Sialnya aku harus menambah dua jam kerja yang terhitung loyalitas saja. Dikarenakan pekerjaan yang diberikan Mita padaku tadi siang. Beruntung aku bersama Nike saat ini. Entah bagaimana aku akan berterima kasih padanya. Ia bagaikan malaikat dengan sosok manusia. Kebaikannya terkadang membuatku tidak enak hati. Dan saat aku menolak bantuannya Nike selalu bersikeras dengan niatnya.
"By the way, thanks ya, Ke. Udah bantuin gue," ujarku kepadanya.
"Ya elah! Kayak sama siapa aja kamu, Fann," jawab Nike dengan anggun dan senyum yang mengembang di paras manisnya.
"Tapi janji deh, jangan bikin repot cuma gara-gara gue Ke. Apalagi sekarang udah menjelang maghrib ntar dicariin suami sama anak lho."
"Nggak apa-apa, Fann. Aku udah izin kok ke mereka. Yang pasti kalo hal yang bener sih nggak bakal dilarang."
"Emm, pokoknya gue makasih banget ya."
Nike hanya menanggapi ucapan terima kasihku dengan senyumannya. Ia memang sudah berkeluarga dan memiliki anak satu yang sudah berumur tujuh tahunan. Sepertinya ia menyewa pengasuh untuk menggantikannya saat sedang bekerja.
Langit sudah mulai memerah berkat pancaran sinar matahari yang akan terbenam. Seharusnya aku sudah pulang sedari pukul empat sore. Namun diperpanjang yang mungkin dengan sengaja oleh ibu bos baru 'Mita sang penjilat'. Mau bagaimana lagi jika aku melawannya, ia akan semakin gencar menggangguku. Terlebih saat ini ia telah menjadi atasanku. Masih mending kalau hanya diganggu, kalau sampai dipecat? Aku pasti akan kebingungan mencari pekerjaan lagi.
Tak lama kemudian, terdengar merdu alunan suara azan dari speaker beberapa masjid. Dan suara merdu itu, berbarengan dengan selesainya pekerjaanku bersama Nike. Setelah itu, kami merapikan meja kerja dan bergegas keluar. Memang terasa risih jika berada di kantor pada jam-jam saat ini, karena suasana mulai sepi. Mungkin hanya ada beberapa orang yang lembur.
"Fann kita ke mushola dulu yuk," ajak Nike membuyarkan lamunanku.
"Oke," jawabku singkat. Lalu, kami melangkahkan kaki ke sebuah bangunan khas yang diperuntukkan untuk ibadah umat muslim. Aku berjalan beriringan bersama Nike.
Sesampainya di sana, kami mengambil air wudhu masing-masing. Setelah itu kami tunaikan kewajiban dari agama kami.
****
Aku berniat ingin mengantarkan Nike pulang. Namun kuurungkan niatku karena bola mataku menangkap sebuah mobil hitam yang tak lain adalah milik suami Nike.
"Aku duluan ya, Fann. Udah dijemput," pamit Nike kepadaku.
"Oke hati-hati dan makasih ya," jawabku.
"Santai aja lagi."
"Emm."
Wanita berhijab itu sekali lagi tersenyum menatapku. Kemudian melenggang ke arah suaminya berada. Sedangkan aku merasa ciut. Bukan karena iri dengannya, hanya saja anganku mulai berandai-andai. Bisakah aku memiliki pasangan yang bertanggung jawab? kalau bisa kapankah Tuhan akan mengirimkannya padaku?
Tiba-tiba, terdengar suara getaran dari ponsel yang aku mode silence sejak tadi. Bahu kananku melepas tali ransel yang berada dalam gendongan punggungku. kuraih keberadaan ponsel tersebut. 'My mom', itulah nama kontak dari sang pemanggil yang tertera dalam layar ponsel. Aku agak sangsi untuk mengangkatnya aku takut ibuku menanyakan kencan buta semalam. Namun tetap tak sampai hati aku menghiraukan panggilan beliau.
"Ya, Ma. Assalamu'alaikum," sapaku perlahan.
"Wa'alaikumssalam. Kamu dimana, Sayang?" tanya ibuku dari kejauhan sana.
"Baru mau pulang dari kantor. Kenapa?"
"Jam segini?"
"Emm, aku lembur, Ma."
"Oh oke. Pulang kerja langsung ke;sini ya dan nggak boleh ditolak!"
Sebelum aku sempat menjawab permintaan ibuku. Panggilan telah beliau matikan. Akhirnya mau tak mau aku melangkah menghampiri mobilku. Aku mulai mengemudikannya kearah jalan rumah orang tuaku. Sebenarnya aku berniat ingin pulang ke apaetemenku sendiri. Ingin sekali kurebahkan tubuhku di ranjang yang saat ini sedang menanti kepulanganku. Apa boleh buat aku harus mampir ke rumah ayah ibuku. Entahlah ada kejutan apa lagi sekarang.
Sekitar lima belasan menit, sampailah aku di tempat tujuan. Aku beranjak keluar dari mobil dan berjalan kearah pintu. Ku tekan bel pintu dengan tidak sabarnya.
"Iya... iya... bentar sayang," ujar seseorang dari dalam rumah, mungkin pemilik suara adalah ayahku.
Grek! Pintupun terbuka perlahan dan memang ayahku yang berada di balik pintu tersebut.
"Malem, Pa," sapaku sembari tersenyum meski kecut.
Ayahku membalas senyumanku. "Malem juga, Sayang. Masuklah kamu kelihatan capek," jawab ayahku yang masih berlogat Belanda.
"Emm."
Aku melenggang masuk ke dalam rumah. Aku berjalan menuju dapur.
Tampak banyak sekali masakan terpampang di meja makan. Yang tertangkap mataku pada saat aku sedang mengambil air minum. Seperti akan ada acara besar malam ini.
"Syukurlah kamu mau kesini, Sayang," celetuk ibuku sembari meletakkan beberapa hidangan lagi ke meja makan.
"Ada hajat apa lagi, Ma?" tanyaku.
"Duduk dulu aja ntar pemeran utama bakal dateng."
Meskipun aku cukup penasaran. Aku tetap menghiraukan perasaan itu. Aku menuju ke ruang tv. Terlihat ayahku sedang menyaksikan pertandingan sepak bola dengan kehebohannya sendiri.
Ting tong! Terdengar bel pintu berbunyi. Dengan gesitnya ibuku berlari untuk membukanya. Entah siapa yang membuat sebegitu tidak sabarnya.
"Malam, Tante," ujar suara seorang wanita yang terdengar asing dari telingaku.
"Itu siapa, Pa?" Karena penasaran aku menanyakannya pada ayahku.
"Calonnya kakakmu kali," jawab ayahku singkat.
Oh ... sebel! Ternyata cuma mau pamer ini doang!
Aku hanya bergumam jengkel dalam hati. Untuk hal sesepele ini, mengapa sampai mengharuskanku datang? Mau pamerkah? Wanita itu adalah wanita kesekiankalinya yang dibawa kakakku yang bernama 'Pandhu Yanuar Geraldine' ke rumah. Memang sih, tak bisa dipungkuri paras bulenya yang tampan berhasil membuatnya mendapat predikat playboy bahkan diusianya yang cukup matang sekitar tiga puluh dua tahun.
"Sini, sini, sini, Cantik. Masuk aja jangan sungkan ya. Fanni, Papa kesini dong," ujar ibuku untuk wanita tersebut disertai untukku dan ayahku.
Aku mematikan televisi yang masih disaksikan oleh ayahku. Aku tidak mau mendengar suara jengkel dari ibuku karena hal sepele. Setidaknya cepatlah datang kalau sudah dipanggil, kalau tidak mau membangunkan macan tidur.
Tampaknya kakakku begitu menikmati momen ini. Sering aku dapati senyum manis yang ia tujukan pada kekasihnya. Yang berhasil membuatku mengarahkan pandangan tajam padanya. Cantik juga, hidung mancung bermata agak sipit dan berkulit putih bersih. Tentunya bentuk tubuh yang begitu indah dan langsing. Tampaknya ia lebih muda dariku. Mungkin blasteran cina. Entah apa yang ada dipikiran kakakku, darah kami sudah bercampur Belanda lalu ia akan menambahkah dengan darah cina lagi.
Sial! Pintar juga kakak cari pacar.
"Hai, Fanni ya? Kenalin aku Febi," sapanya seramah mungkin.
"Emm," jawabku cuek.
"Salam kenal ya semoga bisa akrab."
"Oke."
Entahlah karena apa aku ingin sekali menghiraukan Febi. Ada perasaan tidak nyaman yang merambat di hatiku. Terlebih lagi keluargaku memperlakukannya begitu istimewa dan terkesan tidak menganggap keberadaanku. Apa mungkin mereka malu karena orang yang saat ini terlihat sangat buruk adalah aku sendiri? Lalu mengapa memanggilku kemari kalau hanya sekedar pamer calon menantu cantik?
"Oh shitt!!"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
ka Ros
nyimak..
2021-02-10
1
Akos
mampir yuk DENDAM DAN AIR MATA SEORANG ISTRI
2020-06-01
1
Arifina Rinanti
jangan suuzon
2020-05-14
0