. Yasmin yang masih berumur 17 tahun, bisa-bisanya ia terpikat pada pengusaha muda yang sudah memiliki anak. Dan juga, melihat sikapnya, Yasmin ragu Aldian akan menyukainya. Kemudian Yasmin melirik pada Bagas yang menurut penilaiannya tak kalah tampan dari Aldian. Meskipun hanya seorang asisten, Bagas memiliki pesonanya sendiri dengan rambut yang berponi dan sikap kedewasaan, bahkan dari cara ia duduk dan tersenyum, Yasmin tahu Bagas bukanlah orang sembarangan. Ia menebak bahwa Bagas juga adalah orang dari kalangan berada.
"Sepertinya putri sulung kami punya acara. Jadi maafkan karena tak bisa memperkenalkannya dengan kalian." Ucap Salma memberi jawaban atas hal yang mungkin ditanyakan oleh Aldian dalam benaknya.
"Oh.... begitu. Tapi, sepertinya... putri sulung anda memang tidak ingin bertemu dengan saya." Ujar Aldian dengan memasang senyum lega semakin membuat jantung Yasmin berdebar keras. Senyuman pengikat itu membuat luluh hati gadis mana saja yang melihatnya. Melihat sikap Yasmin, Salma menyuruhnya untuk kembali ke kamar agar Yasmin tidak membuat malu dihadapan Aldian.
"Maaf ya... Yasmin memang suka cari perhatian." Ucap Salma setelah mengusir Yasmin dari ruang tamu.
"Tak apa. Saya memaklumi." Jawab Aldian yang merasa sudah santai.
"Kalau begitu, saya permisi." Ucap Aldi kemudian membuat Hadi dan Salma terkejut karena kunjungan Aldi begitu singkat.
"Kenapa terburu-buru?" Tanya Salma yang tak bisa menutupi rasa penasarannya.
"Saya dapat kabar putra saya sakit, jadi saya harus segera pulang." Hadi dan Salma terdiam membisu sesaat ketika mendengar jawaban Aldi.
"Ba-baiklah. Saya mengerti." Ucap Hadi yang tak tahu lagi harus berkata apa. Kemudian Aldi dan Bagas beranjak dan pergi dari kediaman Hadi.
. "Kemana Dinda?" Tanya Hadi yang masih menatap kepergian Aldian dari teras rumah.
"Dia pergi mas." Semula Hadi menyernyit mencoba mencerna ucapan sang istri maksud dari 'pergi' itu apa. Namun melihat Salma yang perlahan menangis dan semakin keras, Hadi kini tahu maksudnya bahwa Dinda benar-benar kabur dari rumah.
"Cari putriku sampai ketemu!" Ucapnya lantang dengan ditanggapi siaga oleh bawahannya di seberang telepon. "Dan cari Emilio. Jika dia tak ada, sangat jelas bahwa dia membawa Dinda." Lanjutnya dan ditanggapi hal yang sama oleh bawahannya. Hadi mendengus kesal sambil menekan layar ponselnya dengan sedikit kuat dan ia mencengkram ponselnya tak kalah kuat.
Hadi berlalu menuju kamar Dinda, dan ia menemukan kondisi kamar yang begitu rapi, dan saat ia membuka lemari, ia tak mendapati beberapa pakaian Dinda. Bahkan perhiasaan dan kartu credit tersimpan rapi di dalam lemari.
"Apa yang dia rencanakan? Apa dia mau mati hidup sendirian?" Decih Hadi yang kemudian berlalu kembali keluar kamar.
. Di pesawat, seorang gadis duduk di samping Aldi dengan sangat sopan. Saat Bagas yang baru datang dari toilet, ia heran mengapa kursinya ada yang menempati.
"Maaf nona. Ini tempat saya." Ucap Bagas dengan tegas namun masih sopan.
"Benarkah? Saya salah tempat duduk. Ma-maaf." Ucap Dinda dengan gugup dan beranjak dari duduknya.
"Tapi, tak apa nona... silahkan. Kita bertukar saja." Ucap Bagas menahan agar Dinda tidak pergi dan tetap di samping Aldi yang terheran menatap tajam padanya. Aldi tahu rencana Bagas yang ingin membiarkan dirinya dengan gadis ini agar lebih dekat. Padahal Bagas sendiri tahu Aldi sangat tak suka jika di perlakukan seperti itu. Bagas menaikan alisnya beberapa kali dengan menunjukkan wajah mengejek pada Aldi.
"Tak apa... saya--"
"Nona disini saja. Saya tidak keberatan." Ucap Bagas lagi menyela cepat. Dengan perasaan ragu, Dinda kembali duduk lalu menoleh sesaat pada Aldi yang sudah memalingkan wajahnya ke jendela. Tatapannya begitu sayu dan terlihat sangat lelah. Ingin Dinda menyapa, namun ia terlalu takut akan penolakan Aldi untuk menjawab.
Pikiran Aldi masih terus tertuju pada Reifan. Ia membayangkan parahnya Reifan saat demam, dan kemarin Avril sampai habis-habisan memarahinya karena ia dan Bagas tak ada yang mengangkat telepon darinya.
Bagas menoleh berkali-kali pada Dinda dengan menyipitkan matanya membuat Dinda tidak merasa nyaman dan berpikir bahwa Bagas tidak terima karena tempat duduknya ia duduki.
"Tuan... jika anda ingin disini silahkan. Saya minta maaf karena salah menempati kursi. Dan--"
"Apa anda kabur dari rumah?" Seketika Dinda mematung dan mendadak gugup mendapati pertanyaan Bagas yang sangat tiba-tiba.
"Hei... jika kau tidak mau bertukar tempat, jangan sembarangan memberikan pertanyaan." Tegur Aldi yang memejamkan matanya tanpa ingin membuka dan menoleh pada Bagas.
"Hanya bercanda Al... kau ini selalu saja serius." Elak Bagas yang kembali ke mode humorisnya. Untuk Bagas, menjadi asisten Aldi seharian itu sudah melelahkan. Ia akan menjadi dirinya sendiri saat malam tiba.
. Sampai di kota J, Aldi berniat tak langsung ke rumah Avril, selain karena sudah larut malam, ia juga tak ada hati jika bertengkar dengan Alvi hanya karena mengganggu tidurnya.
Namun, saat ia hendak memasuki mobil yang sudah disiapkan Bagas, Aldi menoleh pada Dinda yang terlihat kebingungan. Kemudian Aldi memasuki mobil dengan acuh saat Dinda menoleh kearahnya. Dan selanjutnya, Bagas menghampiri Dinda dengan versi dirinya yang berbeda. Ia kembali menjadi tegas dan dingin.
"Mau saya antarkan?" Tanya Bagas dengan masih mempertahankan kesopanannya.
"Tak perlu tuan. Saya naik taksi saja." Jawab Dinda tak kalah sopan.
"Tapi ini sudah larut. Saya dan teman saya mengkhawatirkan anda." Dinda menyernyit kemudian melirik kearah mobil dan melihat Aldi begitu dalam menatap keluar dengan tangan yang menahan pipinya.
"Tapi tuan...." Dinda menggantungkan ucapannya karena ia tak tahu harus bicara apa. Karena ia sendiri tak tahu harus kemana. Untuk ikut dengan orang lain pun ia tak ada hati jika melibatkan mereka dalam masalahnya.
"Tenang saja. Kami bukan orang jahat." Ucap Bagas kemudian setelah melihat sikap Dinda yang seakan waspada padanya.
"Saya tidak berpikir anda dan beliau orang jahat. Hanya saja...."
"Saya juga tidak akan meminta bayaran pada nona."
"Bukan begitu tuan..."
"Lalu? Alasan apa lagi yang membuat anda menolak niat baik teman saya?" Dan seketika itu juga, Dinda berpikir keras. Pertama, ia tak tahu harus menerima atau menolak ajakan pria tampan didepannya yang ternyata suruhan pria dingin di dalam mobil. Kedua, ia harus mencari tempat untuk bermalam setidaknya malam ini saja. Dan ketiga, ia harus pandai menyembunyikan identitasnya sebagai putri sulung dari Hadi Nugraha dan alhi waris yang sah atas perusahaan DY group. Meskipun bisa saja Yasmin lah yang menjadi penerus usaha ayahnya, namun tidak menutup kemungkinan ayahnya menginginkan dirinya yang menjalani bisnis perhotelan yang bertolak belakang dengan keahlian Dinda yang lebih menyukai merangkai bunga daripada mengurus perusahaan yang membuatnya sakit kepala.
Dengan terpaksa, Dinda menerima ajakan Bagas dan ia meminta diantarkan ke sebuah hotel yang sangat Aldi kenal. Selain karena Dinda yang buntu tak bisa berpikir apa-apa lagi, ia hanya tahu rekan bisnis ayahnya adalah pemilik hotel P. Ya, yang tak lain adalah Aldi sendiri. Aldi menyuruh petugas yang ia percaya lewat sebuah pesan untuk menyiapkan kamar VIP untuk tamunya. Dan saat mereka sampai, beberapa petugas berbaris dan menunduk memberi hormat pada Aldi membuat Dinda termangu sekaligus heran.
"Aldian Mahendra?" Gumam Dinda pelan.
-bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments