Fareeq Al Mumtadz, seorang pria tampan, mapan dan juga memiliki profesi tak diragukan. Pria Soleh yang banyak para ayah meminta Fareeq untuk menjadi menantu mereka. Namun, Fareeq menolak secara halus karena dia hanya mencintai satu wanita. Wanita yang kini sudah menjadi milik orang lain.
Mobil yang dia kendarai sudah menjauhi rumah kecil yang ditempati Elyna. Hatinya masih terasa sakit ketika mendengar keputusan Elyna yang tidak memilihnya. Padahal dia sudah sangat yakin akan diterima karena sedari kecil mereka sangat dekat. Hingga masa SMA pun mereka masih menjadi sahabat.
Benar kata orang, tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan. Di antara mereka berdua pasti ada yang berharap. Dari kisah persahabatan Fareeq dan Elyna Fareeq lah yang banyak berharap.
"Ke mana suamimu, El? Kenapa dia tidak mencarimu?" Begitulah batin Fareeq.
Ketika pernikahan Elyna juga Rifal berlangsung, dia tidak hadir karena ada tugas di Surabaya. Sampai saat ini pun dia tidak pernah dikenalkan kepada suaminya Elyna. Banyak hal yang Elyna tutupi dari dirinya sekarang. Tidak seperti dulu.
"Namanya juga perjodohan, Mas. Baik aku dan suamiku pasti harus memiliki kesabaran yang luas."
Jawaban yang masih menjadi tanya besar dalam benak Fareeq. Dia juga tidak berhak mengorek lebih dalam lagi perihal rumah tangga Elyna. l
"Andai kamu memilih aku. Akan aku jadikan ratu di rumah tangga kita." Fareeq tersenyum perih. Ternyata dia masih mengharapkan istri orang.
.
Rifal tahu harus mencari Elyna ke mana. Pihak rumah sakit tidak mau membuka suara. Dia menepikan mobil di samping trotoar jalan. Menyandarkan tubuhnya yang lelah juga pikirannya yang harus bekerja ekstra.
"Di mana kamu, El?" gumam Rifal.
Menghubungi ayahnya sudah dia lakukan. Namun, sang ayah tetap membungkam mulutnya. Rifal bingung, harus mencari istrinya ke mana lagi. Hingga dia ingat akan nomor ponsel Elyna. Dia membuka ponsel dan berniat untuk mengirim pesan. Namun, terakhir dibuka aplikasi pesan itu oleh Elyna sepuluh hari yang lalu. Sungguh dia lemas seketika.
Rifal memilih mengistirahatkan tubuhnya sesaat. Baru berpikir kembali. Wajah Elyna yang begitu cerah menyambut paginya ketika dia membuka mata. Senyum tulus yang Elyna berikan kepada Rifal. Memori tentang Elyna tengah berputar di kepalanya.
Akhirnya, Rifal melajukan mobilnya. Dia tidak tahu harus mencari Elyna ke mana. Namun, feeling-nya mengatakan bahwa Elyna ada di sekitaran tempatnya berada. Dia memilih untuk tidur di dalam mobil. Dia juga memilih parkir di tempat yang ramai. Siapa tahu dia bertemu dengan Elyna.
Tiga hari sudah Rifal tidur di dalam mobil. Anak buahnya yang disuruh pun belum juga memberikan kabar. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari mulutnya.
Pagi ini Rifal sudah berganti pakaian. Dia berniat mencari Elyna lagi. Tubuhnya seakan butuh energi. Tidur tidak tenang dan pikiran pun terus melayang. Dia menghentikan mobil tepat di depan gerobak tukang bubur ayam. Tetiba dia ingin memakan bubur ayam tersebut.
Memesan satu porsi bubur komplit itaj yang Rifal lakukan. Mulutnya sudah tidak karuhan. Tubuhnya pun pegal karena tidur di dalam mobil tiga malam berturut-turut.
"Kang, Neng El belum ke sini?" tanya si ibu tukang bubur.
"Belum, Neng. Mungkin agak siangan."
El, nama itu seperti tidak asing di telinganya. Apa El yang dimaksud tukang bubur itu adalah Elyna.
"Hoyong gaduh minantu siga Neng El. Geulis rupa, Alus adab."
Rifal semakin penasaran dengan orang yang dimaksud oleh dua orang ini. Dia menyantap bubur yang bisa dibilang enak. Telinganya masih menajam pada percakapan sepasang suami-istri itu.
Selesai menghabiskan satu mangkuk bubur, Rifal hendak bangkit dari duduknya. Namun, dia mendengar si ibu tukang bubur beristighfar.
"Neng di klinik mana?" tanya si ibu. "Biar Ibu ke sana."
Rifal memanfaatkan kesempatan ini. Dia membayar bubur dengan uang nominal besar. Melihat si ibu yang terburu-buru membuat Rifal menawarkan bantuan.
"Ibu mau ke mana?" tanya Rifal.
"Mau ke klinik Mentari, A." Si ibu sudah mengambil dompetnya.
"Biar saya antar, Bu. Saya juga sekalian mau periksa kondisi tubuh saya." Ibu itu menatap tak percaya kepada Rifal.
"Jangan takut, Bu. Saya tulus membantu Ibu."
"Sok geura indit Jeung si Aa."
Akhirnya si ibu itupun pergi dengan Rifal. Ada kebahagiaan di hati Rifal. Rifal mengemudikan mobilnya sesuai petunjuk ibu tersebut.
"Di sini mah jarang klinik, A. Maklum atuh kampung." Rifal hanya tersenyum. Dia akui cukup lama menuju ke klinik yang dimaksud.
Rifal memarkirkan mobil tepat di depan klinik kecil bernama klinik Mentari. Dia pun mengikuti si ibu itu masuk ke dalam. Langkah si ibu itupun terhenti karena Rifal masih mengikutinya.
"Naha ari Aa teh ngikutin Ibu? Katanya mau diperiksa." Rifal pun merasa terciduk. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Cukup lama Rifal menunggu si ibu itu di luar. Dia tidak mungkin memeriksakan kondisi tubuhnya yang sehat itu. Dia benar-benar penasaran dengan El yang dimaksud oleh si ibu itu.
Rifal duduk di kursi tunggu yang ada di depan klinik. Dia berharap dia akan bertemu dengan Elyna di sini. Terdengar suara langkah kaki. Rifal berdiri seketika dan benar saja ibu itu yang keluar.
"Kenapa, Bu?" Si ibu terkejut. Dia memegang dadanya.
"Alhamdulillah Aa ada di sini." Si ibu itupun nampak bahagia. "Boleh Ibu minta bantuan lagi?" Rifal pun mengangguk.
Rifal diajak masuk ke dalam klinik. Ada satu ruangan yang dipakai untuk kamar rawat inap. Ketika kamar itu terbuka tubuh Rifal menegang melihat wanita yang tengah terbaring di ranjang pesakitan dengan selang infus menacap di tangan.
"El, ini yang akan jaga kamu di luar."
Mata Elyna tak berkedip ketika melihat siapa yang tengah menatapnya tanpa ekspresi. Hatinya berdegup tak karuahan.
"Apa Mas Rifal mencariku? Atau hanya sebatas kebetulan saja. Ya Allah, aku sangat merindukannya."
Elyna tidak dapat berkata. Hanya hatinya yang sedari asi berbicara.
"Saya nitip dulu ya, A. Saya harus ke warung lagi. Lagi rame soalnya. Siang nanti saya ke sini lagi." Hanya anggukan kecil yang Rifal berikan. Matanya masih tertuju pada sosok istrinya.
Lama mereka saling pandang, akhirnya Rifal menghampiri Elyna. Ada rasa tidak percaya di hati perempuan itu. Ada kebahagiaan yang muncul, tapi dia harus mengingat bahwa jangan terlalu berharap. Rifal semakin dekat dan dia menarik kursi plastik yang ada di samping ranjang tersebut.
Elyna tidak menatap Rifal. Dia terus menahan diri. Dia juga harus menyiapkan telinga. Sudah pasti dia akan menerima kata-kata yang indah.
"Saya mencari kamu."
Terlihat Elyna menghembuskan napas. Elyna tidak boleh goyah hanya karena ucapan itu.
"Untuk apa? Percuma cari aku, jika yang sesungguhnya Mas cari itu bukan aku. Biarkan aku pergi, Mas. Jadi, Mas bisa bebas dan tidak terganggu dengan kehadiranku."
Elyna harus menjadi kuat di depan Rifal. Padahal, hatinya ingin menangis kencang karena terharu Rifal mencarinya.
"El, maafkan saya."
Deg.
Selama sebulan menikah baru kali ini Rifal memanggil namanya. Apalagi jantung Elyna berdegup tak karuhan ketika Rifal menggenggam tangannya.
"Saya merindu-"
Ponsel Rifal berdering. Dahinya mengkerut melihat siapa yang menghubunginya.
"Sebentar, ya." Pria itu mendadak manis. Seulas senyum Rifal berikan kepada Elyna.
"Saya angkat telepon dulu." Rifal pun menjauhi Elyna. Wanita itupun hanya bisa terpaku.
"Apa dia benar-benar berubah?"
...***To Be Continue***...
Komen dong ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Thres Miten
menggugah hati....
2023-05-27
0
Thres Miten
terharu....
2023-05-27
0
Sweet Girl
kok malah mundur usia pernikahan nya Tor...???
berapa nie... yg bener...???
2023-05-21
1