Pov Arfan
"Tolong sekarang kamu cerita! Kenapa kamu melakukan suntik KB?" Tanyaku sama Erni yang sudah terlihat tenang, dia sudah tidak menangis lagi seperti tadi.
"Maafkan Aku! Aku bukan tidak mau mempunyai anak, namun aku ingin fokus terlebih dahulu dengan pekerjaan. Aku ingin menikmati masa mudaku, tanpa dibebani dengan hadirnya seorang anak, sekali lagi aku minta maaf!" Jawab Erni jujur, sambil menundukkan pandangan.
"Kenapa? apa kurang? dengan apa yang kuberikan kepadamu? sehingga kamu beranggapan pekerjaan, lebih penting daripada hadirnya seorang anak?" Tanyaku yang kembali terpancing oleh ucapannya, karena hanya orang bod0h yang lebih mementingkan harta daripada seorang keturunan.
"Bukan begitu! Apa, aku salah? aku menginginkan kebebasan, menikmati kehidupanku yang sekarang aku lagi senang bekerja, karena kamu tahu kan dari dulu Aku menginginkan pekerjaan itu, Di mana aku bisa berjuang sendiri, tanpa ada campur tangan kamu. Aku ingin Mandiri, tidak mau bergantung hidup sama suami. jadi tolong Mengertilah aku!" Jelas Erni
"Ya Tuhan! kok kamu bilang seperti itu? padahal setelah kamu mempunyai anak, kamu bisa bekerja kembali. kamu benar-benar tega banget, tega menghancurkan semua harapanku!" ujarku sambil menggeleng-geleng kepala, seolah tidak percaya, ada orang yang menunda kehamilan demi giat bekerja.
"Semua telah Aku Berikan untukmu, dan keluargamu. aku selalu sabar menghadapi sikap ibumu, aku selalu ikhlas melayanimu. jadi tolong jangan melimpahkan semua kesalahan, kepadaku. untuk hari ini! aku mohon sekarang kamu yang mengerti aku!" jawab Erni sembari kembali mengangkat pandangan menatap ke arahku.
"Terus kenapa dulu kamu mau menikah denganku? kalau sekarang kamu menolak untuk mempunyai anak? Pasti dulu kamu tahu kan tujuannya menikah itu untuk apa?" aku bertanya sambil menahan napas yang sedikit memburu, mengontrol emosiku yang kembali memuncak. pantas saja, selama ini, dia tidak pernah tersinggung oleh perkataan Ibu. karena memang benar dia ingin menunda kehamilannya.
Ditanya seperti itu, Erni hanya diam, tak memberikan respon apapun. Erni acuh seolah tidak memperdulikan pertanyaanku, Membuat emosiku semakin naik ke ubun-ubun. Bagaimana tidak emosi ketika kita berbicara serius, tapi tidak ditanggapi.
"Jawaaaaaaaab!" Bentakku
"Apa sih! ngomongnya jangan keras-keras, gua nggak tuli! Terus sekarang Mau kamu apa?" Tanya Erni yang semakin tenang.
"Toloooooong! tolong jangan menunda kehamilanmu lagi, aku sudah tidak sabar menimbang seorang anak." pintaku merapatkan kedua tangan di dada, tak terasa butiran bening mengalir lagi di pipiku, menunjukkan bahwa ini adalah keinginan Terdalam dari hidupku.
Erni hanya terdiam, tidak memberikan respon sedikitpun. dia kembali menundukkan pandangan, seolah Terlihat dia Lagi berpikir, mempertimbangkan permohonanku.
"Tolong kamu kasih aku seorang anak, setelah itu aku tidak akan menuntutmu lagi. Kecuali Kamu sendiri yang menginginkannya." aku memberikan keringanan terhadapnya, agar dia tidak harus berpikir terlalu lama.
"Oke! kalau itu mau kamu, tapi aku tidak janji, aku bisa mengurus anak kita! Aku belum siap ke mana-mana dengan menenteng seorang bayi." jawab Erni sembari menarik napas berat, seolah tidak rela ketika rahimnya diisi oleh seorang bayi.
"Nggak apa-apa! Kalau kamu tidak bisa mengurus! aku yakin aku bisa mengurusnya sendiri. " jawabku yang tidak habis pikir, dengan ucapan wanita yang ada di hadapanku. Namun aku memilih diam tidak memperpanjang pembahasan, mendengar kesediaannya memiliki seorang anak. itu sudah membuatku sedikit terobati.
"Nanti bulan ketiga, Aku tidak akan suntik KB. Lagi, jadi 4 bulan lagi kita bisa promil!" saran istriku.
"Serius?" Tanyaku memastikan.
"Aku tidak pernah berbohong dengan perkataanku, namun seperti tadi yang aku bilang aku tidak bisa berjanji, bisa merawat anak kita dengan penuh kasih sayang." jelas Erni.
"Terima kasih, ya!" ucapku singkat. rasa kecewa atas penuturan istriku.
"Aku yang seharusnya mengucapkan terima kasih, karena kamu adalah suami terbaikku, suami yang penuh pengertian dan perhatian!" ujar Erni mengulum senyum di bibir indahnya, namun sayang, senyuman itu tak seindah hari kemarin.
"Maafkan Aku, juga! karena mungkin perkataanku barusan ada yang menyakitimu." aku berkata seperti orang bijak, yang sedang mendinginkan suasana Rumah tanggannya. Menyembunyikan rasa pilu yang begitu nyeri di dalam dada.
"Aku juga minta maaf! terima kasih sudah mengerti dengan kondisiku sekarang." jawabannya sambil memeluk manja.
"Aku mohon, jangan ceritakan semua kejadian ini, kepada ibu. cukup kita berdua saja yang tahu, dan aku harap kamu bisa menepati janjimu!" ujarku sambil membalas pelukannya, meski tak sehangat pelukan yang kemarin.
Kita berpelukan dengan waktu yang agak lama, membuat Amarah yang sudah memuncak, perlahan menurun. Aku sedikit merasa ada ketenangan ketika aku berpelukan dengan istriku. padahal harusnya aku marah lebih dari itu, mungkin menyakiti fisiknya juga, akan dibenarkan. karena kesalahan Istriku yang benar-benar fatal. Namun aku tidak melakukan hal itu, karena menurutku. kalau istri sudah tidak mau di atur, aku lebih memilih memulangkan kepada orang tuanya, daripada harus menyakiti fisiknya. Seperti yang sempat dituduhkan oleh Erni, untuk memperlancar keinginannya, ketika melakukan suntik KB.
"Mulai sekarang kita harus lebih giat berusaha, agar anak yang kamu inginkan, bisa hadir dengan cepat." Ujar Erni sambil melepaskan pelukannya.
"Amiiin!" Jawabku walaupun perkataan istriku agak ambigu.
Setelah selesai melakukan perdebatan, aku dan istriku kemudian membersihkan tubuh dari keringat yang keluar karena menahan emosi. setelah mandi kita berdua menikmati makan siang, yang tadi aku pesan lewat aplikasi online.
Pukul 12.30. aku berangkat kembali ke kantor yang tadi belum sempat ke sana. meninggalkan istriku, yang mengaku menjadi tidak enak badan. aku membiarkan dia beristirahat. Kalaupun dia dipecat dari tempat kerjanya, aku masih sanggup menafkahinya.
Sesampainya di kantor. aku memanggil Dali untuk segera menghadap ke ruanganku. Untung saja tadi pagi aku tidak ada jadwal bertemu klien, sehingga kejadian di rumahku, tidak mengganggu pekerjaan.
"Tolong beritahu apa saja yang harus saya kerjakan hari ini?" aku bertanya sama asistenku, setelah kita berdua berada di ruangan yang sama.
"Hari ini tidak ada pekerjaan, Pak! namun ada beberapa berkas yang harus Bapak tanda tangani!" jawab asistenku memberitahu. Dali menyerahkan beberapa Map ke hadapanku.
"Ada laporan apa lagi hari ini?" aku bertanya kembali
"Ada seorang customer dari luar kota, Mereka menginginkan kita menangani mega proyek, untuk pembuatan tempat wisata!" Dali menjelaskan.
"Sudah di kroscek, Siapa orang yang meminta jasa kita?" aku selalu selektif dalam menentukan setiap pekerjaan yang akan aku ambil.
"Sudah Pak! memang orangnya sangat terkenal di daerahnya. Beliau adalah salah satu orang terkaya di kotanya. bahkan kita juga sudah mengecek semua aset yang beliau punya. Kami tidak menemukan ada kejanggalan dalam setiap proyek yang ia buat." jawab Dali yang mengerti arah pembicaraanku ke mana.
"Pemerintah apa swasta?"
"Swasta, Pak! Namun kita nggak usah takut, karena ketika kita bersedia. mereka akan menanggung semua kebutuhan kita untuk bertemu, membahas kelanjutannya proyek ini." jelas Dali.
"Ya sudah, kamu Atur jadwal! agar kita bisa bertemu dengannya. sambil terus kroscek calon customer kita, Aku tidak mau suatu saat ada kendala yang merugikan kedua belah pihak." Pintaku sama asisten.
"Baik, Pak!" jawab dali.
"Ya sudah! kalau begitu, kamu bisa melanjutkan kembali pekerjaanmu!" usirku yang tidak mau diganggu.
Dali pun mengangguk, lalu berpamitan menuju kembali ke ruangan kerjanya. sepeninggal Dali, aku Sadarkan tubuhku ke kursi. mengingat kembali apa yang baru saja terjadi di dalam Rumah tanggaku.
Walau sebenarnya aku masih belum yakin dengan apa yang baru saja aku alami. rasanya seperti mimpi, ketika orang yang selalu aku sayangi dan aku banggakan. dia berbuat tega melakukan suntik KB untuk menunda kehamilannya.
Lama termenung. perlahan Aku mulai membuka berkas-berkas yang diberikan oleh dali, mulai mempelajari sebelum aku menandatanganinya.
Hanyut dalam pekerjaan membuatku sedikit melupakan kejadian yang begitu pahit, dalam hidupku. sehingga tak terasa waktu pulang jam kantor pun tiba.
Sebelum pulang, aku mengabari istriku. karena aku pulang Agak terlambat, Soalnya Ibu ingin bertemu, Ada hal penting yang ingin beliau sampaikan. Karena ketika tadi aku lagi bekerja, Ibu sempat mengabariku beliau ingin bertemu.
Istriku tidak keberatan, namun ia berpesan. agar pulangnya tidak terlalu larut. karena dia merasa takut kalau harus sendirian di rumah sebesar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Linda Chanell
lanjut thooor up
2022-08-01
0