Entah apa yang sedang merasuki ibuku. Dalam waktu kurang lebih satu jam beliau bisa merubah ekspresinya. Yang awalnya marah, tengsin dan sekarang sangat girang.
Ibuku meneguk segelas air putih diiringi dengan kunyahan mangga yang telah aku kupas dan potong dadu. Tampaknya ada sesuatu yang luar biasa sampai beliau segembira ini. Yeah tentu saja aku sudah sangat penasaran.
Aku terus menatap ibuku tanpa bergerming sedikitpun. Dengan maksud isyarat kepada beliau agar segera memulai ceritanya. Beliau malah membalasku dengan candaan sedikit menyebalkan. Mungkin disengaja membuat sampai merengek karena penasaran.
"Maaaa cepetan udah malem ni." Ujarku.
"Emang kenapa emang udah waktunya malem kok." Jawab ibuku.
"Yaudah kalo gitu Fanni anterin mama pulang ya."
"Eh eh sembarangan ngusir orang tua gak langsung itu namanya."
Aku hanya bisa mendengus kesal mendengar setiap perkataan ibuku. Rasanya gemas sekali. Seandainya bukan orang tua, ingin rasanya aku cubit begitu keras. Terlebih lagi ibuku sampai terkekeh kencang mendapati wajah kesalku.
Dengan sengaja, aku berdiri. Aku melangkah ke arah almari kecilku. Tepat diatasnya terdapat kunci mobilku.
Aku kembali ke tempat ibuku berada. Jari tanganku memegang kunci mobil dan sengaja mengayunkannya. Aku ingin melihat respon ibuku ketika aku serius ingin mengantarkan pulang. Dan yeah, hasilnya beliau akan marah.
"Kamu ini jadi anak gimana sih emaknya kesini kok diusir mulu daritadi neng." Ujar ibuku kesal.
"Abis mama ngulur waktu mulu kan bikin Fanni penasaran." Jawabku.
"Iyaa... iyaaa... duduk sini."
Aku terkekeh. Jika momen seperti ini terjadi, rasanya ibuku seperti seorang sahabat yang seumuran. Saling berkelakar dan meledek satu sama lain. Sangat bahagia rasanya. Meskipun tegas dan galak, rasa sayang diantara kami sangat besar. Yah, meski aku tetap saja belum bisa dewasa contohnya rasa cemburu pada kakakku yang terkadang membuat kami bertengkar. Dan akhirnya berbaikan kembali.
"Bulan depaaaaaaannn... ehmm...." Ujar ibuku memulai ceritanya
"Apa sih ma?" Tanyaku penasaran.
"Kakak kamu nikah hehe."
"Haaaaaaaaaahhh??"
"Kok haaah sih? Kemaren mama sama papa udah nganterin Kak Pandhu melamar Febi. Gak ngabarin kamu kan emang ini urusan orang tua. Nah, kalo udah jadi dan diterima baru ngasih tau kamu sayang."
"Ternyata dari tadi cuman itu doang???"
"Kok doang sih sayang? Itukan hari bahagia. Kamu harus siapin diri dua minggu lagi ikut fitting baju buat pengiring sama keluarganya ya sayang."
What the f*ck! Maksudnya apa ini? Sebegitu cepatnya Kak Pandhu dan Febi akan menikah. Gila! Belum lama kan baru dibawa kerumah.
Aku meringis kecut. Hatiku gusar, sekali lagi aku kalah telak dengan kakakku. Memang sih, ia lebih tua dariku. Namun, kebanyakan orang sekarang pasti wanita yang akan lebih dulu menikah. Dan aku, boro-boro menikah kekasih saja tidak punya.
Dengan senyum pedih, aku pura-pura ikut bahagia. Apalagi ibuku terlihat sangat senang, beliau mengangan-angankan pesta resepsi yang akan dilangsungkan bulan depan nanti. Beliau terus berbicara tentang rencana bak seorang anak yang sedang berimajinasi. Sampai-sampai aku tidak bisa mengulangi perkataannya.
"Giman sayang kita enaknya pake kebaya warna apa nanti ya, entar juga uti pasti kesini sekalian diseragamin gitu kayaknya bagus ya." Ujar ibuku, beliau juga berencana menjemput utiku maksudku nenekku nantinya.
"Terserah mama dah." Jawabku.
"Kok terserah sih kan kamu yang anak muda biasanya tau fashion yang bagus kamu juga pake entar."
"What??? Aku pake kebaya??? Ihh ogahh."
"Kok ogah sih, ini tu acara kakak kamu. Acara sakral apalagi kita di indo bukan di belanda harus gitu dong."
"Gak mau mama! lagian kan yang nikah mereka kenapa aku juga ikut-ikutan diatur."
"Fanniiii!!!"
Oh shit! Ibuku marah kembali. Aku harus mendengar ceramah panjang lagi. Aku pikir ini bukan acaraku. Jadi, aku tidak mau mengikuti aturan busana. Bukan karena itu juga. Mengingat bentuk badanku yang besar dan lebar. Akan seperti apa nantinya, jika aku memakai kebaya. Yang pastinya ketat, tumpukan lemakku akan terlihat. Lebih menyedihkan lagi jika ada orang yang membicarakan.
Ingin rasanya aku mengatakan alasanku kepada ibuku. Namun, aku tidak ingin masalah ini merembet panjang. Aku hanya bisa menahan diri dan mendengar perkataan demi perkataan ibuku. Aku tidak tau harus bagaimana lagi.
Waktu terus berjalan dan semakin gelap. Setelah menyelesaikan sesi introgasi dan siraman rohani. Aku bergegas menunaikan ibadah isya'ku. Kemudian setelah aku selesai bergantian dengan ibuku.
Aku kembali ke tempat dudukku semula. Memainkan remote televisi dan mengganti-ganti chanelnya. Pikiranku melayang mencari alasan yang tepat untuk menolak acara fitting baju. Aku harus berjalan sesuai mauku sendiri. Atau kabur saja. Toh, saat ini hubunganku dengan Kak Pandhu belum membaik. Lagi pula aku tidak berniat untuk meminta maaf. Aku sudah cukup sakit hati dengan perkataannya malam itu.
"Fannniiii!!!" Panggil ibuku dengan kencang sembari memukul bahuku. Dan yeah, aku tersentak kaget.
"Iyaa mama." Jawabku singkat.
"Dipanggil orang tua dari tadi juga gak jawab-jawab kamu ini."
"Maaf ma acaranya bagus."
"Iklan gitu bagus???"
"Ehh ahh anu. Kan makanan Fanni demen makan."
"Ealaahh yaudaj anterin mama pulang takutnya papa nyariin."
"Kayak abg aja dicariin."
"Yeee dibilangin."
Aku meraih kunci mobilku yang terongok di meja kecil depanku. Setelah mengambil jaket aku bergegas keluar apartemen bersama ibuku.
"Pokoknya ya sayang kamu harus cari tau model kayak gimana yang bagus, tempat fitting yang bagus. Pokoknya mama gak mau tau harus cari." Celetuk ibuku disela-sela langkah kami.
"Ogah, suruh cariin tuh Febi." Jawabku ketus.
"Fanniii! Febi juga nyari kan dibantuin kamu juga."
"Gak mau mama, jangan maksaaa ih."
Terdengar hembusan napas panjang. Ibuku menggerutu lagi sambil mengelus dada. Dan sekali lagi beliau menegaskan agar aku menuruti dan ikut andil dalam pernikahan Kak Pandhu. Duh malasnya!
Kami memasuki mobil yang sudah dihampiri. Dengan laju yang tidak cepat, kami meninggalkan apartemen menuju rumah. Meski suasana berubah sunyi dan diam, karena mungkin ibuku sudah jengkel. Aku tetap memutar lagu-lagu milik Avril dan ikut bernyanyi. Aku pura-pura tidak memikirkannya dan acuh saja.
Tidak lama kemudian sampailah di tempat yang dituju. Aku mengikuti ibuku untuk masuk ke dalam rumah. Sebentar saja, aku hanya ingin menyapa ayahku.
"Hay pa." Sapaku sembari memeluk ayahku yang sudah membukakan pintu.
"Hay sayang, masuk dulu yuk." Ajak Ayah.
"Udah malem pa besok Fanni kerja, mau nganter mama doang."
"Yaudah kamu hati-hati tidur yang nyenyak dan mimpi indah sayang."
Aku berbalik kearah mobilku setelah mencium tangan ayah dan ibuku. Dan tidak ketinggalan kecupan di keningku diberikan oleh mereka berdua.
Langkahku terhenti saat mendapati mobil tak asing masuk ke pekarangan rumah. Tak lama kemudian berhenti. Seseorang membuka pintu lalu keluar. Tidak lain dan tidak bukan adalah Kak Pandhu bersama Febi.
Wow! Semalam ini Kak Pandhu membawa Febi kerumah. Aku bergidik jijik menatap mereka. Ada rasa kesal yang entah darimana datangnya. Terlebih melihat perlakuan kakakku pada calon istrinya yang menurutku sangat lebay dan menggelikan.
Bodo amatlah!
Daripada terus menyaksikan hal tersebut aku memilih kembali meneruskan langkahku untuk pulang. Dan sialnya, ketika aku berpapasan dengan mereka. Kak Pandhu menatapku tajam tanpa mau menyapa.
Sialan!
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
ko kk nya gt amat am ade nya.
2022-06-02
0
sulasmi
kakaknya kok gitu amat sich gk ada sayang2nya ama adek sendiri
2022-01-21
0
Lilis Effendi
harusnya sebagai kk pandhu lebih perhatian sama adeknya apalagi punya krisis percaya diri dukungan kakak laki2 ke adik perempuan itu penting loh jngan d anggap remeh g salah ganti bersikap begitu ke pandhu
2021-12-30
2