Sial! Padahal waktu tinggal satu jam lagi sampai jam pulang. Dan apa ini? Pekerjaanku masih menumpuk. Banyak sekali berkas yang belum aku selesaikan.
Setiap kali aku menatap layar monitor komputerku. Rasanya wajah Celvin terpampang disana. Aku mohon! Jangan sampai aku jatuh cinta padanya.
Mau tidak mau aku harus mempercepat tenagaku. Jika tidak, aku harus menambah jam kerja sebagai loyalitas saja tanpa upah lembur. Aku sudah takut ketika membayangkan diriku sendirian sampai waktu maghrib di dalam ruangan kantor. Seram sekali pastinya.
Aku harus fokus!
Detik demi detik berjalan sampai membentuk menit. Jariku tiada hentinya memainkan keyboard dan mouse komputer. Sesekali aku pukul dan geleng-gelengkan kepalaku. Supaya segala pemikiran tidak penting cepat menghilang.
Baru kali ini aku kehilangan fokus separah ini. Aku bahkan tidak bisa memeriksa setiap berkas dan pekerjaan dengan teliti. Karena jika aku memaksa memeriksa lagi, yang ada pekerjaanku tidak selesai. Biarlah, mungkin aku hanya akan mendengar ocehan Mita jika banyak kesalahan. Yang penting bukan Pak Ruddy saja. Tapi bagaimana kalau malah Celvin?
"Aduuuuuhhhhh." Ujarku spontan.
Dan sialnya kencang sekali sampai semua orang menatap ke arahku. Mereka terheran-heran. Pasti yang dipikiran mereka saat ini adalah aku sudah tidak waras lagi.
"Oooopppsss sorry." Ujarku kemudian.
"Fanni hmmm." Celetuk Nike, ia mengintipku dari balik pembatas.
"Hehe sorry kelepasan." Jawabku.
"Bentar lagi pulang jangan mikir aneh-aneh."
"Iya Ke diusahain."
Telingaku terasa panas karena malu. Aku menghela nafas panjang sangat panjang yang seolah bisa menyapu semuanya jika dihembuskan kembali. Miris sekali aku, sebegini tidak tau dirinya sampai menghancurkan pikiranku.
Aku kembali berusaha bekerja. Beruntung jari-jariku sangat lihai dan aku mulai tenang. Kertas-kertas membosankan semakin lama semakin berkurang dari tumpukan. Dan suasana yang kondusif mampu mengendalikan emosiku perlahan. Hanya jarum jam yang berdetak terdengar di telingaku.
Tubuhku besarku tidak bergerak sama sekali kecuali tangan dan mata.
Dan yeah, aku berhasil menyelesaikannya dengan sisa waktu lima menit sebelum jam pulang. Rasa bangga tumbuh dihatiku saat aku mampu menyerang segala kegelisahan. Meskipun aku tidak yakin akan baik tidakkah hasilnya nanti. Yang penting aku tidak telat.
Lima menit berlalu, semua karyawan merapikan bilik dan meja kerjanya. Lalu berhamburan keluar ruangan. Sama halnya denganku. Aku melangkah pelan menunggu pintu tidak berdesakan.
"Fann?" Panggil Nike.
"Iya Ke." Jawabku.
"Kamu kenapa sih?"
"Gak papa Ke."
"Serius ih cerita dong."
"Iya serius gue malah gak tau kenapa juga."
"Kamu lagi berantem sama Mas Arlan ya?"
"Haaaah??? Hahaha."
Nike mengeryitkan dahinya. Tampaknya ia heran dengan responku yang terkekeh. Aku merasa lucu saja melihat Nike yang begitu polosnya menganggap hubunganku dengan Mas Arlan seperti itu.
Nike mencubit bahu besarku pelan. Bibirnya manyun menandakan kesal sekaligus penasaran dengan sikapku. Namun itu malah membuat semakin terkekeh. Ia terus mendesakku untuk bercerita tentang keanehan pada diriku hari ini.
Sebelum itu aku berpikir ulang untuk menuturkannya. Tentu saja aku malu jika mengatakan aku gelisah karena Celvin. Pasti Nike yang akan balik menertawakanku. Belum lagi jika orang lain dengar. Pasti aku juga akan dipermalukan.
Dengan cepat otakku berputar untuk mencari jawaban yang tepat. Yang tidak menimbulkan tawa atau malu. Dan sekilas teringat tentang rencana pernikahan Kak Pandhu. Sepertinya bagus juga. Toh, memang membuatku bingung.
"Itu Ke kakak gue mau nikah." Ujarku kemudian sembari melangkah keluar bersama Nike.
"Ya bagus dong Fann." Jawabnya.
"Enggaklah bayangin Ke gue disuruh ikut fitting baju, kebaya lagi. Aduuuhhhh."
"Emang kenapa sih? Kan kebaya itu cantik."
"Iya buat yang cantik yang kayak gajah begini gimana? Yang ada lemaknya meleber-leber diketawain orang."
"Ya ampun Fanni kamu jangan mikir yang enggak-enggak dulu dong ini kan pernikahan kakak kamu, kamu harus ikut meramaikan dong jangan minder gitu."
"Tuhkan loe juga nggak ngerti perasaan gue."
"Ihh Fanni gak gitu maksud aku..."
"Ah udahlah no suami udah ngejemput sana gih samperin kasian."
"Hmmm... yaudah aku duluan ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumssalam."
Aku tidak mau mendengar ceramah dari Nike yang tidak ada bedanya dengan ibuku. Meski aku tau niatnya baik. Namun isinya tidak akan sepadan dengan pemikiranku. Jadi, aku merasa beruntung ketika suami Nike telah tiba di depan gerbang dan terlihat dari tempatku berada.
Setelah Nike berlalu, aku duduk sendirian di kursi panjang milik perusahaan. Aku ingin sejenak beristirahat. Lagipula, tempat parkir mungkin masih ramai. Kepalaku menengadah keatas. Aku kepikiran belum melaksanakan ibadah ashar. Lalu aku beranjak dan berjalan kearah mushola dan menunaikannya.
Setelah itu kembali ke kursi panjang. Hari masih saja terang. Pastinya karena jarum jam belum sampai ke angka lima. Entah mengapa aku belum ingin pulang. Aku masih saja bersender pada tembok. Benakku melayang membayangkan sikapku hari ini. Terkadang aku meringis geli karena merasa konyol pada diri sendiri.
"Whooeeee!!!" Seseorang sengaja mengagetkanku dari samping tanpa sepengetahuanku.
"Tomiiiiiiiii!!!" Ujarku geram pada orang itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Tomi.
"Hahaha loe ngapain sih ndut ngelamun disini sendirian?"
"Kepo loe!"
"Ihhh ciuuss kan penasaran."
"Loe sendiri ngapain belom pulang?"
"Aaaaaa eke lembur ndut gilaaa banyak banget kerjaan hari ini bener-bener pusing cyyynnn dan belom lagi..."
"Sssstttt... berisik udah sore balik yuk."
"Ihhh sebell deh."
Aku beranjak menuju area parkir diiringi Tomi yang masih berkicau tidak jelas. Sampainya disana, ternyata sudah sepi hanya tinggal mobilku, mobil milik Tomi dan satu mobil lagi yang entah milik siapa. Mungkin milik petinggi karena tempatnya dijaga aman berbeda dengan karyawan lain. Sedangkan disudut kanan tersisa beberapa kendaraan bermotor roda dua.
Aku melenggang masuk ke dalam mobil merah kesayanganku. Aku memacu perlahan. Setelah pengecekan STNK oleh security di posnya. Aku langsung menaikkan kecepatan meninggalkan kantor.
Seperti biasa aku memutar lagu-lagu milik Avril Lavigne yang sama sekali tidak membuatku bosan. Bibirku komat-komit mengikuti lantunan liriknya secara fasih karena sudah terbiasa.
Lampu-lampu kios sudah dinyalakan menjelang petang. Suasana sore yang begitu ramai dan padat memaksaku membelokkan setir melewati jalan alternatif menuju apartemenku.
Tiba-tiba aku merasakan tidak nyaman pada mobilku.
"Dughhh!"
Apa ini? Mobilku terhenti. Aku segera keluar dan memastikan keadaannya. Sialnya, ban mobilku tampak kempes parah. Terlebih di tempat sepi seperti ini. Kepala menangak-nengok kanan kiri.
Dan tepat di sisi kiri jalan adalah tempat pemakaman umum.
"Allahu Akbar."
Aku terkesiap panik, takut dan gemeteran seketika. Terlebih waktu sudah hampir maghrib. Tidak ada bengkel disini. Kendaraan hanya beberapa yang lewat karena memang wilayahnya adalah kawasan industri. Dimana hanya ada bangunan-bangunan pabrik jika berjalan lebih maju, dan makam tersebut ada dibelakang salah satunya.
"Ihh kenapa gue tadi lewat sini sihhh!!!" Ujarku geram.
Bersambung...
Jangan lupa like+komen+favorit+bintang.
Gak bayar loh 😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
MaiRa Rai Matsui 💖
seruuu.. sukaaa ceritanya natural real...
aq baru menemukannmu fanni enndut manis,, fx marathon bacanya hehehehe
2021-05-20
3
Inonk_ordinary
Like it
2020-07-08
1
Yayah Juairiyah
fanni ternyata penakuuttt
2020-06-04
0