****
"Kamu udah aku bilang Nia! Jangan nemuin mereka lagi!" tegas pria yang bersama seorang wanita yang di hampiri Selli.
"Maaf, Mas Beno, aku beneran enggak sengaja, kamu juga ngapain sih nyamperin gue! Kamu udah bukan anak gue!" jawab wanita tersebut lalu membentak Selli yang sudah menarik-narik bajunya.
"Mama kok gitu sih? Selli kangen sama Mama," ujar Selli terkapar di lantai.
Tanpa pikir panjang, aku dan Mas Arlan segera beranjak menghampirinya. Sungguh pemandangan yang tidak pantas untuk dilalui seorang gadis kecil. Aku hanya bisa berdecak miris menyaksikan semua itu.
"Kamu keterlaluan Nia!" ujar Mas Arlan dengan marah, ia menangkap tubuh Selli selalu menggendongnya.
"Kamu yang enggak tahu diri, Lan. Aku udah bilang kamu jangan ganggu hidup aku lagi!" jawab Nia yang tidak lain adalah mantan istri mas Arlan sekaligus ibu dari Selli.
"Setidaknya kamu jangan bertingkah seperti itu di depan anak kamu darah dagingmu! Bener-bener luar biasa biadap kamu, Nia!"
"Apa kamu bilang, Lan? biadab? Enggak ada bedanya sama kamu! Makanya aku cari orang bisa ngasih aku segalanya dan enggak seegois kamu, Lan! Mulai sekarang jangan pernah muncul lagi di hadapanku Lagi. Urus anak kamu sama istri baru kamu yang jelek itu.
Jantungku terasa sedikit sesak mendengar perkataan Nia. Mungkin ia pikir aku adalah istri baru Mas Arlan. Sebenarnya aku ingin sekali menjawab kalau bisa aku ingin menggambar wajahnya yang ayu dengan make up tebal dan terkesan sosialita itu dengan tangan besarku. Namun, belum sampai itu ia telah pergi meninggalkan aku dan Mas Arlan beserta Selli. Dengan langkah cepat dan kesal ia menyusul suami barunya yang sudah keluar sejak tadi.
"Sabar ya, Mas," ujarku mencoba memberi sedikit dukungan untuk Mas Arlan yang tengah menggendong Selli.
"Maaf, Dek, kamu harus lihat hal kayak gini," jawabnya.
"Nggak masalah, Mas. Yang harus dipentingin Selli sekarang, aku takut dia terguncang."
"Iya, Dek. Mas boleh minta tolong lagi gak?"
"Boleh aja, Mas. Selagi bisa."
"Kamu ikut Mas ke rumah ya?Mas minta tolong tenangin Selli soalnya kalo enggak sama kamu enggak tahu dia cocoknya sama siapa lagi, Dek."
Aku sedikit menimang-nimang permintaan Mas Arlan. Bukan merasa keberatan untuk menjaga Selli. Aku hanya merasa sangsi kerumah orang yang masih terhitung baru kenal. Namun, aku juga sangat iba dengan kondisi Selli sekarang. Ia tengah terisak meskipun sangat pelan dan terkesan disembunyikan.
"Emm ... gini, Mas, gumana kalau Selli ikut aku dulu ke apartemen. Maksud aku bukan apa-apa kalau di rumah banyak kenangan bersama ibunya, Mas. Gimana ya, aku juga bingung ngejelasinnya," ujarku pelan-pelan dan sangat hati-hati aku takut Mas Arlan tersinggung.
"Kamu enggak keberatan, Dek?" tanya Mas Arlan.
"Tentu enggak, Mas, aku serius kok pengen main lagi sama Selli."
"Tapi kalau mas tinggal engak papa ya, Dek? Mas ada sedikit kerjaan."
"Tenang aja, Mas."
Mas Arlan menanyakan terlebih dahulu ideku kepada Selli. Dan aku bersyukur gadis kecil tersebut mau menerimanya. Lalu, aku meraih tubuh kecilnya ke gendonganku. Ia memelukku erat dan menyembunyikan wajahnya yang menangis.
Hatiku terasa teriris. Andaikan Selli adalah anakku. Tidak akan aku biarkan sedikit pun ia menderita. Aku merasa kesal atas perbuatan Nia yang tidak lain adalah ibunya Selli. Tanpa sengaja aku mengucap sumpah serapah dalam hatiku untuk Nia. Semoga karma cepat mendatanginya!
****
Kini aku telah berada di dalam mobil merahku dengan Selli. Sedangkan Mas Arlan di mobilnya sendiri dan berjalan ke arah yang berbeda. Dan Selli masih saja bergeming. Mungkin bayangan menyakitkan tersebut masih belum kunjung hilang. Aku khawatir psikisnya ikut terguncang, tetapi tidak bisa mengatasi apa-apa kecuali melipurnya. Mengingat aku belum mempunyai pengalaman menjadi seorang ibu.
Tidak lama kemudian sampailah kami di apartemen. Aku masih menggendong Selli dengam sabar dan lembut. Terkadang aku celotehkan canda dan tawa guna menghiburnya. Yah, meskipun tidak berhasil.
Kutekan nomor pin kunci pintuku dan beranjak masuk. Beruntung aku adalah wanita pecinta boneka. Jadi, banyak boneka yang bisa di mainkan Selli saat ini.
"Kamu suka boneka, Sayang?" tnyaku.
"He'eh," jawabnya.
"Kamu mau ke istana boneka?"
"Emang Tannte punya?"
"Punya dong, hehe."
Aku menunjukkan almari dan kasurku yang dipenuhi banyak boneka. Mungkin yang namanya anak-anak akan cepat senang jika melihat mainan. Begitu pun Selli, tanpa pikir panjang ia langsung menghampiri boneka-bonekaku di atas ranjang.
"Tante bonekanya cantik, ya?" Ujar Selli.
"Iya dong. Tapi, Selli lebih cantik lho," jawabku.
"Selli cantik?"
"Emm ...."
"Selli nakal enggak, Tante?"
"Selli anak pinter."
"Tapi, kenapa mama enggak suka sama Selli, Tante?"
Aku pikir Selli sudah melupakan kejadian beberapa saat yang lalu. Namun tiba-tiba menanyakan sesuatu yang tentu tidak bisa aku jawab. Otakku berputar dan mencari jawaban yang tepat. Sejujurnya aku sedikit kalang kabut mendengar pertanyaan yang terus keluar dari mulut kecil Selli. Terlebih lagi, ia kembali murung. Oh Tuhanku!
"Sayang enggak boleh nangis lho," ujarku mencoba menenangkannya.
"Tapi kenapa mama enggak cuka sama Selli, Tante? Tante jangan bo'ong Selli anak nakal ya? Selli anak jelek Selli enggak pelnah patuh sama olang tua." Ia mengatakan hal itu sembari memeluk salah satu bonekaku dan terisak.
"Selli pernah liat kartun yang ada monster jahatnya enggak?"
"Pelnah tapi gak cuka."
"Nah itu, om yang sama mama tadi kayak monster tahu gak?"
"Belalti om itu jahat dong, Tante?"
"He'eh dan sekarang mama Selli lagi kuasai monster jahat itu demi melindungi papa sama Selli."
"Teyus, mama gimana?"
"Nanti kalo mama menang mama bakalan balik lagi sama Selli karena misinya telah selesai."
"Belalti mama adalah pahlawan ya, Tante?"
"Yups, bener banget itu."
"Teyus mama kapan menangnya?"
"Selli harus bantu mama dengan do'aaaa yang buanyak biar mama cepet menang oke?"
"Ooo ... iya, Tante, Selli mau do'a yang banyak bial bisa bantuin mama lawan monstelnya."
"Anak pinter, sekarang bobo' dulu ya? Kan, capek tadi abis naik bianglala."
Selli mengangguk, ia merebahkan tubuh kecilnya diatas ranjangku. Dan aku menimangnya dengan lagu-lagu anak kecil sampai ia terlelap. Aku bersyukur bisa mengatasi masalah ini. Yeah, meskipun aku harus menyebut seseorang sebagai monster. Jika diingat lagi sepertinya cocok juga ya untuk si om-om.
Lalu bagaimana dengan Mas Arlan sebagai seorang pria mengatasi semua sendiri? Setelah aku menyaksikan secara langsung kejadian beberapa waktu yang lalu. Semakin besar rasa kagumku untuk Mas Arlan. Namun hanya sebatas teman saat ini entah esok hari.
Karena kelelahan juga akhirnya aku ikut berbaring di samping Selli. Dingin AC ruangan apartemenku sangat mengundang rasa kantuk. Terlebih di jam-jam sekarang. Dan tanpa sadar aku ikut terlelap.
Bersambung...
_______________________________________
Maafin akoh yang baru up yaaaaaa 😁😁😁
Besokk di banyakin deh☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
rose hitam
sukaaa...
2020-11-01
1
ᶳᶬ🐉Kethuk {gak suka gangguan}
kpn?
2019-10-14
0
ᶳᶬ🐉Kethuk {gak suka gangguan}
kpn upnya?
2019-10-14
1