Pov Arfan
Setelah mobilku keluar dari gerbang rumah Ibu, dengan cepat ku Arahkan kemudinya menuju arah rumahku.
Tring! Tring! Tring!
Suara handphone yang kusimpan di atas sistem audio mobil, berbunyi. aku ambil ponselku, untuk mengecek Siapa yang menghubungi.
"Halo! ada apa sayang?" Tanyaku sama orang yang ada di ujung sana.
"Kapan pulang, aku sudah masak nih?" ujar istriku yang terdengar sangat semangat.
"Ini sudah di jalan, kamu tunggu ya! kita makan malam bersama." ujarku tak mau membuat istriku merasa kecewa, meski Sebenarnya aku sudah kenyang, makan di rumah ibu.
"Hati-hati, di jalan. miss you! muaaaaaaach!" ucap istriku sambil menutup telepon.
Pandanganku terfokus kembali ke arah jalan. seperti biasa aku nyalakan lagu, untuk menemani perjalanan agar tidak merasa bosan. 15 menit berlalu, akhirnya aku sampai di depan pintu gerbang rumahku. terlihat Istriku yang berlari membukakan pintu gerbang. padahal sebenarnya aku sudah mau turun, untuk membukanya sendiri. namun melihat istriku sedang berjuang, untuk menyatukan kembali keluarga kita, aku pun membiarkannya.
Setelah mobilku terparkir dengan sempurna. Erni pun membukakan pintu untukku. lalu mengambil tas kerjaku, untuk dibawakan olehnya. Meski aku menolak dia tetap memaksa, begitulah Istriku yang selalu memperlakukanku dengan luar biasa. dia selalu bisa membuatku merasa sangat beruntung bisa memilikinya.
Aku dan istriku berjalan menuju ke dalam rumah. sambil bergandengan tangan, bersenda gurau seolah tadi siang tidak ada kejadian apa-apa. Seperti pasangan yang baru saja menikah.
"Kamu sudah mandi ya?" tanya istriku sambil menyimpan tas kerjaku di samping kursi meja makan. Karena meja makannya sudah dipenuhi dengan berbagai makanan kesukaanku.
"Sudah!" jawabku yang sedang mencuci tangan di wastafel.
"Pantas saja rambutmu masih terlihat basah, bajumu sudah ganti juga."
"Mantap! Siapa yang ulang tahu, nih!" ucapku basa-basi, sambil duduk di salah satu kursi.
"Mumpung tadi aku libur, Jadi aku bisa masakin kamu sebanyak ini!" ucap istriku sambil menata piring untuk makan.
"Terima kasih, ya!" ucapku mengulum senyum, sambil mengambil piring yang ada di hadapanku untuk diisi dengan nasi.
Namun dengan sigap Erni mengambil piringku, kemudian dia mengisinya dengan nasi. tak jauh beda, sikapnya yang mirip ibu, selalu memanjakanku sebisanya. Mereka selalu berusaha membahagiakanku.
"Makan yang banyak! biar nanti malam, usaha membuat Dedek bayinya kuat." ucap Erni sambil mengedipkan mata. Memberi tanda untuk memulai kembali usaha menghadirkan seorang bayi.
"Maksudnya?" tanyaku pura-pura bod0h, sambil menatap heran ke arah istriku.
"Mulai sekarang, kita harus berusaha lebih giat lagi. Agar momongan yang kita impikan, cepat hadir dalam keluarga kecil kita!" jawab Erni.
"Siap, bu Bos!" jawabku mengulum senyum, rasanya sangat bahagia ketika istriku siap untuk menjadi seorang ibu.
Akhirnya kita berdua pun melanjutkan makan malam. aku yang sudah makan di rumah ibu, tetap memaksakan agar nasi itu masuk ke mulut. menghargai istri yang sudah susah payah, membuat ini semua. rasanya sangat tega, ketika istri masak untuk suaminya, sedangkan suami enak-enak makan di luar rumah.
Selesai makan, seperti biasa sebagai rutinitas keluarga kecil kita. aku menemani istri menonton drama Korea, sebagai salah satu film favoritnya. karena dengan seperti ini, hubungan emosional akan semakin terjalin. bahkan tak sedikit masalah yang kita hadapi, bisa dipecahkan dengan duduk santai seperti sekarang.
"Yang" Panggil istriku, ketika film yang ditontonnya di Jeda oleh iklan.
"Kenapa?" aku bertanya, seperti biasa Erni yang menyandarkan kepalanya di Dadaku. AKu mengecup lembut ubun-ubunnya, sebagai bentuk rasa kasih sayangku terhadapnya.
"Kalau rumah kita sudah jadi, Terus siapa yang mau nempatin rumah ini?" tanya Erni
"Kamu betah ya, tinggal di sini?" aku balik bertanya.
"Bukan begitu! sayang aja, rumah sebagus ini harus kosong." jelas Erni.
"Iya juga sih, tapi mungkin nanti Ibu kontrakin sama orang." jawabku tanpa merubah pandangan, mataku terus terfokus ke arah layar yang menunjukkan iklan.
"Emang dulu. ibu, belum ngasih sepenuhnya rumah ini sama kita?" tanya istriku sambil memainkan jemarinya di atas Dadaku.
"Kita hanya menempati rumah ini, Lagian kita nggak butuh juga. kita hanya butuh untuk tempat tinggal sementara, sebelum rumah kita selesai dibangun." karena memang benar setelah kami menikah, Alhamdulillah rezeki datang begitu deras mengalir, mengguyur keluarga kecil kita. Sehingga aku dan istriku, bisa membuat rumah, sesuai desain yang kita impikan. bahkan sudah 3 tahun, rumah itu hanya baru selesai 85%-an. kira-kira 2 sampai 3 bulan lagi, baru bisa ditempati.
"Kirain, sudah? berarti, ibu belum memberikan apa-apa ya sama kita?" tanya Erni kembali.
"Maksudnya bagaimana?"
"Iya Ibu, belum ngasih harta kekayaannya buat kita?" Istriku memperjelas ucapannya.
"Buat apa, Lagian kita juga sudah berkecukupan, biarkan saja harta ibu tetap Milik ibu." Menurutku kalau kita tidak bisa mengasih kepada orang tua, Minimal kita jangan menjadi beban kehidupan mereka.
"Ya, ya. kalau punya kita, kan kita bisa mengurus rumah ini, jadi nantinya nggak akan terbengkalai." Erni beralasan.
"Maksudnya bagaimana, kamu masih betah tinggal di sini, apa bagaimana? padahal rumah baru kita, sebentar lagi pembangunannya akan selesai, rumah yang sesuai dengan impianmu, dan impianku juga.
"Nggak bukan begitu, ya kalau kita memiliki aset seperti ini. kita bisa tenang, kalau nanti kita punya anak."
"Ooooooh! kamu khawatir kita gak bisa memberikan kehidupan yang layak bagi anak kita?" Ujarku sambil mencubit gemas hidungnya
"Iyalah! Mungkin sebentar lagi, kita akan diberi momongan. makanya, insting seorang ibuku mulai tajam!" jawab Erni. yang berucap sambil terus mendekapkan kepalanya ke Dadaku.
"Emang uang yang selama ini aku berikan, kamu masih simpan kan?" aku bertanya memastikan. karena selama ini, hasil perusahaan selalu aku kasihkan sama istriku, karena dia adalah salah satu pemegang saham terbesar di kantorku. dia juga menduduki posisi penting, walaupun tak pernah kerja. Namun kantor selalu menggajinya. Itu belum termasuk uang gajiku yang dibagi dua dengannya.
"Ada, sih! tapi aku masih tetap khawatir saja, sayang!"
"Kamu tenang saja, kalau kita bangkrut. Ibu nggak akan tega membiarkan anak, menantu, dan cucunya menderita. harta Ibu sangat banyak, pasti semua itu akan diberikan sama orang yang berhak menerimanya. Namun untuk sekarang, biarkan beliau sendiri mengurus semua asetnya. Kita jangan ikut campur dengan urusannya." tenangku yang hanya anak satu-satunya, di keluargaku. pasti semua harta milik orang tuaku, akan jatuh ke tanganku. namun untuk sekarang aku tidak menginginkannya, karena aku masih mampu untuk mencukupi kebutuhan keluargaku.
"Amiiiiin! semoga saja begitu!" Ujar istriku sambil mempererat kembali pelukannya.
Jeda iklan pun selesai, film drama Asia mulai kembali, tak ada pembicaraan ketika film itu diputar di layar kaca. mata istriku terus menatap ke arah layar. aku yang sebenarnya kurang suka menonton televisi, namun aku tetap membahagiakannya dengan cara terus menemaninya. karena menurutku, dengan cara kecil inilah, yang membuat rumah tangga kita tetap utuh. buktinya aku yang tadi sudah emosi, sekarang sudah mulai reda. Tak mengungkit lagi kesalahan istriku.
****
Keesokan paginya, setelah aku berada di kantor. Dali pun cepat menghampiri, setelah aku menyuruhnya untuk menghadap.
"Bagaimana kelanjutannya tentang orang yang mau bekerja sama dengan kita?" aku bertanya sama asistenku.
"Deal Pak! bahkan hari ini mereka akan mentransfer sejumlah uang untuk akomodasi di perjalanan, sesuai yang telah kita sepakati. Namun Yang jadi permasalahan, Mereka bertanya Kapan kita bisa menyurvei tempat yang akan dijadikan wisata?" jelas Dali meminta pendapat.
"Kalau hari ini benar mereka menepati janjinya, kita langsung adakan meeting mendadak, untuk membahas Langkah apa yang harus kita lakukan selanjutnya!"
"Baik, siap pak!' jawab Dali menyanggupi.
Akhirnya kita pun terlarut dalam pembahasan pekerjaan lainnya, membahas tentang proyek-proyek yang sedang kita tangani, dan yang sudah. bahkan yang masih belum juga, tidak luput dari pembahasan kita.
Tring! tring! tring!
Tiba-tiba telepon Dali berbunyi, dengan cepat ia merogoh ponsel yang ada di saku kemejanya. lalu memperhatikan arah layar.
"Direktur keuangan, Pak!" ucap Dali sambil menunjukkan layar handphone.
"Angkat!" seruku.
Dali pun mengangkat teleponnya, mengikuti perintahku. tak lama setelah telepon terhubung. Dali meloud speaker panggilan itu, agar aku bisa mendengarnya.
"Maaf Pak! saya menelpon bapak ke nomor pribadi, soalnya Ketika saya menelepon ke ruangan bapak, tidak ada yang mengangkat!" jelas Suara seorang wanita di ujung sana.
"Iya, nggak apa-apa! Maaf ada apa ya, Bu?" tanya Dali sembari menautkan kedua alisnya.
"Saya cuma mau laporan. Orang yang kemarin, yang mau bekerja sama dengan kita, mereka sudah menepati janjinya!"
"Calon Customer yang dari luar daerah itu, ya?" tanya Dali memastikan.
"Ya, betul pak!"
"Ya sudah! terima kasih atas infonya." jawab Dali sambil menutup telepon itu.
"Bagaimana, Pak?" Dali bertanya, sambil mengarahkan tatapannya ke arahku.
"Ya sudah, nanti setelah makan siang, kita adakan meeting! untuk membahas Kapan kita berangkat kesana." saranku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments