluan, '' Yanto mendahului langkah Iwan.
'' Yaelah, '' gerutu Iwan mulai kesal dengan sikap penakut Yanto.
Tepat di depan rumah Pak Jamal, tiba-tiba saja Alam menghentikan langkah nya.
'' Ada apa toh ? '' tanya Manto heran.
'' Sstt..kalian dengar ? '' Alam membalikan badan menatap tajam satu persatu teman nya sambil menyimpan jari telunjuk di bibir nya.
Manto dan yang lain nya menajamkan rungu mereka. Sedang wajah Yanto semakin tegang apalagi saat ini mereka berdiri tepat di depan rumah Pak Jamal yang sepi.
'' Ha..ha.. kalian ini bisa kena tipu, takut ya takut ?'' cetus Alam menggerakkan sebelah alis nya tanpa merasa bersalah sudah membuat panik ketiga orang yang bersama nya itu.
'' Huuh..dasar! Ngerjain kita toh. '' Manto mendorong sedikit bahu Alam yang cengengesan.
Iwan dan Yanto menghela nafas setelah beberapa saat tertahan karena sempat panik akibat ulah Alam.
Alam pun kembali berbalik melanjutkan langkah yang terhenti, namun tiba-tiba saja,,
Bruuk !!
Sesuatu terjatuh tepat di hadapan Alam, membuat mata pria itu membelalak menatap seonggok tubuh terbalut kain kafan berwarna putih kusam dengan ikatan di setiap ujung nya.
'' Po-pocong !! '' Alam membalikan badan dan mendorong Manto agar berbalik arah.
Manto sempat melihat sesuatu jatuh meski tak begitu jelas, ia pun kaget saat Alam bilang jika yang jatuh barusan adalah pocong.
Sementara Iwan dan Yanto tak melihat apapun karena mereka berada di belakang, namun tetap saja mereka ikut panik dan berlari memutar arah kembali ke jalan yang tadi di lewati.
Nafas mereka ngos-ngosan saat berhasil keluar dari gang, Alam membungkuk lengan nya menyentuh lutut yang terasa lemas.
'' Beneran tadi kamu liat pocong ? '' tanya Iwan yang ikutan takut meski dia tak melihat si pocong jatuh tadi.
'' Seriusan tadi aku lihat dia jatuh tepat di depan kaki ku, gak tau dari mana tuh asal nya yang jelas bentukan nya mirip pocong, '' jawab Alam yang masih mengatur nafas.
'' Aku juga sempat lihat ada putih-putih jatuh dari atas, walaupun gak begitu jelas liat bentuk nya sih karena terhalang sama badan Alam, '' ucap Manto sambil mengusap peluh nya yang mulai membasahi wajah.
'' Aku bilang juga apa, jangan lewat gang itu masih aja ngeyel. Baru tau kan sekarang !! '' gerutu Yanto.
'' Emang kamu liat tadi ? '' tanya Iwan pada Yanto.
'' Nggak. '' Yanto geleng-geleng kepala.
'' Lah, gak liat kok ikutan takut, '' cetus Iwan.
'' Kamu juga tadi lari, berarti takut juga kan ? '' kesal Yanto.
'' Ya kalau gak lari tubuh aku bisa di injak sama kalian tadi, '' bantah Iwan.
'' Udah-udah kita ke warkop Pak Bejo aja, '' lanjut Iwan yang langsung melangkah meninggalkan beberapa teman nya yang masih tegang karena kejadian tadi.
Alam, Yanto dan Manto pun menyusul di belakang, tak mau tertinggal di depan gang tersebut.
Tiba di warung Pak Bejo, mereka memesan kopi. Alam antusias menceritakan apa yang dia lihat tadi pada pemilik warung bernama Bejo itu.
Bejo yang sibuk menyeduh kopi hitam untuk mereka pun sesekali mengernyitkan dahi saat mendengarkan cerita Alam.
'' Memang nya kalian gak ketemu sama Pak Jamal tadi ? Dia baru saja pulang dari sini habis beli rokok, " ujar Bejo.
Keempat orang itu hanya saling berpandangan satu sama lain, kemudian serentak menggelengkan kepala mereka.
'' Jangan-jangan, bukan Pak Jamal tuh. Coba cek uang yang tadi dia berikan, siapa tau itu daun kayak di film horor kan, '' celoteh Yanto.
Iwan yang duduk di sebelah nya menyikut perut Yanto hingga ia meringis. Iwan semakin kesal dengan ketiga teman nya yang malam ini bersikap aneh dan parno menurut nya.
Bejo penasaran, ia pun membuka laci tempat uang dagangan di simpan. Dengan tangan bergetar, ia membawa secuil kertas dan menunjukan pada ke empat orang peronda tadi.
Ke empat orang itu pun melotot tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Sebuah karcis Bis yang sudah lecek yang kini di pegang pria berbadan tambun itu.
Bejo pun melempar karcis bis itu ke sembarang tempat, sambil bergidik.
Sementara yang lain kini wajah nya kembali tegang, bahkan Iwan pun kini mulai takut. Hal yang tak bisa di cerna oleh logika, dalam rasa takut mereka pun terus menduga-duga di hati masing-masing jika yang beli rokok pada Bejo bukanlah Pak Jamal melainkan hantu, Jeni ?
Entahlah mereka sendiri pun tak tau, yang pasti mereka yakin pasti semua ini ada sangkut paut dengan almarhumah Jeni.
Terlanjur memesan kopi mereka pun tak bisa pulang cepat-cepat, padahal rasa nya ingin sekali segera pulang ke rumah. Namun waktu meronda mereka pun belum selesai, belum saat nya pulang.
Suasana terasa makin mencekam, jalan raya yang biasanya di lewati banyak kendaraan lalu lalang saat ini malah terasa sunyi.
Hanya sesekali mobil atau motor yang melintas di sana, itu pun bisa di hitung dengan jari.
Untuk menghilangkan ketakutan, Manto melahap gorengan yang berada di nampan. Mulut nya di penuhi dengan gorengan yang ia kunyah, dengan perasaan yang campur aduk rasa nya makanan itu tak bisa ia nikmati seperti biasanya.
Lain dengan Alam yang terus celingukan ke belakang, mengamati sekeliling area itu. Ketakutan masih mendera membuat diri nya was-was. Sesekali ia menyeruput kopi hitam untuk sedikit menenangkan hati nya, meski cara seperti itu sama sekali tak berhasil meredakan ketakutan nya.
Lain dengan Yanto yang menyalakan rokok namun tak ia his-ap, malah ia taruh di bangku yang berada di belakang nya.
'' Se..ngapain tuh rokok di anggurin gitu ? '' tanya Manto heran dengan mulut di penuhi makanan hingga suara nya tak begitu jelas di dengar.
'' Buat para arwah biar gak ganggu, '' cetus Yanto meyakini hal yang tak mereka mengerti.
'' Ada-ada aja kelakuan mu, '' gerutu Iwan mencoba lebih bersikap tenang dan menyembunyikan rasa takut yang sudah hinggap semenjak melihat karcis bis tadi.
Sementara Bejo sendiri terus menerus mengusap leher belakang nya, sesekali celingukan, mata nya mengedar ke seluruh sisi warung milik nya yang sempit.
Tak ada perbincangan untuk memecah keheningan dan ketakutan yang terasa kental saat itu. Mereka sibuk dengan cara masing-masing untuk menghilangkan rasa takut dan kecemasan pada diri mereka.
*Bersambung,
.
.
''Qulir- ruhu min amri rabbi ''
Ruh itu adalah urusan Rabb ku ( Qs.Al-israa 85 )
Apa yg ada di dalam cerita ini 100% fiktif belaka, kejadian-kejadian mistis di dalam cerita ini hanya untuk menambah menarik isi cerita yang berasal dari khayalan author. Mohon bijak menanggapi nya 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Nada Melody
menegangkan
2023-05-29
0
Indri Any
jadi inget ma kakak sepupuh ku,,dia meninggal kecelakaan,,selama 40 hari gak ada yg berani ronda,nongkrong atau keluar malam,,karena tiap rumah di datangi ma arwahnya,,sebelum meninggal aja dia pamitan ma orang" kalau dia mau pergi jauh.
2022-12-02
2
Rini Antika
👍👍👍👍👍
2022-09-25
1