BAB 13: PATAHNYA KERAGUANKU.

         Hari Senin, kala bersekolah kembali menjadi kebiasaanku, melewati waktu bersama teman-teman untuk menuntut ilmu, kadang tertawa, kadang berduka, kadang bimbang, semua kegiatan yang aku dan teman-teman lakukan terkadang hanyalah mengikuti budaya dunia.

Di pukul 13:02 siang hari yang mendung, awan-awan keabuan bertengger di langit membentuk gumpalan demi gumpalan agar sinar mentari tak sanggup memamerkan teriknya, udara agak berembus dingin membelai seluruh kulit murid SMA Pekerti, jam istirahat telah berakhir, murid-murid digiring oleh waktu pada kelas masing-masing, pelajaran harus kembali berlanjut.

Murid kelas 12 telah berada di kursi kesukaan mereka, termasuk aku, meski ada saja sih yang masih mengeyel lari-lari tidak jelas karena kejailan penyebabnya.

Siapa lagi kalau bukan si anak jail Anka, yang dengan asyiknya dikejar oleh Ovy karena Ovy telah menjadi korban keisengan Anka. Pada dasarnya Anka memang sering berbuat iseng pada Ovy, melakukan kejailan agar menjadi pusat perhatian dari gadis pujaan hatinya, kejailan istimewa yang memang hanya Ovy yang akan mengalaminya. Ketika semua murid hanya tahu gosipnya saja, maka dengan bangganya, aku sudah tahu faktanya, dan fakta itu dibeberkan langsung oleh Anka. Ya, Anka menyukai Ovy, waktu demi waktu yang telah dihadapinya, membuat perasaan suka itu kini telah berkembang menjadi cinta.

Tetapi, semua kesibukan teman-temanku buyar seketika, oleh kehadiran Guru Sukada. Mereka mulai bebenah diri, hingga seluruh murid berdiri di belakang meja masing-masing, dan tatkala Guru Sukada pun telah berdiri di belakang mejanya, semua murid termasuk aku mulai membungkuk hormat pada sang guru, lalu kembali duduk sebagai kesiapan kami untuk memulai pelajaran.

“Anak-anak, coba nanti kalian setelah pulang sekolah pergi ke perpustakaan bersama ketua kelas, dan baca autobiografi alumni sekolah ini,” perintah Guru Sukada yang terkesan mendadak membuat kedua alisku terangkat ke atas.

Aku tak tahu apa maksud perintah itu, atau tujuannya untuk apa.

Seluruh murid masih sengap, tak ada yang berkomentar atau bahkan bertanya, tetapi aku ragu kalau teman-temanku mau ikut denganku ke perpustakaan, tak ada yang suka membaca di kelasku ini, ya, Vume suka membaca, sedangkan sisanya lebih menyukai membaca nominal selembar uang.

Beberapa detik kemudian Guru Sukada akhirnya duduk di kursinya, ia mulai membuka koper hitamnya, sepertinya pelajaran Ekonomi akan dimulai. Murid-murid telah mengeluarkan buku tulis mereka, perhatian telah tertuju pada Guru Sukada, dan benar, pelajaran Ekonomi pun dimulai.

Apapun mata pelajarannya, aku dengan konsisten akan mengamati pemaparan para guru, akan tetapi, kala penjelasan mengenai bab buku yang dibahas telah usai, dan soal jawab menjadi pengujian kepintaranku, hingga seperti waktu-waktu biasanya, dengan konsisten pula, nilai hasil esai pelajaran itu berujung pada nilai nol. Untung-untung aku dapat nilai sepuluh, seperti halnya pelajaran Ekonomi hari ini, yang dengan ajaibnya nilai sepuluh adalah nilai yang kini aku terima. Dari sepuluh soal mengenai bidang akuntansi hanya satu yang betul, dan itu pun diralat kembali oleh guru, yang artinya, nilai sepuluhku itu hanyalah untuk menghargai usahaku saja.

Tentunya, aku sudah mencari jawabannya dibuku, tetapi mungkin karena aku manusia yang kurang teliti, pemalas dan selalu ingin menyelesaikan semua kejenuhan ini dengan cepat, maka cukup wajar kalau nilai sepuluh adalah hasil usahaku, dan menurut pendapat yang disertai nasihat dari para guru, aku itu tidaklah bodoh, melainkan terlalu malas untuk teliti saat mengerjakan soal atau tugas sekolah, sehingga nilai rendah seperti hal yang wajar buatku. Pastinya aku ingin sekali menjadi anak yang pintar, tetapi lagi-lagi, aku terlalu malas untuk mengasah otakku. Kepintaran itu memang penting, tetapi kemalasan buatku jauh lebih penting.

Waktu berlalu bersama pelajaran Kewarganegaraan yang menjadi penutup aktivitas bersekolah hari ini. Gemuruh awan di langit menandakan hujan akan turun, awan kelabu masih bergerombol hingga membentuk gumpalan-gumpalan awan berwarna abu nan pekat, seperti awan kumulonimbus. Udara berembus kencang, sampai-sampai para gadis yang memiliki rambut tergerai panjang, harus tersibak tak teratur diterpa angin ini.

Di pukul 14:31 siang hari, aku dan seluruh murid kelas 12 telah berada di dalam perpustakaan, seperti perintah Guru Sukada, kami akan mengunjungi perpustakaan rahasia SMA Pekerti. Mungkin hari ini bukan rahasia lagi kalau faktanya, seluruh murid akan mengetahuinya. Lebih dari itu, aku bersyukur bahawa seluruh murid kali ini bisa turut bersamaku, kehadiran mereka telah mematahkan keraguanku diawal.

Perpustakaan sangat sepi, ya, hanya ada seorang laki-laki muda adik kelasku dari kelas 11 yang duduk di kursi belakang meja admin, dia menjadi kerani sekaligus pengurus di sini. Perpustakaan memang hanya dijaga oleh murid-muridnya, itu bertujuan agar murid-murid mau disiplin, dan bertanggung jawab, meski kenyataannya ada saja murid yang begitu isengnya mencuri buku milik sekolah, atau malah mencoret-coret buku dengan gambar yang jorok.

“Wah kalian pasti kaget! Di sini ada ruangan rahasia!” seru Anka begitu antusias.

Anka berjalan lebih cepat di depanku, meski dia tak suka membaca buku ternyata dia sangat bersemangat dalam hal ini. Benar, semangat untuk menunjukkan pintu rahasia.

Kami melangkah melawati beberapa lemari buku, teman-temanku masih santai mengikuti di samping dan belakangku. Telingaku juga disuguhkan oleh suara-suara mereka yang asyik mengobrol, tetapi aku tidak terlalu menggubris perbincangan mereka sehingga tak tahu pasti apa yang mereka perbincangkan.

“Kita sudah sampai!” kata Anka dengan selantang mungkin demi suaranya dapat didengar oleh seluruh teman-temannya.

Kami menghentikan langkah kami, berdiri di antara lemari buku yang tingginya dua meter, berdiri pula memandang Anka yang sepertinya dialah sang pemandunya. Anka telah berdiri menghadap kami, raut wajah penuh semangat ia pampang pada kami.

“Oke tenang semuanya! Kalian pasti akan melotot terkagum-kagum ... karena apa yang akan kalian lihat, seperti di film-film penuh misteri!” ungkap Anka yang terkesan berlebihan, dan memang melebih-lebihkan.

Kami sengap tanpa komentar apapun, dan karena aku tak mau mengganggu ke-antusiasan Anka, maka terdiam dan mengawasinya adalah hal yang tepat untuk kini aku lakukan. Anka belum selesai, dia mulai menghadap pada lemari buku, menilik satu persatu buku yang tersimpan rapi, lalu tangan kanannya menarik sebuah buku bersampul merah.

Maka, lantai keramik pun perlahan bergeser, sebuah tangga menuju ruang bawah tanah mulai nampak. Rahasia telah terbongkar.

“Wah keren!” seru Tozka tergugah untuk memandang lebih dekat sampai-sampai ia berjalan ke depan mendekati Anka.

Beberapa teman-temanku pun ikut tergugah untuk memandang lebih dekat, mereka semua kaget dan terkesima dengan ruangan rahasia itu.

“Sialan memang, udah hampir tiga tahun sekolah, aku baru tahu kalau ada tempat rahasia ini,” keluh Tozka dengan berjongkok di samping pintu menatap penuh kagum.

“Wah keren-keren ....”

“Minggir dong aku juga mau lihat.”

“Kok bisa kayak begitu sih?”

“Hebat! Sekolah kita keren juga ya.”

“Waaah ....”

Aku cuman bisa terdiam mendesak-desak dengan teman-temanku.

“Masuk saja langsung, itu ruangannya.” Pintaku dengan lantang.

“Ayo masuk!”

“Ayo, kata ketua kelas boleh masuk.”

Konyolnya, ada saja teman-temanku yang berdebat untuk masuk lebih dulu.

“Aku dulu yang masuk!” kata Sentia mengintimidasi sampai rela menyikut lengan kanan Cludy.

“Eh, awas aku dulu!” sergah Cludy tak mau mengalah.

Tozka serta Anka telah masuk lebih dulu, diikuti beberapa temanku.

“Woy! Kalian malah bertengkar! Hal beginian malah diributin.” aku menegur Sentia dan Cludy yang masih asyik dorong-dorongan karena percekcokan ringan.

Dengan terpaksa aku menarik tangan kiri Cludy, membuatnya menjauh dari Sentia, usaha menghentikan percekcokan yang sama sekali tidak jelas itu berhasil.

“Kamu turun duluan sana!” perintah itu aku tunjukkan pada Sentia.

Dan dengan memeletkan lidah meledek pada Cludy, Sentia pun pergi lebih dulu.

“Lepasin tangan aku!” sergah Cludy menarik kembali tangannya dari genggamanku.

Maka tanpa ada perkataan apapun. Cludy menuruni anak tangga menuju ruang bawah tanah.

Seluruh murid telah masuk ke dalam, menyisakan aku yang terakhir, yang tentunya tanpa banyak buang waktu, aku bergegas mulai menuruni anak tangga, memasuki perpustakaan autobiografi.

“Inilah kejutan yang keduanya!” ungkap Anka hingga suara lantangnya agak bergema di lorong ini.

Ya, aku masih melangkah di lorong, masih dalam perjalanan menuju ruangan pertama, bahkan kulihat teman-temanku sudah berada di depan, mereka ternyata antusias juga dalam masalah ini, hanya saja, aku lebih setuju jika mereka lebih tertarik pada ruangan rahasianya, dan bukan dengan buku-bukunya.

“Ada ruangan lagi!”

Baru saja aku sampai di lorong perpustakaan bawah tanah, pintu rahasia kedua telah dibuka, Anka-lah yang membukanya, aku bisa lihat dari kejauhan, dia mulai menarik kembali buku pembuka pintu rahasia. Aku berdiri di belakang kerumunan teman-temanku, di ruangan pertama ini sangat sempit, kami terkadang saling bersenggolan untuk mendapat ruang gerak yang enak. Jujur saja, sebenarnya aku lupa buku mana yang harus ditarik untuk dapat mendedah ruangan rahasia ini, tetapi Anka sama sekali tak lupa sedikit pun, dia bahkan melakukannya tanpa kesalahan sekali pun.

Aku tetap berjalan di belakang teman-temanku, mengawasi mereka dari belakang, bukan berarti aku takut kalau ada temanku yang kabur, aku hanya kesulitan untuk dapat kembali berada di depan, orang-orang saling berhimpitan menutup setiap celah untuk dapat menyusup.

Untung bagiku tak butuh waktu lama, akhirnya kami telah berada di ruangan rahasia yang terakhir, sehingga seluruh manusia tak perlu berdesakkan lagi untuk memiliki ruang geraknya, ruangan kedua ini masih sama seperti pertama kali aku serta Anka datang kemari.

Ruangan seluas kelasku, dilengkapi tujuh lemari buku, lima di antaranya telah diisi oleh buku-buku autobiografi, sedangkan dua lemari buku lagi masih diisi oleh kekosongan, lantainya dari ubin kekuningan nan bersih, entah siapa yang begitu rajinnya rela membersihkan ruangan ini, tiga lampu Neon Kompak yang melekat di langit-langit perpustakaan ini pun masih menyorot menerangi setiap sudut ruangan, dinding bata merah masih seperti ruangan belum jadi, namun begitulah artistik di ruangan ini, yang disebut 'karya seni gagal.'

Teman-temanku sudah ke sana kemari menjelajahi perpustakaan bawah tanah ini, tetapi buru-buru aku menarik napas panjang, bersiap mengerahkan kekuatan demi memunculkan suara.

“Teman-teman tolong baca buku autobiografinya di sini, jangan dibawa pulang!” pengumuman yang aku utarakan ini teramat penting, mengingat aku tidak tahu pasti apa boleh kami meminjam buku ke rumah.

Kendati suaraku telah bergema, memberi kesan suaraku yang diulang kembali, di sana teman-temanku seperti acuh tak acuh, mereka seperti telah terbebar sudah tahu tugas mereka masing-masing.

Aku berdiri di depan lorong hanya mengawasi teman-temanku dari sini.

Anterta, si laki-laki berambut hitam gimbal dengan tubuh kurusnya seperti kurang gizi, mulai membaca buku, dan aku tak menyangkanya.

Stovi si gadis babil, pemilik rambut pirang cerah yang tergerai ke punggungnya, mata birunya ternyata rela demi membaca buku autobiografi.

Elpan pria absurd, berbadan tegap, berkulit cokelat eksotis, dia juga fokus pada bukunya. 

Oteda, pria gemuk berbadi seekor siput, rambut hitamnya selaras dengan netra hitam legamnya yang rela pula membaca buku, tetapi sepertinya dia hanya membaca sekilas saja, dari buku satu ke buku lainnya.

Sentia gadis berambut hitam sepundak, gadis bergigi tonggos membaca pula buku yang dipilihnya.

Kily, gadis culas, berambut hitam panjang bergelombang, membaca buku hingga keningnya mengernyit serius, mungkin ada kalimat yang kuat tertulis di buku tersebut sampai-sampai dia harus mengernyit.

Oqde, laki-laki kikuk, berambut krem acak-acakan membaca buku sampai-sampai duduk di lantai demi menikmati setiap kosa kata yang tercantum dibuku pilihannya.

Nuita, si gadis berkulit kuning langsat, berambut krem panjang dengan poni yang berjurai rata di dahinya, penderita filofobia itu juga membaca buku pilihannya dengan menyandarkan punggungnya ke dinding.

Tozka laki-laki pendek dengan wajah penuh jerawat hingga rambut hitamnya terkesan seperti bulu landak, mengidap teofobia, dan dia membaca buku dengan sungguh-sungguh.

Ovy si gadis keibuan, gadis bertubuh sintal berambut panjang kecokelatan, sang pengidap noverkafobia, dia membaca buku berdua bersama Anka, si anak jail, yang tentunya Anka tak membaca buku, dia hanya senang bisa berdekatan dengan Ovy.

Loze, laki-laki berwajah oval nan tirus, satu-satunya manusia berkepala botak di sekolah ini, sang pengidap atazagorafobia, membaca buku dengan senang hati.

Cludy, gadis dengan rambut panjang seputih awan di langit, pengidap nefofobia, membaca buku dengan santai.

Azopa, anak paling bijak dan seorang juara kelas selama tiga tahun berturut-turut, pemilik mata hitam bulat laksana gerhana bulan, rambut hitam pendeknya sekelam mimpi kegelapan, dia juga membaca buku.

Vume, gadis perhitungan, si kutu buku, manusia berkacamata dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai hingga ke punggung, dia suka membaca jadi dia mengambil tiga buku dan membacanya sekaligus tanpa ada kebingungan.

Wisty, si gadis berambut hitam sebahu yang membingkai dengan manis wajah bulatnya, dia membaca buku.

Perto, si laki-laki melankolis, pria berkulit hitam, membaca buku dengan raut muka bertanya-tanya.

Aneh, mereka semua anteng dalam membaca buku. Sungguh di luar ekspektasiku. Dan telah mematahkan keraguan keduaku.

     

