Ini ruang makan, aku beserta suamiku telah menelan habis sarapan pagi yang kubuat. Bahkan selepas itu, kami melakukan sebuah kebiasaan, dan itu hampir menjadi budaya, menyentuh lesung pipiku dengan kedua jari kelingkingnya, itu yang dilakukannya.
“Aku suka caramu saat menyentuh lesung pipiku dengan jari kelingkingmu.” Aku membeberkan perasaanku saat ini.
“Dan, kita sudah membahas itu ....“ Suamiku bersikap santai dan sikap santainya selalu membuatku terkagum-kagum.
Ya! Aku menikah muda, dan nyatanya, masa mudaku berjalan baik-baik saja, aku bebas berekspresi, bebas berteman dengan siapapun, bahkan, apapun yang aku mau suamiku akan mengabulkannya, sekolahku pun lancar, selagi gadis manis tetap menjadi identitasku, maka dunia pun harus mengakui kemerdekaanku!
Romantis, itu suamiku, dan ambisius itu aku, hanya saja, kemalasan adalah sikap kami menghadapi kehidupan, dia pemalas dan terlalu malas untuk merapikan barang-barang rumah, termasuk pakaiannya sendiri! Aku juga begitu sih.
Dan harmonis, itu kata yang sempurna untuk menggambarkan kedekatan kami, setiap dia pulang kerja dan aku pulang sekolah, kami akan menghabiskan waktu untuk berkaraoke, lalu mengaji bersama, dan beres-beres rumah sendiri-sendiri.
Suamiku memiliki badan bedegap seperti seorang kopassus, kulitnya yang kuning langsat terlihat seksi kala sinar mentari pagi menyorot kulitnya, matanya yang hitam legam nampak segelap kayu arang, rambut pendeknya yang klimis nampak serasi dengan bentuk wajah perseginya, ketampanannya seperti bintang film Hollywood, Tom Cruise, dia pria santai, bukan cuek! Yang bisanya senyum-senyum sendiri kayak kurang gizi, bukan juga dingin! Yang kalau dipanggil cuman bisanya diam dan diam seolah lupa kalau memang punya telinga, dan bukan pula pemarah! Yang kalau dikasih sebiji permen tiba-tiba langsung ngamuk malah minta pabrik permennya, suamiku tidak seperti itu! Dia itu pria beralah, tak banyak tingkah, sangat pengertian, kebapakan dan tentunya keren!
Selain itu, aroma tubuh suamiku juga semerbak bunga mawar merah, dia suka bunga mawar, dan aku menyukainya karena dia menyukainya.
Jika aku sedang galau, suamiku akan mendeklamasikan puisi, atau bermain gitar, meski ujung dramanya kami pasti akan berleha-leha, dan memang nyatanya kegalauanku akan hilang jika ada hal yang bisa aku tertawakan, lebih dari itu adalah tidur, sebetulnya, kegalauanku hanyalah sebatas hal-hal remeh, seperti tidak dapat uang jajan, dimarahi guru, atau teman sekolah yang nyebelin, tapi, suamiku yang bijak selalu paham tentang sisi kejiwaanku, tepatnya perasaanku.
Nah, uniknya, suamiku jarang terlihat sedih, tak ada yang tahu mengapa dia jarang terlihat sedih, bila pun ada masalah hidup, dia pasti selalu merundingkannya denganku, yang konyolnya ujung tanggapanku selalu nyeleneh dan absurd, sehingga selalu saja bantuanku terkesan menambah rumit masalah, atau setidaknya, menambah beban pikiran suamiku. Meski pun aku masih kekanakan, tapi suamiku selalu menerima saranku dengan respons yang baik, tanpa ada kritikan maupun celaan, suamiku sebenarnya bijak, malah seharusnya dia tak perlu pendapatku, tapi entah mengapa tetap saja dia meminta pendapatku.
Satu hal penting! Sebenarnya aku tidak begitu menyukai puisi, namun dari puluhan puisi yang pernah suamiku buat hanya sebait yang aku ingat.
Laisa, aku benci puisiku karena tak seanggun kukumu
Biar saja menikah muda kita menjadi aib
Karena cinta bukanlah kriminal dan menikah bukanlah dosa
Maka maaf bila aku selalu di sampingmu
Tapi tenang Laisa, kematian itulah yang nanti akan kita nikmati.
Hal yang paling menyenangkannya adalah aku dijodohkan oleh mendiang orang tuaku dengan laki-laki tampan dan bertanggung jawab! Tujuh tahun adalah jarak usia kami dan satu tahun adalah usia pernikahan kami.
Sebenarnya sih pekerjaan suamiku hanya sebatas kerani di perpustakaan kota Artana, gajinya pun tak seberapa, malah, rumah mewah yang kami miliki hanyalah sebatas peninggalan mendiang orang tuaku, mungkin bagi gadis-gadis di luar sana, pria mapan sebagai pasangan hidup sudah menjadi budaya pola pikir mereka, kendati begitu, suamiku Harfa, telah memiliki karakteristik kejiwaan yang dicari wanita di luar sana, tentunya laki-laki sempurna.
Ada satu hal yang selalu membuatku terharu, dia rela tak makan dua hari hanya agar aku mau memaafkan kesalahannya, bahkan, suamiku itu orang yang religius.
Alasanku dijodohkan karena orang tuaku sama-sama punya penyakit langka, ketakutan terhadap masa depanku yang tak menentu itulah penyebabnya, mereka juga anak yatim piatu, sehingga mereka tidak punya keluarga, mereka pun memiliki hobi yang sama, cara makan yang sama, warna kulit yang sama, dan sama-sama suka mendengkur, aneh memang mereka punya hidup yang sama, kadang aku menertawakan kehidupan mereka yang identik, tapi menangisi kepergian mereka untuk selamanya, lalu tersenyum senang saat mereka menjodohkan aku dengan pria tampan dan cukup gagah, aku jatuh cinta pada pandangan pertama, anehnya pria itu juga jatuh cinta pada pandangan pertama, aku kembali menertawakan sebuah kehidupan, yang seolah aku melanjutkan kisah cinta orang tuaku, dan tertawa kembali karena ini memang aneh.
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Dan suatu hari, tepatnya tujuh bulan yang lalu, aku bertemu dengan Kak Farka, alumni SMA Lily Kasih, kami bertemu di sebuah kafe dekat jalan raya.
Laki-laki berkarismatik itu menemuiku dan duduk di meja yang sama, harum parfum khasnya begitu semerbak di hidungku, penampilan formalnya terkesan bahwa dia orang kaya, uniknya aku berpikir bahwa dia orang terhormat, dia memperkenalkan dirinya, padahal aku tak tertarik juga.
”Murid baru ya di Lily Kasih?“ Kak Farka menyelidik namun lebih menjurus untuk memastikan.
”Iya Kak!“ Dengan lantang aku menjawab penuh bangga. Aku memang murid kelas 11 yang baru bergabung, tapi kok dia tahu kalau aku murid baru, ketemu saja baru kali ini.
”Keluarga, cinta, teman, sahabat, harta, kebahagiaan sudah kamu raih, untuk apa kamu bersekolah?“ Kak Farka menanyakan hal aneh yang membuat keningku mengernyit berpikir kuat-kuat demi mengetahui berazamnya.
”Ha?“ Akhirnya aku menyerah untuk berpikir.
”Maksud kakak, apa tujuanmu sekolah? Apa mimpimu? Kakak ingin bicara serius.“ Ungkapannya sangat tak masuk akal, cukup tak masuk akal bagi orang yang baru pertama kali ditemui.
”Tentu biar pintar.“ Aku menjawab seadanya.
”Ya sudah. Tapi hidupmu belum sempurna.“ Kak Farka tersenyum tenang dengan kalimat yang membuatku langsung gelisah.
Aku mengidap atelofobia, bahwa segala sesuatunya harus sempurna, aku mulai cemas dan ketakutan, hingga tubuhku mulai berkeringat dingin.
”Aku sudah hidup sempurna! Iya aku hidup sempurna!“ Balasanku yang panik dan kalut diketahui oleh Kak Farka.
”Tenang, tenang, kakak hanya bercanda.“ Kak Farka berusaha agar aku tetap santai yang nyatanya aku tetap panik.
Agak aneh juga sih, mengetahui Kak Farka, seolah mengetahui fobiaku, entah hanya kebetulan, atau memang dia mengetahuinya.
”Teman-teman kakak sudah menulis buku mereka, apa kamu mau ikut proyek perpisahan sekolah?“ lanjutnya menjelaskan azamnya.
”Proyek?“ jelas aku heran karena ajakan Kak Farka sangat taksa.
”Membuat sejarah terbaik, demi adik kelas, agar mereka selamat.“ Kak Farka menjelaskan dengan kesan mengerikan.
”Eh? Selamat? Adik kelas kita memang kenapa?“ Aku menyelidik dengan serius, dan kepanikan atelofobiaku mulai berkurang, namun kebingungan melanda benakku.
”Begini saja, kamu mau tidak menulis sejarah kehidupanmu? Menulis autobiografi?“ tanya Kak Farka menawarkan seolah tawarannya adalah harga termurah sebuah hunian mewah.
”Eh? Untuk apa? Orang kehidupanku sempurna, untuk apa juga orang membaca buku yang segalanya sudah bahagia, bahkan sebuah novel pun harus ada intrik di dalamnya?“ Aku keheranan setengah mati.
Dengan mengurai senyuman miring penuh rahasia dan tubuh yang agak didekatkan padaku, hingga aku berpikir dia ingin mengecupku.
”Nah, kalau begitu, bantu temanmu agar mampu sepertimu.“ Ucapannya meyakinkan dan terkesan kewajiban.
Satu penggal kalimat sungguh-sungguh itu, seperti perintah dari seorang presiden kepada seorang intelijen negara dan aku menelan liurku, mengangkat daguku, memancarkan sorot mata keseriusan, maka secara mendadak, aku tertawa.
”Hehehehehehe, manusia macam apa yang rela membaca kisah hidup nggak penting sepertiku? Lebih baik mereka nonton film drama cinta-cintaan yang penuh derai air mata.“ Aku berguyon.
Kak Farka kembali duduk normal bersama senyuman penuh maknanya, yang menyiratkan bahwa dia memiliki harta karun yang hanya dia sendiri yang memilikinya.
”Kamu bisa tersenyum bangga saat senang, tapi, bisakah kamu tersenyum senang saat susah?“ Pertanyaan Farka kembali misterius, dia seakan ingin melahapku buru-buru, tepatnya, ingin aku mengikutinya.
”Untuk apa aku bersusah-susah kalau nyatanya aku sudah bersenang-senang, toh ujungnya pasti bersenang-senang.“ Aku menyindir.
”Tapi terkadang, kita harus turun ke bawah untuk melihat setingga apa saat kita di atas.“ Kak Farka membalas tetap kukuh untuk membuatku interesan.
”Ahk, ujungnya melelahkan dan nggak berarti juga.“ Aku menjawab dengan ketus, karena memang enggak penting juga menulis buku, apa lagi aku pemalas.
”Bahkan seorang raja harus masuk ke dalam tanah hanya untuk mengetahui, sejauh mana rakyatnya bisa menyelami bumi.“ Lagi dan lagi Kak Farka mendesak dengan kalimat kiasannya itu, berharap agar aku tertarik, padahal tidak.
”Maaf Kak, proyek perpisahan itu kayaknya nggak deh.“ Aku menolak mentah-mentah tanpa perundingan lebih dulu.
Kak Farka mengangguk pelan, wajah berkarismatiknya nampak datar, namun kontemplasi terpancar dari kedua sorot netranya, ia memikirkan sesuatu, entah itu tagihan listrik, atau mungkin pajak tanah yang belum dibayarnya.
”Kalau begitu ... sampai ketemu tujuh bulan lagi,“ ungkap Kak Farka dengan bangkit dari kursi.
“Kenapa harus tujuh bulan? Kakak belum mandi ya.” Aku bergurau.
“Enggak ... biar nanti kamu paham, kalau setiap insan, punya cerita menarik yang bisa menjadi pelajaran hidup tetangganya.” Ujaran serius yang agak berkelakar itu disudahi dengan senyuman menyiratkan rahasia.
Aku cuman manggut-manggut tanpa tanggapan berarti.
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Kehidupanku selalu berjalan begitu indah, sampai kadang, aku tak peduli pada lingkungan sekitarku, aku gadis yang ambisius, tapi, dibalik itu, aku pun pemalas, dan sering mabal, aku bukan tipe manusia yang beralah dan diam saat diintimidasi, aku selalu melawan manusia-manusia yang berusaha menjajahku! Cita-citaku sangat aneh, bahkan terbilang ganjil, menjadi seorang wasit sepak bola, tak peduli teman-temanku mengejek, tak peduli juga kalau dunia menertawakan, itu mimpiku, maka percaya diri adalah yang selalu aku lakukan.
Tapi sejak aku merenungi kehidupanku, aku mulai berpikir, bahwa autobiografi adalah hal yang tepat untuk memulai awal pengalaman yang baru, meski kisah cinta yang aku miliki agak absurd, hidupku pun agak aneh, nyeleneh dan cacat logika, tapi, tersenyum dengan bangga adalah ekspresi yang aku perbuat untuk menerima segala takdir!
Ini kisah kami, mencatat sejarah demi mengenalkan mental dan perkembangan intuisi dari setiap generasi ke generasi, tepatnya, membuat sejarah berkualitas demi menunjukkan sebuah kemajuan setiap jiwa insan yang berkembang, kakak Farka, alumni angkatan dua tahun lalu, sudah mencatatkan sejarahnya, tapi, mereka gagal, tidak gagal juga sih, lebih menjurus kepada belum sanggupnya mencapai target, karena memang tidak ada sejarah yang gagal, justru kegagalan itulah bagian penting sejarah, maka aku sebagai sang ketua kelas dari kelas 12 SMA Lily Kasih, akan melanjutkan perjuangan mereka!
Cerah, itu kabar baik hari ini, bahkan, malam ini aku akan makan berdua dengan Harfa suamiku tercinta, memang sudah biasa kami makan berdua, hanya saja, aku anggap hari ini sepesial, betapa tidak, setelah sebulan lamanya aku tak memasak hidangan makan malam, maka hari ini, aku akan masak!
“Ingat, jangan mabal, kalau memang nggak mau sekolah, ngomong.” Suamiku menyarankan dengan sikap bijaknya.
Aku mengangguk mantap dengan tersenyum bergigit, pria itu benar-benar membuatku selalu betah di sampingnya, matanya dan bibir tipis kecokelatannya selalu membuatku merindukan rumah.
Dan di sana, pada wajah perseginya, ada senyuman tipis penuh kedamaian tersimpul untukku.
“Sudah, jangan memandangku seolah aku pencuri sandal, sekolah yang benar, biar bisa lebih sukses dari suamimu ini.” Suamiku kembali bicara dengan berkelakar dan tetap mendukung kehidupanku.
Sekali lagi aku ulangi! Sebelum berangkat sekolah, aku akan tersenyum pada suamiku hingga lesung pipiku melekuk, maka suamiku akan menyentuh lesung pipitku dengan jari kelingking kedua tangannya, ralat! Bukan dengan kakinya!
Bagiku itu adalah kecupannya, sesuatu yang unik memang, malah terbilang aneh, tetapi, itu bagiku nampak sempurna, aku merasa diistimewakan, lalu aku berangkat sekolah dengan semangat berkantaran.
Dan nyatanya, aku kurang suka dengan hal mesra, atau keromantisan, hanya saja, aku tak akan menolak kalau itu suamiku, dalam hal ini, aku selalu memilih, lebih baik aku tertawa dengan hal bodoh ketimbang tersenyum jengah dengan hal rumit.
'KRING KRING KRING'.
Bel sepeda akan aku bunyikan sesampainya di dalam sekolahku, SMA Lily Kasih, sekolah paling nyeleneh, unik, dan menyegarkan?
Teman-temanku akan menyapaku saat netra mereka tak sengaja melihatku.
Aku satu-satunya anak yang pakai sepeda!
Suamiku pernah menawarkanku untuk diantar menggunakan mobil atau sepeda motor, malah lengkap dengan supir pribadi tapi, aku berapologi.
”Aku lebih suka membuat kakiku bekerja dengan giat, ketimbang mengistirahatkannya demi sebuah tujuan.“
Maka, dia akan mengacak-acak rambutku dan sepeda pun menjadi kado pemberiannya, tepatnya, bentuk kasih sayangnya.
Gadis pemilik karismatik secemerlang langit senja
Dia lupa sudah mengembuskan napas tujuh kali di sampingku
Laisa, satu kata yang jadi tujuanku bernapas
Ini gila tapi aku senang
Menikmati betapa jeleknya aku di sampingnya
Ini gila tapi aku bangga
Ini nafsu dan aku bahagia
Kubisikkan namaku di telinganya dan ia tersenyum
Kita temukan Tuhan dalam ranjang yang sama
Dan setiap petaka itu kita nikmati
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
zien
hadir 💐💐💗💗
2021-06-02
0
Li Na
fav
2020-06-24
0
Elang Putih
hai....
like and rate 5 sudah mendarat cantik
ditunggu feedback nya ke "mantan, i'm still loving you"
tinggalkan jejak disana ya, aku menunggumu muradif🤗
2020-05-08
0