Suci menatap tajam ustadzah Sarah, yang berbicara denganya sangat kasar
" Kenapa lo yang nyolot? Kita saja belum pernah kenal, mang lo punya masalah sama gue?!"
" Saya itu di atas kamu! Kalau bicara itu yang sopan!"
" Lo itu di depan gue, bukan di atas gue, anak TK juga tau. Dasar bodoh!"
Memang benar kalau ustadzah Sarah duduk di depan Suci, jadi entah siapa yang salah, entah itu Suci atau itu ustadzah Sarah
" Iya sudah cepat gue harus ngapain?! Gue males berdebat terus."
" Seperti santriah yang lain, dek Suci harus membersihkan toilet, tidak sendirian ko, nanti mengerjakannya sama yang lain."
" Ogah! gue bukan babu!"
" Mau tidak mau kamu tidak bisa menolak! Ini sudah menjadi peraturanya."
Suci sangat kesal dengan ucapan ustadzah Sarah yang terlihat memaksa, tapi berbeda dengan ustadzah Marwah yang mejelaskannya sangat sabar
" Gue tetap nggak mau! gue bukan babu!"
Jangankan untuk membesihkan toilet, membersihkan kamar saja ia tidak pernah, saat di rumah semua di bersihkan oleh pembantunya, sedangkan saat di pesantren, hanya teman-teman Suci yang membersihkan kamar, ia sama sekali belum perbah membersihkan kamar. Ustadzah Marwah tersenyum
" Iya sudah untuk gantinya dek Suci harus menghapalkan surat Al-Mulk."
" Apa tidak ada keringanan buat gue? Di ampuni ke."
Suci merasa sangat kesal saat mendengar ucapan dari Ustadzah Marwah, karena ia memang selamat dari hukuman bebersih toilet, tapi ia tetap tidak selamat dari hukuman.Ustadzah Marwah mengelus bahu Suci sambil tersenyum
" Setiap aturan ada timbal baliknya dek, hukuman untuk dek Suci ini termasuk ringan loh, jadi dek Suci harus bersyukur karena Gus Adnan yang memutuskan langsung. Gus Adnan memberikan waktu satu minggu untuk menghapal, nanti setelah satu minggu dek Suci setor langsung pada Gus Adnan dan jangan lupa di dampingi dengan teman sekamar."
" Kenapa harus dia dan dia sih?!"
Suci rasanya malas jika terus berurusan dengan Gus Adnan, bagi Suci lelaki itu adalah pembawa sial di dalam hidupnya, semejak bertemu dengannya, hidupnya tidak pernah baik-baik saja.
" Karena Gus Adnan yang meminta."
" Oke."
Suci langsung mengiyakan begitu saja karena ia merasa kalau ustadzah Marwah sangat baik, jadi ia hanya bisa pasrah, karena sebelumnya tidak pernah ada orang yang memperlakukan baik padanya selain ke dua orang tuanya, Reyhan dan temen gengnya. Suci langsung pergi mencari Omnya, ia langsung menohon dengan Omnya, karena ia tau kalau kakanya tidak akan membantunya
" Om plis jangan kejam, tolong bantuin Uci untuk mengambil ponsel Uci."
Gus Wahyu hanya bisa menghela nafas berat, kemarin ia ingin identitasnya di rahasiakan, baru juga sehari di pesantren, ponakannya itu sudah bikin ulah, bahkan ponakannya tidak berani meminta bantuan pada sang kakak
" Itu salah kamu sendiri Uci, kemarinkan kakamu sudah mejelaskan kalau ponselmu tidak boleh di bawa ke asrama, ponsel kamu suruh taroh di sini, kalau misalnya kamu butuh sesuatu melalui ponsel, kamu bisa kesini dan sekarang tanggung sendiri akibatnya, terlebih lagi kamu juga nggak berani minta bantuan pada kakamu."
Suci merucutkan bibirnya, ia sangat kesal pada Gus Wahyu, bagai mana mungkin ia meletakan poselnya di sini, karena orang tuanya tidak menyukai tentang Reyhan, apa lagi kakaknya, kakanya melarang keras tentang pacaran, maklum karena kakanya menikah lewat ta'aruf, itulah yang melarang keras padanya untuk tidak pacaran
" Ayolah om, om tinggal minta saja sama Gus sialan itu."
Gus Wahyu membulatkan matanya saat mendengar Suci mengatakan Gus sialan
" Kamu itu jangan bilang begitu Uci, dia itu anak pak kiai, yang sopan kalau ngomong."
" Itu pakta om kalau dia itu Gus sialan!"
" Tapi dia itu!"
Gus Wahyu menghentikan ucapannya, ia ingin bilang kalau dia itu suamimu, tapi ia urungkan niatnya
" Dia itu apa om?"
" Bukan apa-apa yang jelas ini salah kamu sendiri, kamu yang tidak mendengar aturan pesantren, jadi itu salah kamu!"
" Kalian itu sama saja, sama-sama kejam!"
Suci langsung pergi dari rumah kakeknya, hatinya semakin kesal setelah berbicara dengan Gus Wahyu, ia berpikir semua orang sama saja, ia hanya meminta ponselnya di kembalikan, bukan menyuruhnya melakukan tindakan kejahatan, tapi semua orang tidak bisa menuruti ia
" Ternyata dari semua banyak orang, cuma Reyhan yang bisa mengerti perasaanku, setiap kali aku bikin kesalahan, dia dengan mudah memaafkanku."
Suci mengusap sudut bibirnya, ia menjadi mengingat masa lalunya, di mana saat itu ia di bully, Reyhanlah yang mengulurkan tangan untuknya berdiri dan Reyhan juga adalah orang yang sudah membuat hidupnya berwarna, walau pun orang memandang Reyhan sebelah mata, tapi Reyhan bukan lelaki jahat, Reyhan selalu melakukan kebaikan. Suci berlari kecil sambil berteriak
" Rey! Aku rindu!"
Dug
" Aduh kenapa ada tembok di tengah jalan sih?!"
Suci mengusap keningnya yang menjadi korban sambil terduduk
" Bangun Uci!"
" Kenapa tembok bisa ngomong?!"
Suci menyeritkan keningnya bingung, ia masih belum menyadari siapa yang ia tabrak, lalu ia mengangkat kepalanya, ia sangat terkejut saat melihat Gus Adnan yang ada di depannya
" Ah kenapa gue setiap bertemu lo selalu sial?!"
" Kamu yang jalan sambil berteriak tidak jelas, bersyukur yang kamu tabrak itu aku."
Suci langsung berdiri
" Kenapa yang di salahin gue? Bukannya situ yang mengganggu gue?!"
" Kamu yang nabrak saya, di mana letak kesalahan saya?"
" Salahnya itu badan lo yang keras, ini kepala gue yang jadi korban!"
" Terus apakah saya harus kasihan padamu?"
Suci mengepalkan tangan kanannya, ia mencoba meredam amarahnya, ia memang tidak butuh di kasihani, ia hanya ingin sekali memukul Gus Adnan, tapi ia sebisa mungkin untuk tidak melakukan hal itu
" Terserah lo! Gue nggak akan berdebat sama Gus sialan seperti lo!"
Suci langsung berlalu pergi, tapi baru saja beberapa langkah Gus Adnan langsung memanggilnya
" Suci!"
Suci membalikan tubuhnya saat namanya di panggil
" Apa lagi?!"
" Hijab itu gunanya di kepala, bukan di kalungkan di leher!"
" Terserah gue! Itu tidak ada urusannya sama lo!"
Suci baru saja melangkah lagi, tapi Gus Adnan langsung memanggilnya lagi
" Suci!"
Suci juga langsung membalikan badan lagi, ia menatap Gus Adnan dengan tatapan tajam
" Kenapa lo terus memanggil gue?!"
Gus Adnan langsung mendekati Suci tanpa berbicara, setelah di samping Suci, ia langsung membisikan sesuatu pada telinga Suci sambil mengelus kepala Suci
" Innallaha ma'ashobirin."
Setelah mengatakan itu Gus Adnan langsung berlalu pergi. Suci yang melihat Gus Adnan pergi, ia langsung berteriak
" Hei! Gus sialan! Apa itu artinya?!"
Tidak ada jawaban dari Gus Adnan, bahkan Gus Adnan terus saja melanjutkan jalannya tanpa membalikan badan atau berhenti, itu membuat Suci berdecik kesal
" Sekali Gus sialan, tetap saja menjadi Gus sialan!"
Suci memutuskan untuk kembali lagi ke asramanya, hatinya merasa sedih dan kesal, sedih karena ponselnya tidak bisa kembali dan kesal karena ia bertemu dengan Gus Adnan, karena bagi ia, Gus Adnan adalah orang yang selalu membawa sial dalam hidupnya, dari awal pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga, ia masih saja mendapatkan kesialan itu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
seru juga nih cerita, dilatar belakangi kegiatan dipesantren
2023-05-29
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-11-20
0
mom mimu
jangan terlalu membenci Ci, nanti malah jadi jatuh cinta loh 😁😁
2022-09-16
1