Buku-buku itu tak mendapati kau membaca

Buku yang kau tulis tak menulis namaku

Buku-buku itu tak mendapati kau melayani

Buku yang kau tulis tak menulis hari selanjutnya

    Hinggaku melahap semua peluhmu

    Membayangkan buku itu bisa kembali membawamu

     Dan kutatap bukumu terakhir kali

     Dan masih tak mendapati kau membaca

Episodes
1 PROLOG.
2 BAB 1: INILAH AKU ....
3 BAB 2: INILAH TEMAN-TEMANKU ....
4 BAB 3: ALASAN NYELNEH ...?
5 BAB 4: OH ... ADA TAMU.
6 BAB 5: HARI MABAL ...
7 BAB 6: PESTA ...?
8 BAB 7: ANTAR AKU PADA SUAMIKU ...
9 BAB 8: HAHAHA ....
10 BAB 9: SEJARAH ORANG BODOH ....
11 BAB 10: TIDAK SAKIT HATI.
12 BAB 11: ORANG ITU LAGI?
13 BAB 12: BERLEHA-LEHA.
14 BAB 13: PATAHNYA KERAGUANKU.
15 BAB 14: CACAT LOGIKA?
16 BAB 15: BUKAN PSIKOTERAPI ...
17 BAB 16: DILECEHKAN ...?
18 BAB 17: LIDAH SETAJAM PEDANG.
19 BAB 18: BALAS DENDAM ADALAH HUKUM.
20 BAB 19: HANGUS TERBAKAR ADALAH PERUBAHAN.
21 BAB 20: KESEMPURNAAN ADALAH CITA-CITA.
22 BAB 21: JIWA ADALAH YANG DIKENAL.
23 BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (part1)
24 BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (Part 2)
25 BAB 23: MENYATAKAN CINTA ADALAH KEMAJUAN.
26 BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 1)
27 BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 2)
28 BAB 25: MALAM INI ADALAH BUKAN MALAM ITU.
29 BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 1)
30 BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 2)
31 BAB 27: PSIKOANALISIS ADALAH PERTAMA.
32 BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 1)
33 BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 2)
34 BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 1)
35 BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 2)
36 BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 1)
37 BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 2)
38 BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 1)
39 BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 2)
40 BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 1)
41 BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 2)
42 BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 1)
43 BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 2)
44 BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 1)
45 BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 2)
46 BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part. 1)
47 BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part 2)
48 BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 1)
49 BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 2)
50 BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 1)
51 BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 2)
52 BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 1)
53 BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 2)
54 BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 1)
55 BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 2)
56 BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 1: Tamat)
57 BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 2: Tamat)
58 EPILOG.
Episodes

Updated 58 Episodes

1
PROLOG.
2
BAB 1: INILAH AKU ....
3
BAB 2: INILAH TEMAN-TEMANKU ....
4
BAB 3: ALASAN NYELNEH ...?
5
BAB 4: OH ... ADA TAMU.
6
BAB 5: HARI MABAL ...
7
BAB 6: PESTA ...?
8
BAB 7: ANTAR AKU PADA SUAMIKU ...
9
BAB 8: HAHAHA ....
10
BAB 9: SEJARAH ORANG BODOH ....
11
BAB 10: TIDAK SAKIT HATI.
12
BAB 11: ORANG ITU LAGI?
13
BAB 12: BERLEHA-LEHA.
14
BAB 13: PATAHNYA KERAGUANKU.
15
BAB 14: CACAT LOGIKA?
16
BAB 15: BUKAN PSIKOTERAPI ...
17
BAB 16: DILECEHKAN ...?
18
BAB 17: LIDAH SETAJAM PEDANG.
19
BAB 18: BALAS DENDAM ADALAH HUKUM.
20
BAB 19: HANGUS TERBAKAR ADALAH PERUBAHAN.
21
BAB 20: KESEMPURNAAN ADALAH CITA-CITA.
22
BAB 21: JIWA ADALAH YANG DIKENAL.
23
BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (part1)
24
BAB 22: SOLIDARITAS ADALAH KEUTAMAAN. (Part 2)
25
BAB 23: MENYATAKAN CINTA ADALAH KEMAJUAN.
26
BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 1)
27
BAB 24: KENYATAAN ADALAH NOL. (Part 2)
28
BAB 25: MALAM INI ADALAH BUKAN MALAM ITU.
29
BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 1)
30
BAB 26: PERMULAAN ADALAH AWAL PERANGKAP. (Part 2)
31
BAB 27: PSIKOANALISIS ADALAH PERTAMA.
32
BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 1)
33
BAB 28: KEBENARAN ADALAH PEMECAH BELAH. (Part 2)
34
BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 1)
35
BAB 29: KEPINTARAN ADALAH KEJAHATAN. (Part 2)
36
BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 1)
37
BAB 30: KONSPIRASI ADALAH KEBODOHAN. (Part 2)
38
BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 1)
39
BAB 31: ANTAGONISME SOSIAL ADALAH CITRA MASA REMAJA. (Part 2)
40
BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 1)
41
BAB 32: EGOSENTRISME ADALAH KEDUA. (Part 2)
42
BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 1)
43
BAB 33: PENDERITAAN ADALAH PELAJARAN. (Part 2)
44
BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 1)
45
BAB 34: KEMATIAN ADALAH AWAL. (Part 2)
46
BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part. 1)
47
BAB 35: PERANG ADALAH HARAPAN. (Part 2)
48
BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 1)
49
BAB 36: ANTIMATERI ADALAH AKU. (Part 2)
50
BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 1)
51
BAB 37: Autobiografi Laisa. (Part 2)
52
BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 1)
53
BAB 38: DIA ADALAH POLA PIKIR. (Part 2)
54
BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 1)
55
BAB 39: KULMINASI ADALAH KETIGA. (Part 2)
56
BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 1: Tamat)
57
BAB 40: SUBLIM SANG KEJORA. (Part 2: Tamat)
58
EPILOG.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!