. Aldi berbalik dan berjalan semakin jauh dari Avril dan Alvi. Avril merasa tak rela jika Reifan harus pulang dengan Aldian saat ini.
"Al..." panggil Avril menghentikan langkah Aldi. Namun, mendapati Avril yang tak kunjung bicara, Aldian kembali melangkahkan kakinya.
"Jangan lupa obat Rei... dia masih harus meminum obat. " Ucap Avril dengan nafas yang sedikit tersenggal. Ia benar-benar tak bisa melepas Reifan.
"Dadahhhh mommy...." ucapnya begitu menggemaskan dan Avril semakin merasa teriris saat Reifan memberinya sun jauh. Alvi merangkul Avril dengan mengusap lembut pundaknya.
"Al... aku.... Reifan." Lirih Avril yang tak bisa berkata apapun lagi.
"Sudah.... Reifan tak akan selamanya dengan Aldi. Saat Aldi tak ada, bukankah kau yang mengurusnya?"
"Tapi Al.... aku tak yakin Aldi bisa menjaga Rei."
"Kau ini bicara apa? Aldi itu ayah kandungnya. Tidak mungkin dia tidak bisa menjaga Rei."
"Tetap saja Al..."
"Suttt sudah. Itu hanya kekhawatiranmu saja. Aldi tak seperti yang kau pikirkan." Mendengar itu, Avril mencoba untuk tenang dan tak berpikir yang tidak-tidak. Alvi benar, Aldi ayah kandung Reifan, ia tak mungkin mengabaikan Reifan dan membiarkan Reifan begitu saja. Namun mengingat hal yang sudah Avril saksikan, Avril semakin merasa khawatir pada Aldian yang mungkin akan kembali mengabaikan Reifan.
. Berhari-hari telah berlalu, Avril gelisah karena Aldi tak kunjung menitipkan Reifan padanya. Hingga ia memutuskan untuk pergi ke rumah Aldi untuk memastikan bahwa dugaannya tentang Aldi yang melarang Reifan bersamanya adalah salah. Avril bergegas setengah berlari memasuki rumah Aldi. Diluar dugaan, rumah yang biasanya rapi, kini menjadi begitu berantakan dengan mainan Reifan. Padahal disana ada lebih dari 3 orang pelayan yang bertugas membereskan rumah. Saat Avril melihat ke ruang tengah, ia termangu menatap Aldi yang begitu berbeda. Avril mendapati Aldian sedang bermain dengan Reifan dan tertawa tanpa beban. Bahkan ia tak segan mendorong Reifan yang naik di atas mobil mainannya. Sengaja Aldi tak membelikan mobil mainan yang canggih, agar Reifan tidak terbawa kesenangan sampai besar nantinya. Lalu, terlihat Reifan berlari dan menyuruh Aldi untuk mengejarnya, dan saat itu juga, Aldi langsung mengejar Reifan dengan langkan kecil.
"Hayoooooooo.... daddy kejar kamu...." terdengar tawa riang Reifan setelah Aldi menakutinya seperti itu.
"Ahahaha mommy... daddy... takut....." teriaknya berlindung di belakang Avril. Aldi seketika berhenti dan mematung menatap Avril yang ikut terharu dengan kebersamaannya dengan Reifan.
"Avil? se-sejak kapan?" Tanya Aldi yang mendadak gugup. Baginya, sikapnya ini sangat memalukan dihadapan Avril.
"Baru saja." Jawab Avril melempar senyum ringannya.
"Ma-maaf ya... rumahku berantakan." Ucap Aldi masih sangat gugup.
"Tak apa... wajar saja jika ada Rei. Mama mana?" Avril menoleh kesana kemari mencari keberadaan Dewi yang sedari tadi tak menampakkan diri.
"Mama sedang ke pertemuan arisan." jawab Aldi mulai santai dengan suasananya. "Kau dengan Alvi?" Tanya Aldi selanjutnya.
"Tidak. Aku sendiri. Alvi masih bekerja." Jawab Avril yang menggendong Reifan dengan gemas. Baginya, tak ada hari tanpa mencium pipi chubby Reifan. Dan sekarang, ia memberikan ciuman itu bertubi-tubi hingga Reifan merengek ingin di lepaskan. Aldi tertawa kecil melihat ketidaknyamanan putranya pada Avril.
"Mommy merindukanmu...." ucap Avril yang enggan melepaskan Reifan.
"Mommy... lepas... Eifan mau main...." rengeknya mendorong wajah Avril dengan kuat.
"Kamu tidak kangen mommy?" Tanya Avril memasang wajah merajuk pada Reifan.
"Aaaaa Eifan mau main.... mommy... turun...." lagi, rengek Reifan meronta-ronta agar ia di turunkan.
"Iya iya baiklah...." ucap Avril yang menyerah dengan sikap Reifan hari ini. Lalu, Reifan kembali meminta Aldi untuk main petak umpet berdua. Kemudian Avril tertuju pada telepon rumah yang berdering. Ia segera menjawab dan bertanya dari siapa panggilan itu.
"Hallo..." ucap Avril memulai pembicaraan.
"Avril? Itu kau? Apa Aldi di rumah? Kenapa tidak menjawab telepon mama?" Tanya Dewi tanpa memberi kesempatan Avril untuk menjawab.
"I-iya ma.. Aldi di rumah. Memangnya ada apa ma?" Tanya Avril merasa penasaran dengan kepanikan Dewi.
"Apa kamu bisa suruh Aldi untuk mengambil pesanan bunga pada toko di jalan kenanga no 02?" Tanya Dewi sedikit ragu, namun Avril menawarkan diri untuk mengambilkannya ke tempat yang di sebutkan Dewi. Segera Avril berlalu dan bergegas menuju alamat tersebut sesaat setelah ia meletakkan kembali telepon rumah dengan pelan.
"Avil.. mau kemana?" Teriak Aldi menyadari kepergian Avril.
"Ambil pesanan mama." Jawab Avril tak kalah berteriak.
. Avril melaju menembus jalanan dengan hati yang tenang setelah menyaksikan betapa bahagianya Reifan dengan Aldi. Karena sangat jarang momen ini Avril lihat sebelumnya.
"Syifa... andai kau masih ada. Pasti kebahagiaan Aldi semakin lengkap." Lirih Avril terus memasang senyuman sepanjang jalan.
Sampai di alamat yang di tuju, Avril segera menanyakan tentang pesanan Dewi. Dinda menanggapi dengan begitu ramah dan sambil menunggu pesanannya benar-benar siap, Avril melihat-lihat berbagai macam bunga di toko yang baru buka itu.
"Aku baru melihat toko ini, apa kau baru buka?" Tanya Avril dengan masih fokus pada bunga mawar putih di depannya.
"Iya. Kebetulan ini hari kedua aku membuka toko. Dan kau adalah pelanggan ke 10 yang datang." Jawabnya menghampiri Avril sambil membawa pesanan yang di maksud Dewi.
"Apa aku akan mendapat hadiah?" Canda Avril bertanya dengan wajah yang polos.
"Jika kau menjadi pelanggan tetap, aku pastikan kau akan mendapat hadiah istimewa nona."
"Jangan formal begitu. Aku bukan orang penting. Panggil aku Avril saja." Dinda tersenyum tipis lalu mengangguk tanda mengerti.
"Baiklah... aku Dinda. Jika kau ingin memesan bunga, kau bisa menghubungiku." Ucap Dinda kemudian memberikan kartu namanya pada Avril.
"Hei... sepertinya kita seumuran." ucap Avril menebak asal.
"Benarkah? Aku sudah tua." Canda Dinda di tanggapi tawa kecil oleh Avril. "Aku sudah 25 tahun" lanjutnya membuat Avril menyipitkan matanya.
"Hei... aku juga 25 tahun." Dan kali ini Dinda yang menyipit karena tak percaya bahwa Avril seumuran dengannya. Melihat wajahnya yang seperti masih kuliah membuat Dinda ragu dengan pengakuan Avril.
"Apa kau sudah menikah?" Tanya Dinda ragu.
"Kebetulan sudah." Jawab Avril tersenyum begitu manis. "Dan kau?" Tanya Avril sama-sama ingin tahu tentang gadis didepannya.
"Kebetulan belum." Jawabnya dengan nada candaan membuat keduanya tertawa bersama.
"Jika kau berminat, aku punya teman yang single, atau mau yang duda?" Bisik Avril menaikan alisnya seakan pembicaraannya tak ingin ada yang tahu padahal tak akan ada yang mendengar.
"Ahaha tidak... aku ingin sendiri dulu." Tuturnya yang merubah raut wajah Avril menjadi kecewa.
"Duda anak satu lebih menggoda loh." Ejeknya lagi yang kini berhasil membuat Dinda menatapnya dingin. Menyadari hal itu, Avril seketika menjadi gugup merasa bersalah atas ucapannya.
"Ma-maaf. Apa aku menyinggung perasaanmu?" Namun Dinda tak langsung menjawab, ia hanya menghela nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Tidak... tak apa..." jawabnya kembali melempar senyum.
"Emmm aku minta maaf ya... dan terima kasih...." ucap Avril kemudian berlalu dari area toko. Dinda menatap dalam kepergian Avril dan berandai ia pun bisa menikah di usianya yang sekarang. Namun apa daya, orang tua yang tak memberi restu pada dirinya dan Emilio, dan malah berencana menjodohkan dirinya dengan duda.
-bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments