Sudah tiga hari ini Elyna mendapat kiriman makan siang. Elyna hanya menggelengkan kepala dengan senyum tipis yang mengembang. Tanpa Elyna tahu, Rifal sering memandanginya dalam kejauhan. Memastikan wanita yang menjadi istrinya baik-baik saja. Walaupun tubuhnya terlihat lebih kurus.
Ingin rasanya Rifal menghampiri, tetapi belum ada keberanian di hati. Dia juga belum sempat mengikuti Elyna pulang bekerja. Usut punya usut ternyata Elyna selalu pulang tengah malam melalui pintu belakang. Maka dari itu, Rifal tidak pernah bisa menemuinya.
Ada rasa kesepian di hati Rifal. Biasanya pria dewasa itu akan tidur berdua dengan Elyna. Walaupun berbeda tempat. Namun, kali ini dia hanya tidur sendiri. Hanya hembusan napas kasar keluar dari mulutnya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Terdengar suara petir yang membelah langit. Rifal teringat akan Elyna. Dia langsung bangkit dari posisi tiduran dan langsung menyambar kunci mobil. Dia bergegas keluar. Tak dia pedulikan hujan membasahi tubuhnya.
Mobil yang dikendarai Rifal melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Dia ingin segera ke tempat Elyna bekerja. Setan apa yang merasuki tubuhnya hingga dia rela menjemput Elyna malam ini.
Toko bunga pun sudah gelap. Sudah tidak ada satupun karyawan di sana. Rifal ingin memastikan, dia pun turun dari mobil dan melihat ke florist tersebut. Namun, sudah kosong. Tak dia hiraukan bajunya yang basah karena dia tidak menggunakan payung.
Mobil melaju kembali dengan pelan. Menyusuri jalanan dengan mata Rifal yang terus memperhatikan trotoar jalan. Tak lama berselang dia melihat seorang wanita yang berjalan sendirian dengan berpayungkan tas. Rifal menepikan mobilnya dan mengklakson.
Wanita itupun menoleh dan Rifal membuka kaca jendela mobil. Elyna nampak terkejut. Membeku seketika.
"Masuk!"
Rasa terkejut itu masih membuatnya mematung. Elyna takut ini hanya halusinasinya saja. Sedari pagi dia memang tengah memikirkan Rifal. Pria yang berada di dalam mobil pun berdecak kesal. Dia turun dari mobil dengan membawa payung. Hujan semakin deras.
"Kenapa masih diam? Kamu mau sakit?" Rifal berkata dengan lantang. Dia juga memayungi tubuh Elyna agar tak terkena hujan.
"Ayo masuk!" Elyna masih memandang wajah Rifal. Antara percaya dan tidak.
"Ayo!" Akhirnya Rifal menarik tangan Elyna. Membukakan pintu untuk istrinya tersebut.
Lagi-lagi Elyna terdiam. Dia menatap Rifal kembali. "Nanti mobil Mas basah," ucapnya pelan.
"Milih mobil basah atau kamu yang sakit?" geramnya. "Cepat masuk! Hujan semakin deras."
Elyna pun terpaksa masuk ke dalam mobil sang suami. Tuhan menjawab doanya ingin berdua bersama suaminya di dalam mobil. Namun, dia kembali ke kejadian yang sudah-sudah. Dia tidak ingin berharap lebih kepada manusia. Kecewanya akan lebih parah.
Terlihat Elyna menggigil. Bibirnya pun memucat. Tangannya memeluk erat tubuhnya sendiri. Rifal pun menepikan mobilnya yang baru saja melaju. Elyna terkejut dan sontak dia menatap ke arah Rifal. Sudah pasti suaminya ini akan menyuruhnya turun. Apalagi Rifal sudah membuka seatbelt. Dia hanya bisa pasrah saja.
"Buka seatbelt kamu!"
Elyna mengikuti apa yang diperintahkan Rifal. Dia juga bersiap untuk membuka pintu mobil. Daripada diusir akan lebih menyakitkan.
"Mau ke mana?" Rifal sudah menatapnya tajam. Elyna menoleh dan ternyata sang suami sudah membuka jaket yang dia gunakan. Dia pun memasangkan pada tubuh Elyna.
"Apa perlu Ac-nya saya matikan." Refleks kepala Elyna menggeleng.
"Istirahatlah! Kamu pasti lelah." Rifal sudah mengubah posisi kursi penumpang agar Elyna merasa nyaman. Tidak ada reaksi apapun dari Elyna. Namun, hatinya yang membeku mulai menghangat.
Rifal tersenyum ketika melihat Elyna tertidur menuju arah pulang. Dia merindukan wajah tenang itu. Tibanya di rumah, Elyna masih tertidur. Kini, Rifal bingung apa yang harus dia lakukan. Dia tidak mungkin menggendong tubuh Elyna 'kan. Dia tidak ingin dikatakan berengsek. Berani menyentuh ketika Elyna tertidur. Menggunakan kesempatan di dalam kesempitan.
Terpaksa Rifal membangunkan Elyna. Menepuk pundak Elyna dengan begitu pelan. Untungnya Elyna adalah wanita yang mudah dibangunkan. Matanya terbuka. Kali pertama dia melihat Rifal di sampingnya ketika membuka mata.
"Sudah sampai." Suara Rifal terdengar. Elyna mengangguk. Dia pun turun dari mobil dan bukannya masuk melalui pintu depan, dia malah masuk melalui pintu belakang.
Rifal hanya terdiam melihatnya. Ternyata wanita itu jika udah kecewa akan keras kepala. Hanya hembusan napas berat yang keluar dari mulut pria matang tersebut.
Bukannya ke kamar Rifal langsung menuju ke dapur. Dia membuatkan teh manis hangat untuk Elyna. Juga dia membuatkan mie rebus untuk Elyna santap. Berhubung dia tidak bisa masak, hanya itulah makanan yang bisa dia buat.
Setelah selesai, teh hangat juga mie rebus itu Rifal bawa dengan menggunakan nampan. Ragu awalnya ketika hendak mengetuk pintu kamar Elyna. Cukup lama dia mematung di depan pintu. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Elyna.
Cukup lama pintu itu terbuka. Seorang wanita yang mengenakan Hoodie dengan wajah pucat membuka pintu. Tubuhnya terlihat lemas.
"Saya buatkan teh manis hangat juga mie rebus." Pria itu menunjukkan nampan yang dia bawa. Elyna menatap nampan tersebut. Juga beralih menatap Rifal. Haruskah dia senang kali ini?
"Saya tidak suka penolakan. Setidaknya minum dan makanlah sedikit untuk menghargai pemberian orang lain." Elyna tersenyum tipis mendengarnya. Keras kepalanya masih ada ternyata.
"Makasih." Elyna meraih nampan itu. Dia membawanya ke dalam kamar. Rifal hanya terdiam, tak berani masuk walaupun pintu terbuka dengan lebar.
Dia hanya ingin memastikan jikalau Elyna memakan apa yang dia buatkan. Rifal malah berdiri di daun pintu dengan tangan yang dia lipat di depan dada. Melihat Elyna yang tengah menyeruput teh manis hangat ada rasa bahagia di hatinya. Namun, dia bersikap datar dan biasa saja.
Dia juga melihat Elyna memakan mie rebus buatannya. Hatinya lebih bahagia. Dia masih asyik memandangi Elyna dari depan pintu. Namun, dahinya mengkerut ketika Elyna menghentikan makannya yang juga baru tiga suap. Istrinya itu menutup mulutnya dan segera berlari ke dalam kamar mandi. Rifal panik dan dia pun segera menghampiri Elyna di dalam kamar mandi. Benar saja Elyna tengah mengeluarkan isi perutnya.
"Kamu kenapa?" Elyna masih bergeming. Napasnya terlihat terengah-engah. Rifal mengambil tisu dan menyeka bibir Elyna yang basah.
"Kamu makan yang benar gak?" sentak Rifal. Elyna masih terdiam. Tubuhnya seperti tak menapak ke lantai. Tubuhnya pun limbung untung saja Rifal sigap meraihnya.
Rifal memapah tubuh Elyna menuju kasur. Dia rebahkan tubuh Elyna di atas ranjang.
"Saya buatkan teh hangat lagi." Rifal bergegas ke dapur. Membuat teh hangat yang baru untuk Elyna.
"Minum dulu." Rifal membantu Elyna untuk duduk. Dia juga memegangi gelas yang berisi teh hangat itu.
"Makasih, Mas," ucap Elyna dengan begitu pelan.
"Jangan GR. Saya hanya ingin balas budi karena waktu itu kamu sudah merawat saya ketika saya sakit." Elyna tersenyum pedih.
"Jangan mengharapkan apapun dari saya. Apalagi cinta, itu tidak akan pernah kamu dapatkan."
"Aku tahu itu, Mas." Elyna merebahkan tubuhnya kembali. Memunggungi Rifal yang ada di bibir ranjang. Bulir bening pun menetes begitu saja.
"Kenapa semakin sakit."
...***To Be Continue***...
Komen dong ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Yus Nita
jbetul..
jangan berhara kepada manusia klu tak ingin kecewa dan sakit../Sob//Sob//Sob/
2024-09-04
0
AR Althafunisa
😤😤😤😤
2023-07-05
0
Deasy Ismalia
hanya bs nangis..
2023-07-03
0