. Beberapa pelayan membawa Dinda menuju kamar VIP yang tak pernah ia pesan sebelumnya. Siapa sangka, ia ikut menumpang dimobil pemilik hotel ini. Namun, Dinda merasa heran karena Aldi yang berlalu pergi dari hotel setelah mengantarkannya. Dan ia seketika teringat bahwa ia harus mencari sebuah tempat untuknya tinggal. Ia tak ingin berlama-lama menumpang di hotel ini. Meskipun Aldi sudah berbaik hati memberikannya tempat tinggal sementara, namun bagi Dinda ini terlalu berlebihan. Terlebih lagi, mereka belum kenal satu sama lain.
. Esoknya, Aldi bergegas meraih kunci mobil dan setengah berlari melewati ruang tengah.
"Mau kemana Al? Ini masih pagi." Sapa Dewi yang kebetulan lewat hendak ke dapur untuk memasak sarapan.
"Aku mau ke rumah Avil ma..." jawabnya tanpa menyembunyikan rasa khawatir di wajahnya. Dewi langsung teringat pada cucunya yang baru sembuh dari demamnya.
"Mau bertemu Rei?" Tanya Dewi melanjutkan langkahnya dan bersikap santai layaknya tak pernah ada apa-apa pada Reifan.
"Ma... tidak mungkin mama tidak tahu kalau Rei sakit kan? Kenapa mama tidak membawanya pulang?" Tanya Aldi dengan mengikuti Dewi dari belakang dan terus menghela nafas kesal.
"Ma... Reifan masih ada aku. Kenapa mama membiarkan Avil terus yang mengurusnya. Avil punya kehidupannya sendiri dan cepat atau lambat dia juga pasti punya anak. Dan juga--"
"Dan juga jika Rei disini, apa kau akan selalu ada untuk Rei? Apa kamu tak akan meninggalkan Rei seperti sekarang? Apa kau juga akan ada di hari ulang tahunnya tanpa terlambat datang?" Tanya Dewi beruntun membungkam mulut Aldian seketika. Dewi berbalik lalu menatap tajam dengan air mata yang sudah berderai.
"Mama juga mau Rei disini. Jujur mama kesepian, tapi mama tak bisa melihat Rei yang menangis terus memintamu ada di sisinya, sedangkan kau sendiri selalu pergi keluar kota atau entah kemana dengan alasan bisnis." Lanjut Dewi masih membuat Aldi diam tak berniat bicara sedikitpun. "Rei membutuhkan sosok ayah dan ibu. Mama hanya mempercayakan Rei pada Avil saja, dan mama juga membiarkan Alvi menggantikan posisimu. Bukan tanpa alasan, selain kau tak pernah memperhatikannya, Alvi juga sangat menyayangi Rei. Bahkan saat Rei sakit, Alvi yang merawat Rei dan menghiburnya agar ia tak terus merengek memintamu ada disisinya. Mama bukan tidak peduli pada Rei, tapi mama merasa malu menampakkan wajah mama pada Avil. Hanya Avil yang bisa menenangkan Rei saat ini, dan hanya Avil yang bisa mengalihkan keinginan Rei untuk bertemu Syifa." Aldi masih membisu mendengar penuturan Dewi. Benar, bukan hanya Dewi, tapi Aldi pun ikut merasa malu jika ia berbicara bahwa dirinya adalah ayah Reifan, sedangkan ia sendiri tak menjalankan perannya sebagai ayah.
"Maaf ma..." lirih Aldi menunduk lalu kembali ke ruang tengah dan mengambil bingkai foto kecil yang ia pajang di lemari.
"Syifa.... apa yang harus aku lakukan. Seandainya, jika semua bisa aku atur sendiri takdirku, aku ingin kau kembali." Lirihnya kembali meneteskan air mata menatap betapa manisnya Syifa dalam sebuah gambar yang ia genggam dengan hati teriris.
"Syifa... Syifa.... SYIFAA!!!!" teriak Aldi melemparkan foto itu hingga pecah dan pecahan kacanya berserakan di lantai. Dewi yang mendengarnya sontak berlari dan menghampiri Aldi yang kini terduduk lesu di ruang tengah.
"Aldi..."
"Ma.... aku ingin Syifa. Aku ingin Syifa kembali ma..." rengek Aldi seolah ia adalah anak kecil yang ingin di belikan balon.
"Sudah Al... jangan seperti ini. Syifa sudah tenang bersama ayah dan kakakmu." Ucap Dewi menenangkan dan ia pun tak bisa menahan diri untuk tidak meneteskan air matanya mengingat mendiang putri dan suaminya.
"Jika dulu aku tidak menikahinya, apa dia akan hidup sampai sekarang? Dan jika saja hari itu kondisi Reifan baik dalam kandungannya, apa Syifa bisa diselamatkan setelah operasi? Ma... kenapa Reifan tidak seberuntung aku? Punya ibu setelah ia menginjak usia 1 tahun, dan sekarang sudah 3 tahun, ia baru merasakan ada yang hilang dari dirinya. Ia baru menyadari bahwa Syifa adalah separuh jiwanya. Aku ingin Syifa kembali. Aku juga tak mau menjadi ayah yang tak berguna seperti ini." Dewi menutup mulutnya tak kuasa menahan tangis mendengar keluhan sang anak yang dulunya begitu kuat menghadapi setiap masalah apapun, namun sekarang ia begitu lemah tak berdaya mengingat betapa tragisnya jalan hidup yang tergariskan untuknya.
. Menjelang siang, Aldi memutuskan untuk ke rumah Avril setelah ia benar-benar tenang. Dewi yang kebetulan punya janji dengan tetangganya hanya memberi nasehat untuk Aldi agar Aldi bisa lebih mengontrol perasaannya. Apa lagi didepan Reifan yang tak mengerti apa-apa.
. Aldi berjalan memasuki rumah Avril yang sudah terbuka lebar. Ia sudah terbiasa masuk begitu saja tanpa permisi dan tak ada yang merasa terganggu atas sikapnya karena Alvi pun tak mempermasalahkan hal itu.
Aldi merasa heran tak biasanya Alvi dan Avril tak ada di ruang keluarga. Ia kemudian bertanya pada Siska yang kebetulan sedang membersihkan area ruang keluarga.
"Tuan Alvi dan Nyonya sedang di taman belakang tuan." Jawab Siska menunduk sopan, dan ditanggapi anggukan oleh Aldi.
Aldi berlalu menuju taman belakang dan ia termangu mendapati betapa bahagianya Reifan yang sedang bercanda ria dengan Alvi. Sesekali Alvi mengangkat Reifan sambil memutarkan tubuhnya membuat Reifan tertawa terbahak-bahak. Lalu, Alvi seolah menjadikan Reifan sebuah pesawat, dan ia membuat Reifan semakin kebawah, dan mereka tergeletak bersama di atas rumput hijau yang di design sedemikian rupa agar dapat di gunakan tanpa alas kaki.
"Aduhhh.... pesawatnya jatuh...." canda Alvi yang menggulingkan Reifan yang masih terbahak-bahak tanpa henti.
"Lagi.. ayah lagi....." rengeknya beranjak dan melompat-lompat kemudian menarik baju Alvi agar terbangun dan mengulangi hal yang sama. Dan dengan senang hati, Alvi kembali mengangkat Reifan dan kembali berputar sambil menirukan suara pesawat.
"Jatuh... jatuh...." teriak Reifan sambil tertawa dan memejamkan matanya karena merasa takut.
Terlihat Avril menghampiri mereka dan Alvi menurunkan Reifan yang sempoyongan sambil masih tertawa. Avril dan Alvi merentangkan tangannya saat Reifan berjalan kearah keduanya. Reifan kembali pada pangkuan Alvi yang melemparkan senyum ejek pada Avril karena Reifan lebih memilihnya.
"Ihh curang.... Rei! Mommy marah!" Ucap Avril memalingkan wajahnya kesal tapi tak membuat Reifan melepaskan pelukannya dari Alvi.
"Ayah... mimi..." ucapnya yang langsung di mengerti oleh Alvi. Segera Alvi mengambilkan air dari meja dan memberikan pada Reifan. Reifan meraih dan meneguk air itu dengan cepat dan tergesa karena kehausan.
"Pelan-pelan sayang." Ucap Avril mencoba membantu Reifan yang minum dengan sesuka hatinya. Setelah Reifan menghabiskan air dalam gelas, ia kemudian termangu menatap sosok yang menatapnya dari balik kaca didalam rumah.
"Daddy....." teriaknya kemudian berlari kedalam membuat Avril dan Alvi terkejut dan menoleh bersamaan kedalam rumah. Tawa Reifan seketika menjadi tangis yang keras saat ia memeluk Aldi dengan erat.
"Kau sudah sembuh ya...." ucap Aldi menahan sesak karena menyaksikan kebahagiaan putranya bersama orang lain.
"Ayo pulang." Ucapnya lagi saat Avril sudah berada di depannya.
"Eifan mau daddy.... cakit...." rengeknya menunjuk bekas jarum infus yang sempat terpasang di tangan mungilnya. "Daaahhh ayah.... Eifan pulang." Ucapnya melambaikan tangan pada Alvi.
-bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments