. Aldi bergegas keluar toko setelah melakukan transaksi pembayaran dengan Dinda. Namun saat Aldi sudah meraih pintu mobil, ia berbalik dan kembali menghampiri Dinda yang tengah duduk melamun di meja pribadinya. Dinda melirik perlahan dan kembali menatap pensil yang sedang ia mainkan.
"Apa ada yang tertinggal?" Tanya Dinda seolah begitu enggan menatap wajah Aldi.
"Bisakah kau ikut denganku?" Alis Dinda mendadak berkerut, ia tak mengerti dengan ajakan Aldi yang terasa tiba-tiba dan bertanya-tanya kemana Aldi hendak mengajaknya pergi.
"Kakiku masih sakit." Jawab Dinda dengan santai menunjukan penolakan secara halus.
"Kalau begitu aku gendong saja." Ucap Aldi yang menggendong Dinda tanpa butuh izin dari Dinda terlebih dahulu. Seketika wajah Dinda memerah dan jantungnya berdebar keras. Begitupun dengan Aldi, Dinda merasakan hal yang sama saat tangannyaw tak sengaja menyentuh dada Aldi.
"Aldi turunkan aku." Pinta Dinda setengah berteriak. Aldi termangu mendengar panggilan Dinda yang kini sudah tak terdengar ada keraguan lagi.
"Katanya kakimu sakit." Aldi mendelik membantah kekesalan Dinda yang terus meronta-ronta ingin diturunkan.
Wajahnya semakin memerah menahan malu dan Dinda begitu salah tingkah, tak bisa ia pungkiri bahwa pesona seorang Aldian Mahendra begitu memikat hatinya. Jika ia tak ingat pada Emilio, mungkin Dinda sudah benar-benar jatuh hati pada duda anak satu ini.
. "Dahhh Fam..." ucap Avril melambaikan tangannya seraya terus berjalan keluar rumah.
"Hati-hati Avil." Famela tak kalah keras membalas ucapan Avril yang sudah berlalu dengan diantar oleh suaminya sampai depan rumah.
Tak lama berselang, sekitar 10 menit setelah Avril berlalu, terdengar kembali suara mobil yang berhenti di depan rumah Famela. Deyan yang kebetulan sedang menutup pintu kamar depan, ia membuka pintu utama dan menampilkan Aldi sudah berdiri di depan pintu.
"Aldi..." tanyanya heran saat melirik pada gadis asing yang berdiri di belakang Aldi.
"Apa Famela sudah tidur?" Tanya Aldi dengan nada datar.
"Kebetulan belum. Dan baru saja Avil pulang." Jawab Deyan dengan mengajak Aldi untuk memasuki rumah.
"Avil kesini?" Tanya Aldi mendadak heran, padahal seharusnya tak ada yang perlu ia buat heran. Karena Avril yang lebih antusias untuk menjenguk Famela dibanding teman-temannya yang lain.
"Dengan Alvi?" Tanyanya selanjutnya yang ditanggapi anggukan oleh Deyan.
"Siapa kak?" Tanya Famela yang beranjak setelah ia menidurkan putri kecilnya yang sedari tadi sudah terlelap di pangkuannya.
"Aldi." Jawab Deyan dengan santai. Famela menoleh dan terkejut mendapati sosok gadis yang belum ia kenal. Namun disisi lain, Famela merasa terharu karena berpikir bahwa Aldi sudah bisa menerima kehadiran wanita lain selain Avril dan Syifa.
"Apa ini...." Famela sengaja menggantungkan lertanyaannya dengan beberapa kode dari sorot matanya melirik kepada Dinda.
"Saya teman--"
"Dia teman dekatku." Aldi menyela cepat dengan menoleh dan menatap dalam pada Dinda yang menoleh kasar padanya.
"Hanya teman dekat?" Tanya Famela penuh keraguan pada jawaban Aldi.
"Yaaa pikirkan saja sendiri." Jawab Aldi menggaruk kepala belakangnya dengan gugup dan berhasil membuat Famela tertawa kecil dibuatnya.
"Kau masih sama saja Al. Dulu pada Syifa juga kau tak mengakuinya, tapi sebenarnya kau begitu mencintainya. Dan sekarang, sikapmu sama seperti pada Avil dulu. Jadi, apa kalian sudah berencana menikah?" Seketika Dinda kembali merona menahan malu sekaligus gugup karena pertanyaan Famela yang tiba-tiba.
"Hei hati-hati ya... Aldi ini orangnya menyebalkan." Ucap Famela kemudian. Dinda hanya tersenyum tipis dan sesekali melirik kearah Aldi yang masih memasang wajah datarnya.
"Tapi aku senang jika kau bisa membuat Aldi jatuh cinta lagi. Aku sangat takut jika Aldi benar-benar mati rasa setelah kehilangan istrinya, dan ditinggal nikah oleh mantan pacarnya." Bisik Famela ke telinga Dinda dengan suara sedikit keras.
"Fam.... apa kau sangat suka membicarakanku?"
"Ehehe maaf Al... habisnya kau sangat sulit membuka hati. Pada semua teman wanitaku yang aku kenalkan padamu saja kau terang-terangan menolaknya."
"Kau pikir saja sendiri Fam. Dia hanya mau hartaku saja. Coba saja jika Avil dan Baren tak ada, mungkin aku tak akan berada di posisi ini dan gadis-gadis yang kau maksud itu juga tak mungkin menginginkan posisi Syifa sebagai nyonya Mahendra." Mendengar itu, Famela dan Dinda hanya bisa diam dengan pikirannya masing-masing. Famela yang mungkin setuju dengan perkataan Aldi, dan Dinda yang mungkin merasa diragukan kesetiaannya sebagai gadis asing yang mengagumi Aldi. Meski begitu, Dinda tak merasa sakit hati atau tersinggung, ia malah merasa lega jika Aldi tak membawanya pada masalah yang lebih besar dengan topeng hubungannya dengan Aldi yang dianggap sebagai sepasang kekasih oleh orang lain. Dinda masih sadar akan ikatannya dengan Emilio yang jelas ditentang oleh kedua orang tuanya.
"Apa kau sudah bertemu dengan teman-teman kami yang lain?" Tanya Famela dengan antusias menatap harap pada Dinda.
"Fam....." delik Aldi dengan kesal. Deyan yang melihatnya terkekeh sambil fokus pada laptop yang sedang ia mainkan.
"Iya iya. Tapi pada mantan pacarmu itu harus tahu. Nanti bisa-bisa ada perang dunia kelima jika kau tak memberitahunya." Ejeknya semakin membuat Aldi kesal.
"Jangan bicara begitu Fam." ~Aldi.
"Oke oke aku minta maaf." ~Famela.
. Setelah memutuskan untuk pulang, Aldi mengantarkan Dinda ke rumahnya terlebih dahulu.
"Kau yakin tokomu sudah tertutup sempurna?" Tanya Aldi penuh keraguan dan terlihat khawatir jika ada apa-apa yang terjadi di toko milik Dinda.
"Tak apa Al... aku percaya pada Nisa." Jawabnya membuka pintu perlahan.
"Mau masuk dulu? Akan ku buatkan teh atau kopi." Ucapnya kemudian sambil menutupi kegugupannya karena ucapan Aldi sebelum mereka pulang dari rumah Famela dimana Aldi yang di tahan sebelum memasuki mobil karena panggilan Famela yang tiba-tiba, dengan santai Aldi mengatakan bahwa Dinda mungkin akan menjadi bunda untuk Reifan. Meskipun Dinda menganggapnya bercanda, namun itu cukup membuatnya merasa 5erbang di atas awan oleh sebuah pengharapan.
"Tidak... sudah malam. Aku tidak mau membuatmu jadi bahan pembicaraan tetanggamu." Ucap Aldi sembari tersenyum tipis dengan damage yang meluluhkan hati Dinda seketika.
"Emm baiklah. Hati-hati di jalan." Imbuhnya terdengar pelan dan sedikit gugup. Lagi-lagi Aldi hanya tersenyum dan kemudian berbalik membelakangi Dinda yang masih meraih pintu.
"Oh iya. Apa kau sudah punya kekasih?" Tanya Aldi yang terhenti dari langkahnya menjauhi Dinda. Ia sedikit menolehkan wajahnya dengan begitu sendu. Namun tak lama, Aldi terkekeh dan kembali melangkah menuju mobil.
"Lupakan. Maaf sudah merepotkanmu. Terima kasih." Ucapnya sembari membuka pintu mobil. Mendapati Dinda yang hanya diam, Aldi segera melajukan mobilnya meninggalkan area perumahan kelas menengah yang tak jauh dari toko milik Dinda.
. Berhari-hari, Dinda merasa hampa karena Dewi tak pernah lagi memesan bunga padanya dan bahkan Aldi pun tak ada menghubunginya. Ia berpikir bahwa Aldi mungkin kecewa karena pertanyaannya tentang kekasih tidak ia jawab.
"Apa Aldi sudah tahu kalau aku sudah punya kekasih?" Gumamnya dengan suara pelan sambil mengetukkan jarinya di meja.
"Kak... ada yang mencari kakak." Ucap Nisa setengah berteriak. Seketika Dinda merasa antusias dan dengan cepat berlalu ke ruang tunggu. Saat ia hendak memanggil nama Aldi, wajahnya berubah menjadi tegang.
"Lio?"
-bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments