Autobiografi SMA (Hero Generation)

Autobiografi SMA (Hero Generation)

PROLOG.

⚠PERHATIAN!⚠

BILA ADA KESAMAAN NAMA, KARAKTER, TEMPAT, DAN CERITA, ITU HANYA KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN. TIDAK PLAGIAT DAN TIDAK UNTUK DIPLAGIAT.

SELAMAT MEMBACA ...

Laisa sendirian dalam hidupnya

Bahkan saat kuberikan segelas air dia merasa selalu sendiri

Aku ingin mengajak Laisa hanya untuk berbincang

Tentang sanjungan atau hinaan ...

     Meski kuburuk rupa, aku masih hafal mana gadis cantik

     Atau menerka langit bahwa Laisa sendirian

     Biar ku tangkap butiran hujan atau duduk memegang batu

     Asal kau mau tetap bersamaku

     Hidup dalam komitmen sampai mati itu kita rasa ...

         Di kota Artana yang terselimuti langit biru karena terik menyengat, hingga awan-awan terasa memudar terbakar cerahnya siang ini, meski anehnya, udara membelai begitu sejuk, ada pria muda, yang terbilang sangat muda, terpaku sendirian di atas jembatan kayu merah, tetapi rintihan pola pikirnya mengalun dalam otak dinginnya, bagaimana caranya mengurangi obsesi bunuh diri anak muda? Ya, itulah topik dalam alunan pikirannya, atau bahkan, untuk sekepal perasaan bimbangnya yang kini mendekap dadanya, apakah bisa dia terus bertahan demi membentuk harapan cerah generasi selanjutnya? Ya, itulah citra dari hatinya yang bimbang.

Kehormatan! Dia pernah menikmatinya, semasa SMA dulu adalah puncak kehormatannya, tapi tunggu, waktu demi waktu yang kini terenggut, tak menghilangkan esensi kehormatan itu, gelar dan fiil, itu yang menjadi alasan dia dihormati, ketua kelas itulah gelarnya, untuk hari ini, esensi kehormatan itu belum luntur, bahkan, tak rela untuk dipudarkan.

Bukan itu saja, wajah karismatiknya semakin hari semakin cemerlang, hanya saja, saat ini, ada alasan kuat mengapa tubuh tegapnya, rela memakukan diri sendirian, di sini, tepatnya di jembatan penyeberangan antara desa Entesa, dengan kompleks Hanataba, berdiri di depan langkan jembatan, matanya yang hitam legam tak jenuhnya memandangi anak-anak muda yang tengah asyik berenang-renang di sungai, itu berada di bawah jembatan.

Atas alasan itulah, kepalanya yang dingin, kini justru teringat pada teman-teman SMA-nya, tetapi bukan itu bagian yang terpenting, justru, sepenggal kalimat yang dulu temannya katakan, adalah topik utama yang masih terpatri jelas dalam pikirannya, menelusuk kenangannya, seakan ingin diperhatikan.

“Kalian ... hanyalah teman sepintas, jika nanti kita lulus, semuanya sibuk dengan kehidupan masing-masing, tak peduli lagi pada teman sekelasnya, saat kita berkumpul dalam acara yang disebut reuni, kalian akan menertawakan teman kalian yang tengah terpuruk tanpa mementingkan perasaannya.”

Demikian kalimat yang terlontar dari mendiang seorang teman yang bernama Fihan, dan kini, kalimat itu menjadi cambukan jiwanya untuk dapat terus peduli pada keadaan kawan-kawannya, jauh memang mereka hidup, hanya saja, hal itu tak menghalangi kepeduliannya.

Seminggu sekali, atau bahkan sebulan sekali, dia akan menelusuk kontak ponselnya demi mendapat sekilas info, tentang kondisi kawan-kawannya, hal itu wajib diketahuinya, atau bahkan bila tidak, dia memaksakan tubuh tegapnya untuk bersua pada kawan-kawannya, dan itu, hanya sekadar mengetahui kondisi teman-temannya, jadi, tak ada kata nanti untuk mengetahuinya. 

Lima anak muda yang berenang penuh ceria, terus menjadi objek santapan netra hitam Farka, menyenangkan! Itu yang pastinya anak-anak muda itu rasakan, dan untuk perasaan Farka, sekali lagi, bimbang adalah perasaannya!

Tentunya, bimbang itulah yang membawanya kemari, menunggu seorang ayah, demi melaksanakan proyek besar, sejarah, memang itu topik yang akan dibuatnya, tetapi, melihat anak-anak muda itu berenang hingga tertawa lepas, seakan putaran dunia hanyalah lelucon belaka, membuatnya berkontemplasi, apakah masih ada anak muda yang bisa menikmati mudanya? Atau kehidupan telah menyaput masa mudanya.

Penting atau tidak, tentu sangat penting, kota Artana ini, memiliki kasus bunuh diri yang layak disebut banyak, terbilang dalam setiap bulannya selalu saja ada satu atau dua manusia yang membunuh dirinya sendiri, alasannya simple namun taksa, yaitu karena beban hidup.

Manusia yang bunuh diri notabene dari kalangan pelajar, pastinya, tekanan hidup, adalah dorongan kuat, agar kematian menjadi jalan terakhir untuk diambil, masyarakat tidak bodoh, tapi siapa yang tahu, bahwa mental manusia lebih lembut ketimbang belayan sang ibu. Farka hadir di jembatan ini, demi mengawali pelajaran apa saja yang dimiliki para pelaku bunuh diri, tepatnya pengalaman apa dan perasaan apa yang mereka punya, hingga rela menghabisi nyawa mereka sendiri.

Dan SMA Lily Kasih, menjadi langkah awal, demi menunjukkan pengalaman-pengalaman murid-muridnya yang unik, dia alumni SMA Lily Kasih, lebih dari itu, Farka serta kawan-kawannya telah mencatatkan sejarahnya, dalam bentuk buku yang disebut autobiografi, kendati begitu, masih belum cukup untuk catatan sejarah terbaik, memang telah banyak buku yang dibuat, bahkan seluruhnya memiliki kisah yang penting untuk diambil tamsil bagi kehidupan ini, hanya saja, kesempurnaan itu yang dicita-cita.

Berbarengan dengan kebimbangannya, udara membelai kulit putih bersihnya, terasa sejuk, bahkan terik tak begitu menyengat kulit, segar itulah yang menyeruak di jembatan merah ini, perbatasan kota dan desa, pemandangan lumayan bagus, meski tak sebagus lukisan alam persawahan, itu pikirnya.

Maka akan jadi apa, kalau-kalau kota Artana ini memiliki generasi muda yang mentalnya terasa rapuh, pentingnya adalah membuat solusi agar tak menjadi kematian sia-sia.

Di depan langkan jembatan, pria muda berjas itu masih menikmati kesendiriannya, sejarah, itulah yang kemudian berkelumit dalam otaknya, sembilan belas tahun adalah waktu hidupnya yang kini telah dilalui.

Bersamaan dengan itu, sang ayah tiri, pada waktu pecahnya lamunan Farka, datang menghampirinya, pria dewasa, hanya saja penampakkannya memang terbilang culun, kacamata serta rambut klimis yang tersisir rapi ke kanan, dua faktor itu yang menegaskan, betapa culunnya dia, atau mungkin auranya yang memang memancarkan kesan culun, kendati begitu, dia seorang guru, Sukada, adalah namanya sejak dulu hingga kini.

Buku tulis yang dibawanya, adalah objek yang akan dipaparkannya.

“Farka, murid baru itu seorang gadis, dan kehidupannya sangat unik, bahkan ayah yakin, dialah orang yang tepat.” Tutur Sukada membeberkan informasi penting dan ini harus ditanggapi serius.

Bukan hanya info yang dipaparkannya, potret sang gadis yang terpampang di ponsel pintarnya pun memperkuat kebenaran kalimat sang ayah, jelas, netra hitam Farka, langsung terfokus pada potret itu, kulit senantan, wajah manis berkarismatik, rambut krem agak keriting, tiga ciri rupa sang gadis, itulah yang paling melekat pada ingatan Farka.

Ada satu lagi yang menambah fakta dari ciri atau karakter sang gadis, tepat di buku tulis yang dibawa Sukada, sebuah karangan cerita telah termaktub di bukunya, buku tulis bersampul merah.

Aku Laisa, dia membawaku, berlari ceria meski malam ini dingin menyengat, aku tertawa mencengkram jemari tangannya erat, dia terus membawaku, bahkan dia tertawa bersamaku.

“Senyur, siapakah yang bersama Anda?”

Pria tua, ya, langit tak setua dia, hanya saja keadaan rambut ubannya dan keriput pengalaman hidupnya mencerminkan hidup yang panjang telah dilaluinya, asisten sang senyur. 

“Laisa! Laisa! Dia gadisku!”

Ya senyur muda ini menjawabnya dengan bangga, apakah aku tetap bisa berlari hingga terbit mentari? Berlari berdua bersama laki-laki ini, dunia ini memang bukan milik kami, kami bahkan baru menyadari fakta itu saat kami berlari di sini, di atas rerumputan merah.

“Aku tak mau mati, tak mau jika janji manis hanyalah demi menyenangkan aku sejenak.“

Itu aku yang bicara, gadis yang dibawa lari oleh senyur muda, mengelilingi rumah megah yang nyaris bagaikan istana, oh, bukan, ini nyaris bagaikan mengelilingi dunia.

”Tapi, jika kita hidup abadi, ku rasa kau akan jenuh padaku.“

Senyur muda meragukan perasaanku, namun dia masih membawaku berlari.

”Tidak! Tidak, kita sudah kelilingi dunia, itu menunjukkan aku ingin bersamamu meski dunia yang kita kelilingi hanyalah rumahmu, bahkan, jika aku bosan, aku tahu caranya jatuh cinta kembali.“ 

Segenap perasaanku adalah untuknya, terlalu rela membiarkan hidupku bersamanya, namun memang aku ingin bersamanya bahkan untuk selamanya, berlebihan, memang, tetapi, kadang kenyataan memang berlebih-lebihan. 

Janji itu terikrar sudah kala pernikahan menjadi simbol komitmen, simbol keabadian dan untuk itu, aku syukuri.

Hidup itu bersamanya, membentuk relasi antara pentingnya menjalani komitmen, aku dan suamiku saling percaya, hanya percikan keegoisan yang memicu amarah, tapi jatuh cinta lagi, pasti kami lakukan, itu hal yang mudah, cukup memaafkan seluruh keegoisan, atau senyuman menjadi jalan untuk jatuh cinta kembali.

Kami menjalani rumah tangga bagaikan pertemanan, keluarga, pastinya sepasang pasutri, kadang tertawa saat saling berguyon, bahkan marah saat guyonan itu tak dapat diterima, sekali lagi aku tegaskan, kami bisa jatuh cinta lagi, lelah atau pun tidak, bukan menjadi halangan untuk menikmati perasaan unik itu.

Aku dimanja suamiku, konyolnya, dia pun senang memanjakanku, apakah salah menjadi istimewa demi kebahagiaan? Aku bahkan bertanya pada diriku sendiri. Atau ingin dicintai oleh manusia sempurna? Aku bahkan selalu berharap untuk itu.

Tapi kadang juga marah, saat laki-lakiku jalan bersama wanita lain, atau bahkan cemburu, dengan alasan janggal, dia punya nomor kontak wanita lain, itu tanpa sepengetahuanku, aku marah, dan cemburu, logisnya aku bodoh, hanya saja, kadang cinta membuatku jauh lebih bodoh.

Untuk kecemburuan suamiku, dia akan bertanya, sampai mata biruku, tak mampu mengelak dari tatapan mata hitamnya, akan hal itu, aku selalu jujur, bahwa, aku punya teman laki-laki, bahkan temanku itu tampan, bukan itu saja, ada sahabat laki-laki yang aku sayangi, sekiranya perlu agar aku mencintai sahabatku, maka aku akan mencintainya, hanya saja, cinta pada sahabat priaku, atau menyayangi teman-temanku tidak seidentik seperti mencintai dan menyayangi suamiku, syukur dan wajib aku syukuri, suamiku bijak dalam menyikapinya, dia menerima segala bagian hidupku, seluruhnya, tanpa terkecuali, tanpa intervensi dari siapapun. 

Sekali lagi aku tegaskan! Kami bisa jatuh cinta berkali-kali, sekiranya perlu untuk membenci, maka kami hanya membenci setiap perilaku buruk dan kotor, dengan begitu, komitmen sepasang suami istri tetap utuh.

Ya! Aku membuat wanita lain cemburu! Bahkan bila perlu, aku buat dunia cemburu! Bahwa kenyataannya, aku punya laki-laki sempurna yang hidup demi diriku! Suami bijaksana yang didambakan oleh setiap gadis di muka bumi ini, cukup bagiku melihat gadis-gadis itu berharap memiliki suami sepertiku, aku sudah senang.

Teman-temanku sudah menyadari kehidupanku, apa yang mereka katakan, meski perasangka yang mereka lakukan, pada dasarnya, mereka tak peduli, sebatas kosa kata yang tak perlu aku ambil hati, sebab begitulah anak muda jiwanya.

Guru-guru di sekolah tak melarang muridnya untuk menikah, poin penting, itulah yang dilihat, bahwa, aku tak boleh punya anak, dan sekolah tetap menjadi fokus utama sebagai anak muda yang beranjak dewasa.

Puisi, sahabatku membenci puisi, hingga terbilang amat membencinya, akan hal demikian, kami tetaplah sahabat, tak ada yang lain, selain saling percaya sebagai sahabat adalah jalan terbaik agar dapat menerima segala bentuk kesempurnaan kami.

Anka, ya, itulah nama sang sahabatku, dia bagaikan madu dalam sarang lebah, atau awan dalam hujan deras, tanpanya, aku hanyalah simbol dusta, tak berarti apapun, kecuali untuk kesenangan semata.

Di bawah atap sekolah, kami tertawa, akan hal menggelikan, tentang kehidupan yang kadang lucu jika tak dianggap serius.

Lalu suamiku, aku percaya padanya yang juga dia percaya padaku, keharmonisan pun terbentuk dalam ruang tanpa batas, maka jarak, tak memudarkan kepercayaan kami.

Ya, dia memang bukan bagian dari jiwaku, meski demikian, dia bagaikan nyawa keduaku, tak perlu anak, kami masih cinta untuk berdua.

”Karangan cerita itu sebagian besar adalah kehidupan pribadinya, sisanya hanyalah imajiner.“ Ungkap Sukada layaknya membeberkan rahasia penting negara.

”Nilainya sepuluh ya?“ Heran Farka dengan nada menyindir.

”Ya ... Guru Ganza yang memberinya nilai, bahkan, nol adalah nilai yang tadinya ingin Guru Ganza tulis, karena perintah awalnya membuat cerpen, bukan malah buat karangan bebas.“ Bela Sukada, kembali membeberkan info penting, dan itu wajib dianggap fakta!

”Hem ... setidaknya, dia lebih baik daripada aku.“ Farka merendah diri, bertujuan memperkuat harapan cerah yang dimiliki sang gadis.

”Temuilah nanti, Laisa namanya, dia gadis yang bangga karena dijodohkan, sering mabal, dan merasa hidupnya sempurna, bahkan untuk itu, kamu harus bersabar bila dia menolaknya, berikan waktu, bila itu perlu.“ Saran Sukada dengan serius dan cukup membuat Farka mengangguk-angguk menerima dengan baik saran sang ayah tiri.

“Dan ingat ini! Tidak ada keberpihakan pada siapapun, tidak pada agama, tidak pada budaya, tidak pada kebebasan, tidak pada suatu ras, tidak pada individu, kita netral, dan seluruh yang tadi ayah sebutkan, adalah hak masing-masing individu, jika ada yang marah pada kita, maka, tanggung jawab kita hanya memberi peringatan.” Imbuh Sukada bersungguh-sungguh.

Maka, Laisa akhirnya menjadi objek proyek sekolah selanjutnya, membentuk sejarah sesempurna mungkin, sejarah bagaimana anak-anak muda memiliki sejarah, pengalaman atau pun harapan, itu pula adalah sejarah, tujuan akan hal itu hanya satu, menyajikan sejarah terbaik pada rakyat kota Artana, lalu membiarkan waktu bekerja, membentuk masyarakat yang berjiwa patriotik, atau mungkin malah melahirkan para penjahat yang cerdik, tetapi, kembali lagi pada cita-cita, bahwa pada hakikatnya, semuanya adalah sejarah.

Aku senang karena aku seburuk rupa dugaanmu 

Aku bangga karena aku semalas dirimu 

Aku sendirian meski kau di depanku

Aku sedih melihatmu berpaling dari mala petaka kita 

Segila itulah aku menggilaimu ...

       Ahk bodohnya aku bahwa kau masih bodoh untuk mengenalku

       Ahk lemahnya aku bahwa kesenanganmu menjauh dariku

       Bahkan sinar mentari memperlihatkan kekuranganmu 

       Aku bahkan ingin menjilat tulangmu

       Segila itulah aku menggilaimu ...

Terpopuler

Comments

Harman LokeST

Harman LokeST

laaaaaaaaaaaaaajjjjjjjjuuuuuuuuuuuutttttt teeeeeeeeerrrrrrrrrrruuuuuuuusssssssss

2023-08-05

0

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

hadir di sini😍

2021-03-10

1

🌻Ruby Kejora

🌻Ruby Kejora

q datang mendukungmu thor. mari kita skg dukung. like blk karya ku ya

cinta rasa covid-19
the Thunder's love

2021-02-07

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG.
2 BAB 1: INILAH AKU ....
3 BAB 2: INILAH TEMAN-TEMANKU ....
4 BAB 3: ALASAN NYELNEH ...?
5 BAB 4: OH ... ADA TAMU.
6 BAB 5: HARI MABAL ...
7 BAB 6: PESTA ...?
8 BAB 7: ANTAR AKU PADA SUAMIKU ...
9 BAB 8: HAHAHA ....
10 BAB 9: SEJARAH ORANG BODOH ....
11 BAB 10: TIDAK SAKIT HATI.
12 BAB 11: ORANG ITU LAGI?
13 BAB 12: BERLEHA-LEHA.
14 BAB 13: PATAHNYA KERAGUANKU.
15 BAB 14: CACAT LOGIKA?
16 BAB 15: BUKAN PSIKOTERAPI ...
17 BAB 16: DILECEHKAN ...?
18 BAB 17: LIDAH SETAJAM PEDANG.
19 BAB 18: BALAS DENDAM ADALAH HUKUM.
20 BAB 19: HANGUS TERBAKAR ADALAH PERUBAHAN.
21 BAB 20: KESEMPURNAAN ADALAH CITA-CITA.
22 BAB 21: JIWA ADALAH YANG DIKENAL.
23 BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (part1)
24 BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (Part 2)
25 BAB 23: MENYATAKAN CINTA ADALAH KEMAJUAN.
26 BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 1)
27 BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 2)
28 BAB 25: MALAM INI ADALAH BUKAN MALAM ITU.
29 BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 1)
30 BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 2)
31 BAB 27: PSIKOANALISIS ADALAH PERTAMA.
32 BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 1)
33 BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 2)
34 BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 1)
35 BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 2)
36 BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 1)
37 BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 2)
38 BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 1)
39 BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 2)
40 BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 1)
41 BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 2)
42 BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 1)
43 BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 2)
44 BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 1)
45 BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 2)
46 BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part. 1)
47 BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part 2)
48 BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 1)
49 BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 2)
50 BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 1)
51 BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 2)
52 BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 1)
53 BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 2)
54 BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 1)
55 BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 2)
56 BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 1: Tamat)
57 BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 2: Tamat)
58 EPILOG.
Episodes

Updated 58 Episodes

1
PROLOG.
2
BAB 1: INILAH AKU ....
3
BAB 2: INILAH TEMAN-TEMANKU ....
4
BAB 3: ALASAN NYELNEH ...?
5
BAB 4: OH ... ADA TAMU.
6
BAB 5: HARI MABAL ...
7
BAB 6: PESTA ...?
8
BAB 7: ANTAR AKU PADA SUAMIKU ...
9
BAB 8: HAHAHA ....
10
BAB 9: SEJARAH ORANG BODOH ....
11
BAB 10: TIDAK SAKIT HATI.
12
BAB 11: ORANG ITU LAGI?
13
BAB 12: BERLEHA-LEHA.
14
BAB 13: PATAHNYA KERAGUANKU.
15
BAB 14: CACAT LOGIKA?
16
BAB 15: BUKAN PSIKOTERAPI ...
17
BAB 16: DILECEHKAN ...?
18
BAB 17: LIDAH SETAJAM PEDANG.
19
BAB 18: BALAS DENDAM ADALAH HUKUM.
20
BAB 19: HANGUS TERBAKAR ADALAH PERUBAHAN.
21
BAB 20: KESEMPURNAAN ADALAH CITA-CITA.
22
BAB 21: JIWA ADALAH YANG DIKENAL.
23
BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (part1)
24
BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (Part 2)
25
BAB 23: MENYATAKAN CINTA ADALAH KEMAJUAN.
26
BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 1)
27
BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 2)
28
BAB 25: MALAM INI ADALAH BUKAN MALAM ITU.
29
BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 1)
30
BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 2)
31
BAB 27: PSIKOANALISIS ADALAH PERTAMA.
32
BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 1)
33
BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 2)
34
BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 1)
35
BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 2)
36
BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 1)
37
BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 2)
38
BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 1)
39
BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 2)
40
BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 1)
41
BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 2)
42
BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 1)
43
BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 2)
44
BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 1)
45
BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 2)
46
BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part. 1)
47
BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part 2)
48
BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 1)
49
BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 2)
50
BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 1)
51
BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 2)
52
BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 1)
53
BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 2)
54
BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 1)
55
BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 2)
56
BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 1: Tamat)
57
BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 2: Tamat)
58
EPILOG.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!