. Dewi tersenyum haru menyambut Dinda yang kini membawa Reifan dipangkuannya. Dinda menyipitkan mata saat tahu pelanggannya adalah ibu dari seorang Aldian. Ia kemudian menyapa memberi senyuman dan sedikit menunduk karena merasa terkejut.
"Dinda... maafkan cucu mama. Dia.... mungkin merindukan bundanya." Ucap Dewi tersenyum dengan alis yang berkerut. Dinda tahu, saat ini Dewi tengah menahan kesedihannya. Dan Dewi pun tahu, bahwa Dinda ingin bertanya tentang ibu dari Reifan. Dewi mengajak Dinda untuk masuk agar obrolan mereka menjadi lebih nyaman di ruang tamu.
"Jadi kapan kalian akan menikah?" Tanya Dewi tanpa aba-aba. Aldi melongo dan urung niatnya untuk duduk, ia memilih berdiri kembali dan menatap tajam pada sang ibu.
"Apa yang mama bicarakan?" Tanya Aldi mendadak bersikap ketus membuat Dinda merasa semakin tak nyaman.
"Bukankah kau kesini dengan Dinda untuk meminta restu? Tadinya mama mau mengenalkanmu pada Dinda, tapi, sepertinya kau lebih cepat satu langkah dari mama." Ucapnya dengan nada ejekan. Dinda hanya menundukan pandangan menahan sesuatu yang membuatnya sesak.
"Kenapa aku kecewa? Tuan Aldian ini sudah menikah kan? Apa yang aku harapkan dari dia?" Gumam Dinda semakin sendu memeluk Reifan.
"Bunda menangis?" Tanya Reifan tiba-tiba melepas pelukannya dan menatap dalam pada mata Dinda yang berembun. Dewi dan Aldi yang tengah berdebat pun menoleh bersamaan pada Dinda yang menjadi gugup dan salah tingkah atas pertanyaan Reifan ditambah tatapan anak dan ibu yang menatapnya dengan dalam.
"Ma-maaf." Ucapnya tersenyum paksa agar Aldi dan Dewi tak berpikir yang tidak-tidak.
"Aldi mandi dulu. Ayo Rei....!" Ajak Aldi hendak meraih Reifan dari pangkuan Dinda.
"Tidak mau... Eifan mau bunda." Reifan semakin erat memeluk Dinda membuat Dewi tertawa kecil melihat tingkah cucunya.
"Bunda... Eifan mau mandi sama bunda... gak mau daddy..." rengeknya masih memeluk Dinda dengan erat.
"Hei Rei... jangan sembarangan minta di mandikan." Bujuk Aldi agar Reifan mau ikut dengannya.
"Tapi Eifan mau bunda...." rengekan manjanya kini berubah menjadi rengekan tangis. Reifan menangis terisak di pangkuan Dinda yang masih merasa heran kenapa anak ini begitu menginginkan dirinya yang memandikan? Dan dimana ibunya? Dinda yang tak tahu rumor Aldi adalah suami yang ditinggal mati oleh istrinya, ia hanya tahu bahwa Aldi sudah menikah.
"Bunda.... daddy jahat..." kembali Reifan merengek mengadu pada Dinda.
"Sudah.... bunda disini ya..." ucap Dinda yang menenangkan Reifan seperti apa yang dilakukan Avril. Aldi termangu melihat sosok keibuan gadis asing yang tak sengaja ia bawa ke rumahnya itu. Ia mendadak bertanya-tanya apakah Dinda masih sendiri atau sudah berstatus? Ia takut jika mengharapkan Dinda untuk menjadi ibu tiri Reifan, Dinda malah sudah memiliki kekasih. Dan untuk membuka hati pun, Aldi masih ragu, karena tidak mudah untuk mencintai seseorang di saat kita masih mencintai dia yang sudah pergi namun namanya tetap melekat di hati. Mendengar kata penenang Dinda pada Reifan, Dewi merasa semakin yakin untuk mendekatkan Aldi dengan Dinda. Tak peduli siapa dia, dari mana asalnya, dan bagaimana masa lalunya. Dewi hanya menginginkan Reifan merasakan memiliki ibu dan ayah yang utuh. Untuk terus merepotkan Avril, Dewi teringat pada perkataan Aldi dimana nantinya Avril juga akan memiliki seorang anak dengan Alvi. Bisa saja Avril akan lebih menyayangi anak kandungnya dari pada Reifan. Meskipun Dewi tak percaya jika Avril demikian, namun siapa yang tahu dengan jalan hidup seseorang.
"Apa kau tak keberatan jika memandikan Rei? Sekali saja untuk membuat Rei tenang. Maaf jika mama memaksa, atau membuatmu tak nyaman. Tapi, hanya hari ini saja. Mama benar-benar baru pertaman kali melihat Rei akrab dengan orang lain selain Mommy nya." Ucap Dewi dengan sedikit memelas. Ia menyadari bahwa Aldi merasa tak enak jika merepotkan Dinda. Apa lagi Dinda baru pertama kali ke sini dan jelas bukan siapa-siapa.
"Tak apa ma... lagi pula, saya ingin berterima kasih pada tuan Aldian yang sudah menolong saya." Jawab Dinda dengan melempar senyum manisnya.
"Oh iya.. kamu belum bercerita kenapa kamu bisa dengan Dinda." Ucap Dewi beralih menatap Aldi yang sedari tadi tidak duduk sama sekali.
"Hanya kebetulan." jawabnya ketus sambil berlalu memasuki rumah. Dewi menatap nanar pada sikap Aldi yang masih sama sejak tiga tahun terakhir.
"Maaf ya... Aldi memang seperti itu. Mama juga tak tahu harus bagaimana menyikapinya, karena mama juga tak bisa menyalahkan siapapun atas kepergian ibu Reifan." Ujar Dewi yang menyadari ketidak nyamanan Dinda.
"Maaf jika lancang. Memangnya, ibu Reifan kemana?" Tanya Dinda dengan ragu dan sedikit menahan diri.
"Dia pergi. Tiga tahun yang lalu setelah melahirkan Reifan, dia meninggalkan Aldi dan membiarkannya mengurus Reifan sendiri. Untungnya, teman sekaligus mantan pacar Aldi selalu membantunya merawat Reifan, dan sampai sekarang dia yang lebih menyayangi Reifan dari pada Aldi sendiri." Jelas Dewi. Dinda seketika berpikir bahwa istri Aldi meninggalkannya ke luar negeri, dan ia pun berpikir yang di sebut mommy oleh keluarga Aldi adalah ibu dari Reifan.
"Begitu ya..." lirihnya ikut bersedih.
Kemudian Dewi mengajak Dinda ke kamar Reifan dan Dinda langsung membantu Reifan mandi dan bermain air. Terlihat Reifan begitu gembira dan Dewi pun terhanyut dalam kebahagiaan Reifan, sehingga ia melupakan bahwa gadis didepannya bukanlah menantunya.
"Nak... mama ambilkan pakaian untuk Rei ya..." ucap Dewi yang berlalu dari kamar mandi lebih dulu.
"Iya ma..." jawabnya masih menemani Reifan bermain.
Aldi melihat betapa nyamannya Reifan dengan Dinda saat ini, sampai ia membayangkan bahwa yang kini tengah memakaikan baju pada Reifan itu adalah Syifa. Aldi terkejut sendiri lalu ia menutupi wajahnya dan berusaha tersadar dari lamunan yang mustahil bisa ia raih kembali. Aldi lebih memilih berlalu memasuki ruang kerjanya dan menyuruh Bagas untuk memberi tahu pelayan Dinda bahwa majikannya baik-baik saja.
. Menjelang malam, Aldi tak melihat tanda-tanda Reifan yang bisa lepas dari Dinda. Reifan malah semakin lengket dan tak ingin jauh dari Dinda meskipun Dinda hanya mengambil apa yang ia inginkan.
"Bagaimana ini? Saking terbawa suasana nya, sampai-sampai aku tak ada waktu untuk mengabari Nisa.." Gumam Dinda yang mendadak gelisah dan meraih ponselnya. Ia segera mencari nomor Nisa dan memanggilnya. Tak menunggu lama, Nisa menjawab dengan cepat.
"Kak Dinda tak apa?" Tanya Nisa dari seberang.
"Tak apa Nis.... maaf baru mengabari." Jawab Dinda masih sedikit panik.
"Syukurlah.... beruntung kak Dinda kenal dengan tuan Aldian. Sudah menolong kakak, dan sekarang dia melindungi kakak, bahkan toko pun ada penjaganya." Ucapnya lagi kini lebih antusias. Dinda menyernyit lalu mengingat ucapan dingin Aldian yang akan memberikan penjagaan untuk tokonya. Dinda pikir, Aldi benar-benar berlebihan.
"Ya sudah Nis... kakak tutup teleponnya ya.." ucap Dinda lalu menekan tombol penutup panggilan.
Dewi melihat kegelisahan Dinda, ia pun segera menghampirinya dan menanyakan mengapa Dinda begitu gelisah.
"Ma... apa saya boleh pulang?" Tanyanya ragu yang ditanggapi sendu oleh Dewi.
"Bunda jangan pergi..." teriak Reifan yang berlari dari ruang tengah menuju Dinda yang berada di ruang tamu.
"Eifan mau bunda.....".
"Itu bukan bunda." Tegas Aldi tangis Reifan dan mengiris hati Dinda seketika.
-bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments