Mencari dessert yang diinginkan oleh Elyna ternyata cukup sulit juga. Namun, Rifal tak patah arang. Dia terus mencari. Dia abaikan panggilan dari orang-orang suruhannya yang bertugas mencari Keysha.
Satu jam setengah mengemudi akhirnya dia sampai di kedai dessert yang Elyna inginkan. Ada kebahagiaan di hatinya tatkala tiba di sana. Rifal mengambil ponsel dan memperlihatkan menu yang Elyna inginkan ke penjaga toko.
"Kebetulan sisa satu, Pak." Ada kelegaan di hatinya. Rifal pun memesan rasa lain, matha, cheese dan orio. Ada kepuasan tersendiri ketika Rifal mendapatkan apa yang diinginkan oleh Elyna. Dia juga mampir ke minimarket untuk membelikan susu cokelat untuk istrinya.
Hampir jam sepuluh malam Rifal baru tiba di klinik. Di mana klinik itu sudah sepi. Ketika dia membuka pintu ruangan, Elyna tengah terduduk sambil memegang tasbih kecil.
"Belum tidur?" Elyna menggeleng. Rifal menghampiri ranjang pesakitan dan dia melihat makan malam yang disediakan klinik masih utuh.
"Belum makan?" Lagi-lagi Elyna menggeleng. "Kenapa?" Elyna hanya diam, dia tidak menjawab. Rifal pun meraih nampan berisi makan malam tersebut dan mulai menyuapi.
Ketika sendok sudah ada di depan mulut Elyna, dia bertanya dengan nada ragu, "Mas, sudah makan?"
Rifal tercengang dengan apa yang Elyna katakan. Ini alasan kenapa Elyna belum makan. Dia menunggu dirinya.
"Sudah, tadi saya makan di pinggir jalan." Elyna mengangguk dan akhirnya Elyna membuka mulutnya. Sungguh Rifal merasa sangat bersalah kepada wanita cantIk di depannya ini. Benar kata ayahnya, dia terlalu baik. Tidak pantas untuk disakiti.
Elyna tidak bisa makan banyak. Dia memilih untuk memakan dessert yang dia inginkan. Terlihat Elyna sangat menyukainya.
"Enak?" Elyna mengangguk. Rifal pun tersenyum bahagia. Dia membuka susu kotak yang dia beli dan menyerahkan kepada Elyna.
"Makasih." Elyna berkata dengan sangat bahagia.
Memandangi wajah Elyna ketika makan membuat Rifal tersenyum bahagia. Elyna sedikit merasa risih dengan tatapan Rifal.
"Mas, mau?" Elyna menyodorkan dessert yang tengah dia makan. Jantung Elyna berdegup tak karuhan ketika Rifal malah mendekatkan wajah ke arah wajah Elyna.
Perlahan Elyna menutup mata, tetapi dia hanya merasakan usapan lembut ibu jari di sudut bibirnya. Sungguh Elyna merasa malu sendiri.
"Kamu tuh makannya kayak anak kecil. Belepotan."
.
Jam sembilan pagi Elyna sudah diperbolehkan pulang. Kondisi tubuhnya sudah mulai membaik. Dia juga terlihat lebih segar. Rifal membantu Elyna turun dari ranjang dan tidak Elyna sangka suaminya itu menggenggam tangannya. Hati Elyna merasa hangat.
Elyna sudah mengeluarkan kartu pribadi miliknya untuk membayar biaya perawatan. Namun, Rifal menolak. Biarlah dia yang membiayai perawatan Elyna. Banyak doa yang dokter itu berikan kepada Elyna dan Rifal. Elyna hanya tersenyum hambar. Sesungguhnya hatinya belum sepenuhnya percaya kepada Rifal. Ada rasa takut kecewa kembali di hatinya.
"Rumah kamu gak jauh dari sini?" Elyna pun mengangguk. Dua puluh menit mengemudi, mobil itu berhenti di rumah sederhana nan sejuk.
"Saya mau nemenin kamu di sini." Elyna yang baru saja membuka seatbelt terkejut. Dia menatap wajah sang suami dengan tatapan bingung.
"Tapi, Mas ... orang di sini tidak tahu kalau aku sudah menikah. Aku tidak mau digerebek oleh warga satu kampung." Elyna menolak dan menjelaskan alasannya kepada Rifal. Namun, Rifal hanya tersenyum. Dia membuka tas yang sedari Jakarta dia bawa.
"Saya bawa buku nikah kita." Terkejut sudah pasti. Apa seniat itu Rifal mencari Elyna.
"Kita masuk dulu, terus kita ke Pak RT untuk lapor." Kini, Rifal lah yang mengatur. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari mulut Elyna.
Rumah Elyna sangat sederhana dan juga bangunan tempo dulu. Namun, Rifal akui dia merasa nyaman dengan rumah juga suasana di sini.
"Mas, mau minum apa?"
"Tidak perlu repot, saya bisa buat sendiri." Elyna pun mengangguk.
Dia memilih untuk masuk ke dalam kamar. Jujur saja, dia tidak terlalu kuat berdiri. Dia sudah melepas kerudung. Namun, suara pintu terbuka membuatnya segera menoleh. Terlihat suaminya sudah terpaku di depan pintu.
"M-mas k-kenapa ada di sini?" Rifal tidak menjawab. Dia memandangi wajah Elyna yang sangat cantik tanpa mengenakan hijab.
Elyna tersadar bahwa dia tidak mengenakan hijab. Buru-buru dia memasang hijabnya. Akan tetapi, Rifal sudah mencekal tangan Elyna. Dia pun menggeleng.
"Kamu adalah istriku. Saya berhak melihat apa yang ada pada tubuh kamu." Seketika Elyna pun menunduk.
Rifal mengangkat dagu Elyna dengan begitu lembut. Menatap manik mata indah wanita yang sudah memperlihatkan rambutnya. Lama mereka saling pandang, tangan Rifal sudah mulai menyentuh leher Elyna. Matanya tertuju pada bibir Elyna dan sebuah kecupan mesra Rifal berikan di bibir yang masih terlihat pucat itu. Elyna awalnya kaget, tetapi sentuhan lembut yang Rifal berikan membuatnya goyah. Dia menikmati, apalagi ketika tangan Rifal sudah mulai tak tinggal diam. Ada lenguhan yang tertahan. Merasakan sensasi yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Kedua tangan Rifal pun mulai membuka satu per satu kancing baju kemeja Elyna. Tidak ada penolakan karena bibir Rifal masih membungkam bibir istrinya. Kini, terpampang jelas benda kembar yang masih terbalut oleh pembungkus berwana krem. Sungguh membuat Rifal tak bisa mengedipkan mata dan hanya bisa menelan saliva ketika napas mereka sudah terengah.
Elyna refleks menyilangkan tangannya. Menutup asupan nutrisi untuk buah hatinya kelak. Namun, tangan Rifal menyingkapnya. Matanya sudah sayu dan seolah dia meminta ijin. Elyna hanya terdiam, tangan Rifal sudah nakal dan tidak sopan sudah menyentuh bagian sensitif tersebut. Elyna pun akhirnya mengeluarkan suara lenguhan.
"Kamu istriku, kamu milikku," bisiknya dengan suara erotis dan mampu membuat bulu kuduk Elyna berdiri.
...***To Be Continue***...
Komen dong ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Rita Purwanti
na begitu harusnya suami
2023-06-20
0
Lilis Ilham
pelan pelan bang semangat
2023-06-15
0
D-14HH
rifal lgs nafsong liat elina ga pke krudung,ga ksian apa si eL br plg dr RS.hadeh
2023-06-15
0