Hembusan angin menyentuh kulit Maura yang sedang tertidur lelap. Beberapa hari semenjak ia di rawat di ruangan itu, Maura sering kali berteriak histeris dan gelisah. Hingga Dokter sering kali memberikan nya obat penenang atau pun obat tidur, agar Maura tidak berlaku aneh yang bisa mengganggu ketenangan pasien ruangan tersebut.
Kondisi luka yang di alami Maura sudah membaik, badan nya pun sehat. Tapi Dokter mengatakan ada gangguan psikis pada Maura. Kata nya Maura trauma dan depresi setelah mengalami kecelakaan itu, jiwa nya tergoncang apalagi setelah mengetahui kedua teman nya ikut menjadi korban dalam kecelakaan naas itu.
Maura seringkali diam dengan tatapan kosong, namun tiba-tiba ia menjerit histeris seolah melihat sesuatu yang menakutkan.
Yang lebih parah lagi, Maura seringkali hampir menyakiti tubuh nya sendiri. Dokter yang menangani nya sudah pernah melakukan pengecekan pada kondisi kejiwaan nya, meski tak di temukan tanda-tanda abnormal dalam pemeriksaan nya tetap saja Dokter lebih merujuk pada depresi yang kemungkinan bisa di alami Maura.
Sejati nya apa yang di alami Maura memang tak akan bisa di temukan apalagi di obati secara medis, karena ini menyangkut makhluk astral yang terus mengganggu nya.
Seperti di tengah malam ini, kesunyian menyapa dan mencekam. Maura terbangun saat merasakan dingin nya udara malam ini.
Padahal semua jendela tertutup rapat, beberapa pasien dan keluarga mereka pun nampak terlelap seakan tak merasakan hawa dingin seperti yang ia alami.
Khadijah tertidur di kursi dengan kepala nya terbenam di ranjang Maura. Saat ini Maura ketakutan namun enggan membangunkan Ibu nya.
Sraak..sraakk..
Suara sesuatu berjalan di koridor ruangan, Maura memejamkan mata nya rapat-rapat. Ia menutup wajah nya dengan selimut, tangan dan tubuh Maura mulai mengigil dan bergetar hebat saat mendengar suara seretan kaki itu terus mendekat.
Rasa penasaran nya terus meminta agar diri nya membuka selimut yang menutupi wajah, sementara sisi lain rasa ketakutan nya menyuruhnya untuk tetap bersembunyi di balik selimut. Dua hal yang tak singkron, antara keinginan yang satu dengan lain nya.
'' Ibu..bangun bu..'' rintih Maura membisik pada Khadijah yang tertidur di dekat nya. Ia yang tadi nya tak mau mengganggu tidur Ibu nya pun kini mulai membangunkan nya karena rasa takut kian mendera.
Kini terdengar suara seseorang membuka bilik gorden, entah sebelah mana yang pasti Maura yakin mendengarnya dengan jelas.
Deg
Jantung nya kini bekerja lebih cepat, keringat mulai bercucuran membasahi wajah dan bagian tubuh nya yang lain.
Hawa yang tadi nya dingin kini terasa panas karena rasa takut, atau mungkin karena ia tertutup oleh selimut tebal.
Maura terus menerus menggoyangkan lengan Khadijah, berharap agar Ibu nya itu bangun.
Glek !
Tenggorokan Maura terasa tercekat saat akan menelan saliva nya, aliran darah seakan terhenti, tubuh nya bermandikan peluh. Sesaat ada tangan yang menyentuh bagian kaki nya. Terasa sangat dingin seperti es , meski terhalang oleh selimut tebal sebagai pemisah antara kaki Maura dan tangan yang tengah menyentuh nya. Ia tak ingin menggerakan kaki nya itu.
Maura semakin ketakutan, ia pun begitu penasaran siapa yang menyentuh nya saat ini. Ia pun memberanikan diri mengintip sedikit demi sedikit, menurunkan selimut nya.
'' Aaaaaaakkkk '' teriak Maura saat mendapati sosok berpakaian seperti Jeni, tapi dengan wajah yang sangat mengerikan dan tak bisa ia kenali. Hanya pakaian makhluk itu saja yang terasa familiar, tidak dengan wajah nya yang menakutkan. Maura kembali menutup diri dengan selimut.
Khadijah terbangun mendengar jeritan Maura, begitu pun beberapa pasien lain dan keluarga pasien yang sedang tertidur di sana.
Diantara mereka ada yang menggerutu kesal karena merasa terganggu setiap kali Maura bersikap aneh, hingga Khadijah merasa tidak enak hati.
'' Husss, kamu kenapa Nak ? Bukan nya tidur kok malah teriak malam-malam gini. Kasihan yang lain, '' ucap Khadijah yang kembali mengejutkan Maura, karena dengan tiba-tiba Khadijah membuka selimut yang menutupi wajah nya.
Saat Khadijah berhasil mengenyahkan selimut, mata Maura masih terpejam perlahan ia mulai membuka dan pandangan nya mengedar ke sekeliling.
Tak ada lagi yang menyentuh kaki Maura, bahkan sosok itu pun ikut lenyap setelah Khadijah bangun.
'' Bu, aku lihat hantu lagi..aku takut, '' rintih Maura dengan suara serak menahan tangis.
'' Nyebut Nak, nyebut. Mana mungkin ada hantu, kamu tuh harus banyak berdoa biar gak mikir macam-macam, '' ujar Khadijah.
Maura melafadzkan istigfar berkali-kali hingga ia mulai merasa sedikit tenang, meski tak di pungkiri ia masih merasa was-was dan takut kejadian menyeramkan tadi terus berulang.
Apa yang di khawatirkan Maura memang terjadi terus menerus, kerap kali ia merasa gelisah dan ketakutan bahkan ' mereka ' sering kali masuk ke dalam mimpi nya.
.
.
Beberapa hari berlalu, Maura pun sudah bisa kembali pulang ke rumah.
Tiba di rumah, ia segera masuk ke kamar untuk istirahat. Pandangan nya menyapu seluruh sisi kamar tersebut dan berhenti di satu titik.
Di atas meja kecil terpangpang sebuah figura foto berukuran 5R, foto diri nya bersama teman-teman nya semasa SMA.
Dalam foto tersebut ada Jeni dan Medina, mata Maura berkaca-kaca mendekat dan meraih figura sambil duduk di ranjang sebelah meja tadi.
'' Dina, Jeni.., '' lirih Maura menyeka air mata yang sudah jatuh di pipi nya.
Khadijah masuk ke kamar putri nya dengan menenteng kantong pakaian milik Maura.
'' Ikhlaskan kepergian mereka,, jangan memberatkan mereka di sana, Nak '' ucap Khadijah mengelus rambut lurus Maura dan duduk di samping nya.
'' Aku masih tidak percaya mereka akan pergi secepat ini. Antar aku berziarah ke makam mereka Bu, '' pinta Maura.
'' Iya tapi tidak sekarang, kamu masih harus banyak istirahat karena kondisi mu baru pulih. Besok lusa Ibu antar ke makam mereka berdua, '' kata Khadijah.
Maura mengangguk pelan menyandarkan kepala di bahu Khadijah orang tua satu-satu nya. Maura seorang anak yatim, sejak usia 10 tahun ayah nya meninggal dunia.
Di rumah sederhana itu, mereka hanya tinggal berdua. Meski pun begitu Khadijah mampu menghidupi anak semata wayang nya sendiri, bahkan bisa menguliahkan Maura .
Harta peninggalan mendiang suami Khadijah berupa sawah dan kebun, yang kemudian Khadijah jual untuk memenuhi kebutuhan Maura baik untuk pendidikan nya maupun untuk kebutuhan harian mereka.
Sejumlah uang ia tabung untuk masa depan Maura dan sebagian lagi ia jadikan modal usaha untuk berjualan di pasar.
'' Maura, gimana keadaan mu ? '' tiba-tiba Amir masuk. Amir ialah kakak kandung Khadijah, lebih tepat nya Paman Maura yang tinggal bersebelahan dengan rumah mereka.
'' Alhamdulillah Maura sudah mendingan Bang, '' Khadijah yang menjawab pertanyaan Amir karena Maura tak bergeming tatapan nya kosong menatap foto yang masih dalam genggaman nya.
'' Syukurlah, '' ucap Amir yang di dalam hati nya ia merasa ada hal berbeda pada diri keponakan nya itu.
Maura biasanya ceria bahkan tak segan bermanja pada nya, sosok Amir biasa nya menjadi pengganti dari sosok mendiang Ayah nya.
Tapi kini, Maura seakan tak bergeming bahkan tak menoleh sedikit pun saat Amir datang menyapa gadis itu.
Seakan rungu nya tertutup rapat dan hanya fokus pada lamunan kosong nya, terhanyut dalam pikiran nya sendiri hingga tak menyadari siapa pun yang berada di dekat nya.
Khadijah dan Amir saling pandang satu sama lain, Amir bisa menangkap kekhawatiran yang di rasakan adik kandung nya itu.
Saat kecelakaan terjadi, Amir tak bisa menemani Khadijah ke Rumah Sakit karena kebetulan saat itu Faridah istri nya tengah sakit keras. Amir dan Faridah tak memiliki anak, mereka berdua sudah menganggap Maura sebagai anak kandung nya.
Sangat di sayang kan saat Maura tertimpa musibah, mereka tak bisa ikut menemani Maura yang tengah berjuang melawan kematian yang hampir saja menjemput nya.
Perlahan Khadijah menyandarkan kepala putri nya di bantal. Maura masih terdiam tak berucap, hanya menurut saja apa yang Ibu nya lakukan.
'' Kamu tidur ya, Ibu keluar sebentar. " tanpa ada jawaban dari mulut Maura yang saat ini memeluk figura, sudut mata gadis itu masih basah karena air mata sementara fikiran nya melayang entah kemana.
Khadijah ingin menceritakan kondisi Maura saat ini pada Amir, ia mengajak Kakak nya itu keluar kamar, agar pembicaraan mereka tak sampai terdengar oleh Maura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Nada Melody
Maura pasti kuat
2023-05-29
0
Wisell Rahayu
maaf thor mau mau membenrkn kalau kakak kandung kadijah sehrusny maura menybut bukan paman melainkn wak atau pakdhe !!
2022-08-31
2
Ali B.U
apakah indra kenam maura kebuka,??
lanjut baca
2022-08-16
3