Pov Arfan
Setelah mematikan PlayStation, aku kembali ke dapur, untuk menemani Istriku yang sedang merapikan bekas makan malam kami.
"Mau aku bantuin?" Tawarku sambil berdiri di sampingnya.
"Sudahlah! mending kamu mandi, terus bobo! jangan ngerecokin!" usir istriku yang nggak suka diganggu.
Mendapat penolakannya, aku tidak pergi. aku memeluk Istriku dari belakang, Lalu menc1um lehernya dengan begitu ganas.
"Sudahlah! jangan gangguuuuuuuu! nanti aku siram." Kata Erni sambil mencipratkan busa sabun yang ada di tangannya.
Mendengar perkataannya seperti itu, aku semakin gencar melakukan seranganku, serangan c1uman ketengkupnya, sehingga istriku menggelinjang kegelian.
Kubalikkan tubuh istriku, supaya menghadap ke arahku. agar aku leluasa menikmati leher jenjangnya, mendapat perlakuan seperti itu Erni hanya memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan yang kuberikan dari bibirku.
Kutatap wajahnya yang begitu cantik, lalu kudekatkan bibirku ke bibirnya. perlahan bibirku mulai menari di atas bibirnya. sehingga pergulatan itu tak terelakkan, hanya napas yang memburu, yang keluar dari mulut masing-masing. sebagai komunikasi, bahwa kita berdua menginginkan hal yang sama.
Kuangkat sebelah kaki Erni, lalu mengusap lembut area pah4nya. sehingga membuat Erni semakin kalang kabut dibuatku. yang awalnya pergerakan c1uman Erni sangat pasif, menjadi begitu agresif.
Kurmas bokong sintal milik Erni, dengan perlahan. namun aktivitasku seketika terhenti, ketika mengetahuk Erni yang hanya menggunakan mini dress, dia tidak memakai celan4 dal4m.
"Kenapa?" tanya Erni dengan nafas yang begitu memburu, dia menatapku dengan sayu.
"Kok kamu tidak memakai CD?" tanyaku sambil menatap heran ke arahnya, pikiran buruk mulai menyeruak, memenuhi setiap rongga otakku.
Erni hanya tersenyum lalu mengaitkan kembali tangannya, ke Leherku. kemudian dia mulai ******* lagi bibirku. Tak sedikitpun dia menghiraukan pertanyaan yang kulontarkan. Sebelum mendapat jawaban aku hanya diam pasif, tak membalas serangannya.
"Jawab dulu! kenapa kamu tidak memakai cd?" aku bertanya sambil melepaskan pelukannya.
"Tadi, aku kencing! terus air seninya, kena ke celana, jadi aku lepaskan." jawab Erni sambil kembali menc1um bibirku, dengan begitu ganas.
"Nakal kamu ya!" ujarku membalas ******* Erni, dengan begitu rakus hingga membuat kita terhanyut dalam kenikmatan dunia yang halal.
*********
Keesokan paginya. Setelah selesai sarapan kita berdua, sudah siap untuk pergi ke kantor masing-masing.
Setelah mengantarkan Erni ke ke kantornya, aku pun melajukan mobilku menuju kantor yang sudah lama aku dirikan, kantor yang bergerak di bidang properti, mengikuti jejak ayahku yang sudah meninggal.
Kantor yang kuberi nama Erni Group, mengambil dari nama istriku. sebagai hadiah, karena dia telah bersedia menemaniku yang penuh kekurangan. Bahkan bukan namanya saja yang aku beri nama Erni, semua aset dan saham kantorku semuanya atas nama istriku.
Pukul 12.00. waktu istirahat pun tiba, aku ditemani asisten pribadiku menyantap makan siang, yang aku beli lewat aplikasi online.
"Kenapa tadi kamu telat?" Tanyaku sama Dali yang duduk di hadapanku.
"Maaf Pak! tadi saya mengantar istri ke Rumah Sakit Ibu Dan Anak. untuk mengecek kehamilannya, karena beberapa hari ini dia sudah telat." jelas dali setelah mengunyah nasi yang ada di mulutnya.
"Wah Selamat ya! padahal kamu baru beberapa bulan menikah, udah dikaruniai momongan saja!" ujarku yang merasa iri, karena walau bagaimanapun, aku sangat menginginkan hadirnya seorang anak, dalam rumah tanggaku.
"Terima kasih banyak Pak! semoga Bapak juga cepat menyusul!" ujar Dali yang merasa tidak enak, karena dia tahu aku juga menginginkan hal itu.
"Amiiiiiin! semoga saja begitu!" Jawabku yang sedikit lesu.
"Oh iya, pak! Pas tadi saya di rumah sakit, saya melihat ibu Erni, di antar Pak Farid." ungkap Dali mengemukakan penemuannya.
"Sakit apa ya, istriku?" Tanyaku dengan panik, sambil menatap ke arah Dali yang mau menyuap nasi ke mulutnya.
"Laah! Kok panik, Pak? kirain saya bapak tahu?" ujar Dali yang tak jadi menyuap nasinya.
"Aku berdiri, lalu berjalan mendekati meja kerjaku. dengan cepat kuraih handphone yang terletak di atasnya, lalu memencet nomor istriku untuk memanggilnya.
"Haloo!" sapaku Setelah telepon itu tersambung.
"Yah Ada apa? sayang." tanya Erni yang terdengar di ujung sana, namun suaranya sedikit aneh. Seperti orang yang sangat kecapean.
"Kamu lagi ngapain? kamu sakit ya? Kok napas kamu berat begitu?" Aku membrondong istriku dengan pertanyaan.
"Enggak, kenapa emang?"
"Tadi ada stafku. yang melihat kamu, diantar Farid kerumah sakit, kamu ngapain ke rumah sakit?" Aku menjelaskan.
"Oh itu! aku cuma cek kandungan saja, malu ibu terus memojokkanku!" jawab Erni yang terdengar lirih, Membuatku menjadi tidak enak. Merasa kasihan dengan apa yang terjadi kepadanya.
"Maafin ibuku sayang! maafkan aku juga. tapi kamu jangan merasa terbebani, seperti ini! aku akan tetap menerimamu, walaupun kita tidak memiliki anak sampai akhir hayat."
"Terima kasih sayang atas pengertiannya. Aku sayang kamu!" jawab Erni.
"Ya sudah! aku lanjut kerja dulu. kamu jangan lupa makan!" ucapku sebelum mengakhiri pembicaraan.
"Iya kamu juga, jangan lupa makan! miss you! Emmmmuach!" jawab Erni sambil menutup teleponku.
"Ada apa, Pak?" tanya Dali yang sejak dari tadi memperhatikanku.
"Nggak apa-apa! aku cuma mengecek keadaan istriku, Alhamdulillah! tidak terjadi apa-apa. dia ke rumah sakit, untuk mengecek kandungannya, yang sampai saat ini belum ada janin di rahimnya."
"Tapi sebelumnya saya mohon maaf, Pak!" ujar Dali memotong pembicaraanku.
"Maaf kenapa?" Aku bertanya sambil menyipitkan pandangan ke arahnya.
"Kalau istri bapak mengecek kandungan, Kenapa bapak sendiri tidak ikut mengantarnya. padahal yang lebih berhak mengantar istri bapak itu. adalah bapak sendiri." ucap dali dengan berani, ia berbicara seperti itu, seolah aku suami yang tidak bertanggung jawab terhadap istrinya.
"Sejak kapan? kamu berani kurang ajar seperti ini?" bentaku sambil membulatkan mata. membuat dali terlihat meringis ketakutan.
"Maaf Pak! Maaf saya salah ucap." ungkap Dali sambil merapatkan kedua tangan di dadanya.
"Kamu jangan ngelunjak! Kecuali Kamu sudah bosan bekerja di tempat saya."ancamku sambil kembali duduk di kursi, untuk melanjutkan makan yang sempat tertunda.
Dali pun ikut duduk kembali, di hadapanku. dia menundukkan pandangan, tak berani menatap wajahku yang sedang kesal kepadanya.
"Aku kasihan sama istriku, Ibuku selalu memojokkannya. memfitnah dia tidak bisa memberikan keturunan, jadi Aku harap teman-teman terdekatku, tidak boleh membebani pikiran istriku, apalagi sampai menjelekkannya." ucapku menasehati Dali, bawahanku yang sangat kupercaya sehingga aku tidak sungkan berbicara dengannya, Meski Bukan urusan kantor.
"Maaf Pak! maaf kalau saya lancang berbicara seperti itu. namun saya hanya menyampaikan pendapat saya, karena saya sering." Dali tak meneruskan perkataannya, dengan cepat dia menutup mulut agar perkataannya terhenti.
"Sering apa?" Tanyaku sambil mempertajam tatapan.
"Anuu, pak! Eeeeeeeeuuuu!" jawab Dali tergagap.
"Sering apa?" aku mendesaknya.
"Sering! sering ke rumah sakit, mengantar istri Pak. karena menurutku, itu adalah kebahagiaan, ketika sama sama berangkat ke rumah sakit bareng. untuk mengecek kesehatan." jawab Dali yang sedikit tidak nyambung, namun aku tidak keterusan membahasnya, karena memang benar setelah kupikir-pikir, Aku adalah laki-laki yang paling bod0h, dikasih si cantik, malah lalai menjaganya. sehingga selalu sahabatku lah yang menemaninya ke rumah sakit.
Padahal Seharusnya aku yang lebih giat, berusaha agar cita-cita rumah tangga kita bisa terwujud.
"Oh ya! hari ini, ada meeting, nggak?" tanyaku mengalihkan pembicaraan, agar suasana kembali mencair.
Dali pun menjelaskan agendaku, yang harus aku isi hari ini. mulai bertemu klien, serta membahas perencanaan pembangunan, yang akan kita jalankan.
******
Pukul 17.00. akhirnya aku pun sampai di rumah, terdengar suara air yang gemericik dari kamar mandi, menandakan istriku sudah pulang duluan.
Tring! tring! tring!
Suara teleponku berbunyi, dengan cepat kuambil handphoneku dari saku celana, namun ketika hendak mengangkatnya. telepon itu mati Mungkin kehabisan baterai.
Dengan cepat aku kembali ke mobil ,untuk mengambil casanku. yang tertinggal. namun setelah dicek casan itu tidak ada di sana. Aku mengingat-ingat kembali di mana casan ku disimpan, ternyata casan itu tertinggal di kantor, setelah Tadi pagi aku memakainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments