Pov Arfan
"Serius kalau kamu sakit, kamu bilang ya! biar nanti aku suruh asistenku untuk mengantarmu ke rumah sakit!" ucapku yang merasa khawatir.
"Nggak sayang, ya sudah, Aku mau tidur dulu." Erni lagi-lagi membuatku merasa aneh, tak seperti biasanya, dia meminta tidur, apalagi film drama Koreanya belum selesai.
"Kok, sudah mau tidur? emang film favoritnya sudah selesai?" aku memastikan.
"Ya aku mau nonton lagi! nanti kalau sayang mau, bisa hubungi aku lagi!" jawab Erni yang sedikit tergagap, namun aku tidak memperpanjang prasangka burukku.
"Ya sudah, kamu baik-baik ya di rumah! Jangan lupa, Sebelum tidur, cek kembali semua pintu rumah!" pintaku sebelum mengakhiri panggilan.
"Kamu juga baik-baik di sana! semoga semua usahamu dilancarkan oleh Tuhan." jelas istriku, sambil engarahkan telunjuknya mendekati layar handphone untuk memutus sambungan video itu.
Setelah selesai Menelpon istriku, aku menarik nafas pelan, lalu menghembuskan dengan pelan, membuang semua prasangka buruk yang hinggap memenuhi pikiran.
Aku menyimpan handphoneku, di atas nakas hotel. kemudian membaringkan tubuh, untuk mengistirahatkan pikiranku, agar esok hari ketika aku bekerja, otakku bisa kembali press.
Perlahan aku mencoba memejamkan mata, menghilangkan semua persangka buruk terhadap istriku. namun pikiranku yang kemana-mana, sehingga membuat mataku tidak mau tertutup. Aku merasa gelisah, ingat terus sama Istriku yang ada di rumah. gelisah yang tidak bisa aku jelaskan apa penyebabnya. jantungku terasa berdegup dengan kencang, seperti menandakan ada sesuatu yang akan terjadi menimpaku.
"Apa jangan-jangan! aku nggak bisa tidur, karena aku jauh dari istriku. Iya mungkin aku kangen." gumamku dalam hati sambil bangkit dari ranjanggu mendudukan tubuhku di tepinya.
Aku ambil kembali handphoneku, untuk mengecek Siapa tahu saja Erni belum tertidur, dan aku bisa mengajaknya untuk mengobrol. namun sayang ketika melihat Kapan terakhir dia aktif. aku hanya menarik napas, karena setelah tadi aku menelepon Erni, aplikasi pesannya tidak terlihat taktif lagi. mungkin Setelah dia menonton acara kesukaannya, dia langsung terlelap, tidur. menikmati malamnya. berbeda dengan aku yang tidak bisa tidur, karena terus memikirkannya.
Pukul 23.00, aku masih merasa gelisah, tanpa tahu yang mengganggu pikiranku. sehingga beberapa kali aku memejamkan mata, namun usahaku semuanya sia-sia. mata itu terus terjaga, tidak mengikuti perintah tubuhku yang merasa lelah, sehabis Perjalanan yang sangat jauh. Aku ambil handphone-ku lalu memasukkannya ke dalam saku celana. Berniat untuk mencari angin, Siapa tahu saja masih ada Warkop atau Coffee Shop yang masih buka. Setelah memakai jaket, aku berjalan menuju arah pintu, menyusuri koridor hotel, untuk mengecek restoran hotel yang lebih mirip kantin, memastikan masih buka atau sudah tutul.
Sesampainya di kantin hotel, aku Beruntung banget Ternyata masih ada yang buka, atau memang mereka berjualan 24 jam. aku mencari tempat duduk yang jauh dari orang orang. meski kantin itu terlihat sangat sepi, namun masih ada beberapa orang yang masih mengobrol, sambil ditemani segelas kopi. Karena mungkin sebagian besar dari para pengunjung hotel ini, mereka sudah mulai masuk, untuk beristirahat. mengumpulkan kembali tenaga, sebelum melakukan aktivitas Keesokan paginya.
Tak selang berapa lama, setelah aku duduk, ada seorang wanita menghampiri. kemudian ia menyerahkan daftar menu yang ada di restoran hotel ini. wanita yang lumayan cantik natural, dengan rambut sebahu. memakai seragam pelayan Resto.
Setelah memberikan daftar menu, dia pun kembali ke tempat duduknya. meninggalkanku, yang sedang memperhatikan semua menu dengan teliti, memilih minuman apa yang cocok, untuk menemani malam yang mulai terasa dingin ini. setelah aku yakin dengan Pilihanku, aku mengambil bolpen dan kertas kecil untuk menuliskan pilihanku. aku hanya memilih kopi, dengan pisang goreng, sebagai formalitas, agar aku tak diusir ketika ikut nongkrong di sini.
Aku memanggil kembali pelayan yang tadi, memberikan daftar menu kembali. kemudian menyerahkan nota kecil itu, namun aku merasa kaget, ketika aku menyerahkan nota itu. dia bukan mengambil langsung kertasnya, tapi dia mengusap lembut tanganku. membuat mataku terbelalak, tak menyangka akan mendapat perlakuan yang seperti itu. namun wanita itu hanya tersenyum genit, sambil mengedipkan mata. kemudian dia berlalu pergi untuk membuat pesananku.
Aku perhatikan area sekeliling yang nampak sepi, hanya beberapa orang yang masih duduk santai mengobrol sama teman-temannya. di sini, hanya aku sendiri yang tidak mempunyai teman, aku terus memperhatikan ke arah orang-orang yang berkumpul, mencari Siapa tahu saja ada anak buahku, yang sedang sendiri atau mengumpul. biar aku bisa ikut gabung dengan mereka. Namun sayang tak satupun yang nampak, mungkin mereka sudah pada tidur, karena merasa lelah setelah seharian di perjalanan.
"Nyari siapa, Kak? Aku di sini!" Ketika aku masih celingukkan. tiba-tiba ada suara yang mengagetkanku, kemudian memalingkan wajah ke arah datangnya suara. terlihat wanita tadi sudah berdiri, sambil membawa pesananku, senyum manis menghiasi wajah ovalnya.
Aku hanya mengangkat sudut bibirku sedikit, untuk membalas senyumnya. tidak menjawab godaannya, karena wanita di luar sana, tidak semenarik Istriku yang ada di rumah.
"Kopinya, Kak!" ucap wanita itu sambil menaruh gelas di atas mejaku.
"Terima kasih, Kak?" ucapku sambil menundukkan mata, tak berani memandang wanita cantik yang ada di hadapanku.
"Panggil Vina saja, Kak! jangan panggil kakak! kayaknya umur kita beda jauh deh." jawab Vina.
"Terima kasih Vina!" aku mengulang ucapan.
"Sama-sama, kak!" ujar Vina tersenyum, dia menatap ke arahku dengan posisi masih berdiri, belum Beranjak Pergi Meninggalkanku.
"Totalnya jadi berapa?" aku bertanya karena merasa risih, di tungguin seperti ini. mungkin di kafe sini, harus membayar terlebih dahulu, sehingga Vina Masih Berdiri, Menunggu pembayaran.
"Bayarnya Nanti saja Kak! Siapa tahu saja Kakak mau nambah dengan makanan lainya." tolak Vina sambil tetap mengulum senyum.
"Nggak, terima kasih! Nanti kalau mau, saya panggil Vina lagi." Tolakku ramah, aku yang dari luar kota tidak tahu seperti apa cara bertamu di sini. Aku sangat hati-hati ketika berbicara dengannya.
"Butuh teman ngobrol?" Vina menawarkan yang tidak ada dalam menu restoran hotel.
Aku hanya menggelengkan kepala, sambil tersenyum. kemudian mengambil kopi yang terlihat masih mengepul, lalu menyeruputnya dengan cuek, tidak memperdulikan wanita yang masih berdiri di hadapanku. beruntung ada seseorang yang masuk ke kantin Cafe Hotel itu, sehingga dengan cepat Vina menghampiri orang yang baru datang, untuk menawarkan semua menu yang ada di cafe hotel ini.
Aku menarik nafas lega, rasanya seperti terbebas dari kejaran harimau buas, yang akan menerkam ku. aku bukan orang yang munafik dan tidak tertarik dengan Vina. namun aku mempunyai istri yang begitu baik, cantik dan pengertian. sehingga tidak ada yang lebih menarik selain istriku.
Aku mengambil ponsel lalu melihat-lihat isinya, membuka aplikasi media sosial, untuk menemani rasa jenuhku yang tidak bisa tidur. padahal harusnya aku sudah terlelap, menikmati mimpi-mimpi indah bersama istriku. Namun rasa kantuk itu seakan hilang dari tubuhku, sehingga tidak sedikitpun rasa kantuk yang hinggap dalam jiwaku. Beruntung hotel ini memiliki kantin restoran yang buka 24 jam. sehingga aku tidak terlalu kesepian, meski hanya duduk termenung sendiri.
"Kakak Bukan orang sini, ya?" tanya seseorang yang berada di hadapanku, dengan malas kualikan pandanganku dari layar ponsel, ke arah datangnya suara.
"Iya!" jawabku sambil meletakkan ponselku di atas meja, karena menurutku, tidak sopan ketika berbicara dengan memegangi ponsel.
Vina semakin berani dia yang tadinya berdiri, sekarang duduk di kursi yang berada di hadapanku, mau marah dan mengusir dirinya rasanya tak kuasa. aku hanya tersenyum kecut menatap ke arahnya.
"Pantes Aku baru lihat, Kakak ngopi di sini!" ujar Vina yang tak melepaskan senyum di bibirnya, memperlihatkan Barisan rapih gigi putihnya.
Aku hanya membalas senyum, dengan senyum dan senyum, seperti orang yang kurang sesendok, tidak menanggapi perkataannya. kemudian aku mengambil Kopiku kembali, menyeruputnya meski tidak sepanas tadi.
"Kakak dari kota mana?" Tanya Vina setelah tidak mendapat jawaban dariku.
"Ibukota, Vin!" jawabku singkat, rasanya ingin cepat pergi, namun sayang kopiku masih belum habis.
"Pantes! gagah dan keren!" Terlihat wajahnya menunjukkan kekaguman.
Aku lebih banyak diam, tak selalu merespon pertanyaan-pertanyaan wanita yang duduk di hadapanku. karena menurutku Perselingkuhan itu awalnya, dilakukan dengan obrolan nyaman, lambat laun akan menjadi sebuah hubungan yang terlarang. Aku tidak munafik memang vina sangatlah cantik. namun komitmenku sangat kuat, karena seorang laki-laki yang dipegang itu adalah janjinya. Begitulah yang selalu diajarkan oleh almarhum Bapak, ketika beliau masih hidup.
"Totalnya jadi berapa, vin?" aku bertanya untuk mengakhiri pembicaraan yang sia-sia itu.
"Rp 25.000 saja, kak! Emang kakak mau ke mana?" jawab Vina sambil bertanya kembali.
"Kurang tahu, perutku rasanya mules vin, mungkin salah makan!" jawabku berbohong, sambil memegang perut agar aktingku terlihat natural. kemudian mengeluarkan uang pecahan Rp100.000 selembar.
"Tunggu ya. aku ambil kembaliannya!" ujar Vina sambil berdiri.
"Nggak usah, vin! itu buat kamu saja. terima kasih Sudah menemani ngobrol!" ujarku basa-basi. sebenarnya aku lebih suka sendiri daripada ditemenin ngobrol seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Jasreena
kan org kaya pasang CCTV dong d rumah
2023-08-01
0
May Dery
bagus
2022-10-07
0