Pov Erni
Setelah melakukan rontgen, akhirnya Farid pun dibawa ke ruang inap, untuk diistirahatkan sambil menunggu hasilnya seperti apa.
Setelah sampai di ruangan inap rumah sakit, Farid dipindahkan ke ranjang yang sudah ada di kamar itu. terlihat matanya yang terkatup sempurna.Mungkin dia merasa lelah, setelah melewati malam yang begitu berat, ditambah pertempuran yang begitu mengesankan denganku.
Aku tidak banyak bertanya, terlebih dahulu. karena menurut saran perawat, Farid harus dibiarkan istirahat total terlebih dahulu, agar dia cepat pulih dari luka yang diderita.
Aku melihat jam yang menempel di dinding, ternyata sudah menunjukkan pukul 02.30. mau pulang ke rumah, rasanya sangat capek. akhirnya aku lebih memilih sofa, untuk mengistirahatkan tubuhku, yang sama lelahnya.
Pukul 08.00. akhirnya mataku terbuka, dan membangunkan tubuhku dari tempat tidur. karena mendengar suara orang yang berisik, ketika para perawat mengecek kembali kondisi Farid. perlahan aku langkahkan kakiku, tak menghiraukan mereka, menuju kamar mandi. untuk mencuci muka terlebih dahulu, menyegarkan wajahku, yang masih terlihat muka bantal.
Namun ketika aku mencuci muka, terlihat dari cermin kamar mandi. wajahku yang kena tamparan suamiku tadi malam, memerah dengan sempurna. kurang ajar memang Suamiku itu, dia berani tega melakukan KDRT. kepada istrinya, Awas suatu saat, pasti aku akan membalas semua perlakuan kasarnya. Batinku mengancamnya.
Setelah selesai mencuci wajah, aku keluar dari kamar mandi, terlihat ruangan inap itu sudah sepi, hanya Farid yang sedang berbaring menatap ke arahku.
"Check up-nya, sudah selesai, Rid?" aku bertanya sambil mendekati ranjang, di mana Farid berbaring.
"Sudah....! kamu nggak pulang?" jawab Farid sambil menatap nanar ke arahku.
"Enggak, aku kasihan melihat kamu sendirian di sini, mau menghubungi keluargamu, Aku tidak tahu yang mana nomornya!" jawabku sambil duduk di kursi yang ada di dekat ranjang Farid.
"Baguslah! mending gak usah memberitahu keluargaku, nanti urusannya semakin runyam. Kalau bisa, tolong ambilkan handphoneku!" Pinta Farid memohon.
Seketika aku terdiam, mengingat kembali kejadian tadi malam yang begitu cepat. mengingat-ingat di mana handphone Farid disimpan.
"Kenapa diam?"
"Ponsel Kamu, mungkin masih ada di rumahku. entah Bagaimana kondisinya! apalagi kalau melihat Suamiku yang marah, seperti tadi malam!" ucapku sambil menarik nafas dalam, membayangkan kembali kejadian tadi malam.
"Ya sudah! berarti kalau kamu ada waktu, temui bapakku, yang ada di rumah. bilang bahwa aku terkena musibah!" pinta farid, Mungkin dia juga memikirkan hal yang sama dengan pikiranku. Yang menduga-duga bawa handphonenya sudah tidak akan terselamatkan .
"Terus aku bagaimana ya, dengan suamiku?" aku meminta pendapat sahabat sekaligus selingkuhanku.
"Kalem aja, sih! Kan, masih ada aku. lagian aku dan si Arfan tidak ada bedanya ini, sama-sama mencintaimu, sama-sama Menyayangimu. namun kalau bisa bicarakanlah terlebih dahulu sama dia, Siapa tahu saja Arfan memperbolehkanku menjadi yang kedua." ucap Farid menenangkanku, membuat sudut bibir ini tertarik ke atas. Aku membayangkan bisa bermain bertiga, tanpa harus ada rasa takut, tanpa harus ada marah-marah, seperti tadi malam. membayangkannya saja tubuhku mulai mendesir, Seperti mendapat rangsangan yang begitu agresif.
"Ide bagus, tuh!" ucapku.
Trookk! trook! Trook!
Pintu ruangan itu terdengar ada yang mengetuk, dari luar. dengan cepat aku mempersilahkan orang yang mengetuk pintu, untuk masuk. terlihat ada seorang pelayan yang mengantarkan makanan, yang disediakan oleh rumah sakit, untuk Farid yang sedang menjalani perawatan.
Dengan Sigap aku mengambil makanan itu, lalu menawarkannya sama Farid, agar ia sarapan terlebih dahulu, sebelum melanjutkan istirahatnya.
Setelah menyuapi Farid, aku berpamitan Untuk pulang ke rumah terlebih dahulu. apalagi dari semalam aku belum membersihkan tubuhku, sehabis berhubungan badan dengannya, sekalian mengganti baju, yang sudah tercium bau asem.
Farid hanya mengulum senyum, sebagai tanda dia mengizinkan. tak lupa dia menitip pesan agar mengambil handphone yang tertinggal di rumah, Siapa tahu saja handphone itu masih aman.
Aku kecup kening Farid, mendoakan agar dia cepat sembuh. Dan aku berjanji setelah aku mandi dan mengganti pakaian, Secepatnya aku akan kembali menemaninya, selama dia masih dirawat.
Pukul 09.00. aku keluar dari area parkir rumah sakit, mengendarai mobilku menuju ke rumah pemberian orang tua suamiku. Hari ini aku izin untuk libur bekerja, dengan alasan menemani saudara yang sedang sakit. lagian kalau aku dipecat, aku bisa bekerja di tempat perusahaan suamiku, yang sudah menjadi hak milikku. yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Farid, dan bagaimana caranya agar suamiku tidak marah, dan bersedia membagi tubuhku dengan sahabatnya.
"Loh! loh! loh! kenapa barang-barangku dikeluarkan." mataku terbuka lebar, setelah melihat beberapa orang yang mengangkut barangku, yang dikeluarkan dari rumah.
Dengan cepat aku keluar dari mobil, kemudian menghampiri orang-orang yang sedang bekerja.
"Apa-apaan ini? kok kalian main mengeluarkan saja semua barangku?" bentakku yang tidak terima, atas perlakuan mereka yang tidak sopan. mereka seenaknya saja berbuat seperti itu, tanpa meminta izin terlebih dahulu.
"Maaf bu! saya hanya disuruh oleh Pak Arfan. untuk mengeluarkan semua barang ibu, dari rumahnya." jawab salah seorang, yang tak memperdulikan kedatanganku, setelah memberikan keterangan dia melanjutkan pekerjaannya.
"Eh tunggu dulu! gua belum selesai berbicara!" panggilku sama pekerja itu.
"Maaf bu, saya lagi kerja! Jadi tolong jangan ganggu saya, kalau ada pertanyaan silakan hubungi yang menyuruh saya!"
"Sekarang di mana Arfannya?" Tanyaku sambil menatap ke arah pria yang sedang berdiri menatap ke arahku juga.
"Kurang tahu Bu! saya hanya menjalankan tugas. jadi saya mohon maaf, agar jangan ganggu!" ucap pria itu sok profesional.
Aku hanya mendengus kesal, mendapat penjelasan pria yang tidak sopan. namun aku tidak bisa berbuat banyak, karena dia bukan bawahanku. dengan cepat aku langkahkan kaki menuju ke dalam rumah, untuk mencari keberadaan suamiku.
Aku pindai semua area yang ada di rumah itu, tanpa terlewat sedikitpun. mulai dari dapur, kamar mandi, serta kamar-kamar tidur. namun suamiku tidak ada di sana, hanya satu ruangan yang aku belum cek, karena kamar itu terkunci, kamar yang dijadikan Arfan untuk ruang kerja.
"Ada yang lihat suamiku?" aku mencoba bertanya kembali kepada salah seorang pekerja, yang sedang mengangkut barang-barangku.
"Kurang tahu, Bu! tadi saja yang menyuruh Pak Dali. kami belum bertemu dengan Pak Arfan!" jelas orang itu, membuatku menautkan alis, kenapa Dali yang hanya sebagai asisten, dia ikut campur terlalu dalam. Masuk kedalam kehidupan Rumah tanggaku. Apa jangan-jangan dia yang mempengaruhi suamiku, agar aku diusir dari rumah ini.
"Coba telepon saja Bu! kalau ibu mencari Pak Arfan!" saran seseorang, yang mungkin merasa kasihan melihat keadaanku yang sekarang. Bagaimana tidak, tubuhku yang belum ku bersihkan sehingga membuat aku terlihat sangat kucel.
Merasa mendapat ide cemerlang, dengan cepat aku raih ponselku yang ada di dalam tas. lalu membuka aplikasi berwarna hijau berlogo telepon, untuk menghubungi suamiku. namun Alangkah terkejutnya, aku yang dari semalam tidak memperhatikan handphone. melihat kenyataan yang begitu pahit, ternyata nomor kontakku sudah diblok oleh suamiku.
Tidak habis ide, aku mencoba menelepon orang tuanya Arfan. Untuk bertanya keberadaan Di mana suamiku, karena aku yakin orang Semelow Arfan ,dia pasti akan mengadu masalah ini terhadap ibunya. Tak lama menunggu, akhirnya telepon itu tersambung, kemudian terdengar suara seorang wanita tua menyapaku, di ujung sana.
"Ada apa, Ni? kok tumben menelepon ibu?" tanya ibu mertuaku, yang terdengar pura-pura ramah.
"Maaf, Bu! Apakah ada Arfan di rumah ibu?" aku balik bertanya.
"Bukannya dia, lagi kerja di luar kota?"
"Enggak, Bu! semalam dia sudah pulang, namun Entah mengapa, dia marah-marah kepadaku, sampai-sampai dia melakukan KDRT. dan sekarang semua barangku sudah dikeluarkan dari rumah." aku mengadukan kelakuan kasar suamiku, terhadap ibunya. Berharap siapa tahu saja, kalau sama sama wanita, ibu akan mengerti dengan apa yang terjadi.
"Lah! Lah! kok bisa kalian Berantem seperti itu? Ibu nggak yakin kalau Arfan melakukan KDRT. Kalau kamu tidak melakukan kesalahan yang begitu fatal." Ujar wanita itu seperti biasa pasti akan membela anaknya, seolah memojokkanku, menumpahkan semua kesalahan yang dilakukan oleh anaknya kepadaku.
"Namanya juga rumah tangga Bu, pasti ada aja salah paham. Mungkin Arfan yang sedang merasa capek, dan terpengaruh oleh minuman keras, karena aku mencium mulutnya yang bau minuman. Entah mengapa dia berbuat kasar seperti itu!" Aku mendramatisir cerita, agar ibu mertuaku merasa Iba.
"Kamu sudah meneleponnya? bertanya dia ada di mana?" Tanya ibu yang suaranya sedikit melunak.
"Sudah Bu! namun nomor kontakku diblokir, sama dia. Coba tolong ibu hubungin, Siapa tahu saja kalau sama ibunya, dia bisa luluh."
"Kalian ada-ada aja, sih! bukannya mikir udah pada dewasa, malah berantem seperti anak kecil saja." Ungkap ibu seperti biasa, Dia hanya bisa marah-marah. kemudian mematikan teleponku.
Setelah menelpon ibu mertuaku, aku masuk ke kamar yang biasa dijadikan tempat tidur. mencari keberadaan handphone Farid, beruntung kamarku belum diacak-acak oleh para pekerja, yang memindahkan barang-barangku, sehingga telepon Farid masih aman di tempatnya, dan aku masih bisa merapikan barang-barang berhargaku.
Terlihat handphone milik Farid, yang masih berada di atas meja lampu, yang ada di samping ranjangku. dengan cepat aku mengambil handphone itu, lalu memasukkan ke dalam tas.
Aku terus merapikan semua berkas berkas, dan barang-barang berhargaku ke dalam koper. aku bingung harus bagaimana lagi, hanya inilah jalan satu-satunya yang bisa aku lakukan. aku tidak mungkin menghentikan para pekerja itu, apalagi terlihat dari sorot mata mereka menunjukkan kebencian.
Tak lama setelah selesai merapikan barang, perlahan para pekerja, mulai mengangkut benda-benda yang ada di kamar itu, membawanya keluar dari dalam rumah.
"Tunggu! tunggu! Barang-barangku ini, sebenarnya mau dibawa ke mana sih?" Aku yang mulai sadar, dengan keadaan sehingga Otaku mulai berjalan kembali.
"Maaf Bu! Kami semuanya, hanya diperintahkan untuk mengeluarkan semua barang Ibu, dari rumah ini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments