"Jika, Ipang tidak bisa mencintainya ... bolehkah Ipang menceraikannya?"
Addhitama bersikap biasa saja dan dia menjawab, "boleh saja." Bibir Rifal mulai terangkat sedikit. "Nama kamu secara otomatis terhapus dari ahli waris atas semua aset milik Papih." Rifal sangat terkejut mendengar ucapan dari ayahnya tersebut. "Nama ahli waris juga penerus semua perusahaan Papih sudah Papih alihkan kepada Elyna."
Bagai mendapat kabar buruk seburuk-buruknya. Apalagi ayahnya melampirkan bukti tentang semua aset yang memang sudah dibalik namakan kepada Elyna.
"Papih benar-benar," ujar Rifal dengan senyum penuh kepedihan. Juga kepala yang menggeleng dengan pelan.
"Akankah seorang Azkano mau menerima kamu yang hanya pria tak punya apa-apa?" sindir Addhitama.
"Ingat, keluarga Winarya hampir setara dengan keluarga Wiguna. Jadi, jangan gegabah."
Rifal menyunggingkan senyum perihnya. Kemudian, dia beranjak dari duduknya dan berlalu meninggalkan sang ayah tanpa sepatah katapun.
"Kenapa Papih tidak membunuh Ipang saja?"ucapnya seraya berjalan ke arah pintu keluar, dan masih mampu Addhitama dengar.
Addhitama menghela napas kasar ketika pintu kamar hotel sudah tertutup. Dia menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
"Maafkan Papih, Pang," lirihnya. "Suatu saat nanti kamu akan tahu kenapa Papih melakukan ini," lanjutnya dengan nada yang teramat lemah. "Ini juga bukan salah Azkano, Papihlah yang meminta Azkano untuk menolak lamaran kamu. Maafkan Papih, Pang."
.
Pria yang sudah kehilangan kebahagiaannya melajukan mobil dengan tak tentu arah. Dia teringat akan sang ibu dan dia memilih untuk mengunjungi makam sang ibu yang berada di Jakarta. Ketika dalam keadaan tak karuhan seperti ini, jarak Bogor-Jakarta terasa dekat.
Dua jam mengemudi akhirnya dia sampai di mana ibunya beristirahat dengan tenang. Tangannya membuka pintu mobil, hatinya sakit sekali dan ingin rasanya dia menyusul ibunda tercintanya. Tengah malam berjalan sendirian di pemakaman tidak membuatnya merasa takut. Suara aneh seakan tak mampu dia dengar. Hanya jeritan hatinya yang mampu telinganya dengar dengan begitu keras.
Sebuah pusara yang bernama Vivi sudah dapat Rifal baca. Matanya nanar, hatinya sudah tidak karuhan. Langkahnya pun terhenti.
"Mamih."
Suara pria itu bergetar dan dia langsung berhambur memeluk nisan sang ibu dengan deraian air mata. Dia menangis dengan sangat keras dan juga terdengar sangat pilu.
"Bolehkah Ipang menyusul Mamih?" Sebuah pertanyaan dengan suara yang terputus-putus. Rifal benar-benar merasa sedih.
"Papih jahat, Mih. Jahat!"
Segala unek-unek yang bersarang di hati Rifal.dia keluarkan. Dia bagai bercerita kepada seseorang yang masih hidup..
"Ipang tidak mencintai dia, Mih. Ipang hanya mencintai Keysha," jelasnya. "Bolehkah Ipang jadi anak durhaka, Mih?"
Berkorban untuk kakak dan adiknya sudah dia lakukan. Sekarang dia harus berkorban demi ayahnya yang ternyata pengorbanannya lebih menyakitkan.
"Ipang lelah, Mih," keluhnya. "Ipang kira Ipang akan bahagia dengan wanita yang Ipang cintai, ternyata Ipang salah. Ipang kecewa, Mih."
Rifal menghabiskan waktu di pusara sang ibu. Dia tidak peduli bahwa di hotel sana ada yang mengkhawatirkannya. Dia hanya ingin meluapkan semuanya. Mencari ketenangan batinnya untuk sesaat.
.
Mata Elyna terus mencari keberadaan sang suami. Namun, tidak ada suaminya di sana. Sedangkan Kakak juga adik suaminya ada dengan personel lengkap.
"Jangan pikirkan suamimu." Suara Addhitama memecah keheningan.
Elyna terkejut. Sebagai seorang istri mana bisa dia tidak memikirkan keberadaan suaminya. Dia ada di mana? Sudah makan apa belum? Pertanyaan itu yang selalu mengitari kepala Elyna semalaman ini. Lima belas menit berselang, suara derap langkah kaki seseorang terdengar. Pandangan mereka beralih pada sosok yang baru saja datang dengan langkah gontai.
"Mas."
Elyna segera bangkit dari duduknya dan ingin menghampiri suami tercinta. Namun, tatapan tajam Rifal membuat langkah itu terhenti. Itu semua tak luput dari penglihatan keluarga Rifal.
"Rifal-"
"Aku ngantuk, aku mau istirahat." Rifal memotong perkataan sang Papih dan berlalu begitu saja.
Elyna hanya menundukkan kepalanya. Sudah pasti semua mata keluarga Rifal kini menatap ke arahnya.
"Lanjutkan lagi makanmu, El." Suara Addhitama seperti penyelamat untuknya. Dia kembali duduk di bangkunya dengan pikiran tertuju pada suaminya. Elyna makan dengan cukup cepat agar dia bisa menyusul suaminya ke kamar. Bagaimanapum sekarang dia sudah menjadi seorang istri. Harus menjalankan tugasnya dengan baik.
Elyna sudah selesai dengan sarapannya. Dia menengguk air putih yang ada di sampingnya.
"Aku duluan ya, Pih." Elyna sudah beranjak dari duduknya. Namun, suara sang ayah mertua membuatnya terdiam untuk sesaat.
"Papih mau bicara sebentar sama kamu."
Deg.
Jantung Elyna terasa berhenti berdetak. Ada apa? Ketika dia melihat wajah Addhitama rautnya nampak serius. Tatapan yang mengisyaratkan sesuatu Addhitama berikan kepada anak-anak, menantu juga cucu-cucunya. Perlahan mereka bubar dan kini yang tersisa hanya Addhitama dan Elyna.
Jantung Elyna berdegup lebih cepat. Suasana masih hening dan belum ada yang membuka suara. Elyna pun tidak berani menatap wajah ayah mertuanya.
"Maafkan putra Papih."
Sebuah kalimat yang membuat Elyna terkejut, dia pun mulai memberanikan diri menolehkan wajahnya ke arah Addhitama yang berwajah sendu.
"Tetaplah berada di sampingnya, apapun yang terjadi. Ini semua sebagai ba-"
"Papih tidak perlu mengatakan itu lagi," potong Elyna. "Aku ikhlas, Pih. Aku juga berterima kasih kepada Papih karena hal itu aku bisa menyelematkan nyawa kedua orang tuaku, bisa merasakan kasih sayangnya lagi walaupun-" Elyna tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Terlalu sesak jika harus membahas kedua orang tuanya.
"Papih yakin, putra Papih akan membuka hatinya untuk kamu." Elyna tersenyum dengan banyak makna.
"Semoga saja, Pih. Aku tidak ingin terlalu banyak berharap kepada manusia. Ketika kecewa rasanya lebih menyakitkan."
Banyak petuah yang Addhitama berikan. Elyna hanya mendengarkannya saja. Langkahnya tergesa menuju kamar hotel yang dihuni olehnya. Dia khawatir dengan keadaan Rifal. Suaminya teramat kacau. Perlahan Elyna membuka pintu kamar hotel. Dia melihat suaminya tidak tidur di atas ranjang besar melainkan di sofa. Ada rasa sedih di dada.
Sangat hati-hati langkah kaki Elyna membawanya menuju ke arah sang suami. Dia ingin melihat dengan jarak dekat, tapi dia ragu. Gurat kesedihan nampak jelas di wajah Rifal yang tengah terpejam.
"Semalam kamu ke mana, Mas?" tanya Elyna dengan suara begitu pelan.
Dia terduduk di lantai agar bisa memandangi wajah tampan sang suami. Dia belum banyak tahu perihal pria di hadapannya ini. Masih banyak misteri yang harus dia pecahkan. Elyna beringsut mundur ketika melihat ada pergerakan dari Rifal. Dia takut Rifal terbangun. Namun, suaminya hanya bergerak saja. Masih terdengar dengkuran halus. Sesekali dahi Rifal mengkerut seperti banyak pikiran yang ada di kepalanya.
"Kamu kenapa, Mas?" Lagi-lagi Elyna hanya bisa berbicara pelan agar tidak membangunkan suaminya yang nampak kelelahan. Bukan saja lelah fisik, tapi lelah pikiran juga.
"Key, Keysha."
Tubuh Elyna membeku ketika suaminya mengigau menyebut nama seorang wanita.
"Jangan pergi, Key. Jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintai kamu."
Tes.
...***To Be Continue***...
Komen dong ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Raida
masih blm paham
2024-08-18
0
AR Althafunisa
aku belum terlalu mengerti kenapa bisa Elyna menikah dengan Rifal? Aku baru baca cerita aka author, lanjuttt
2023-07-05
2
Yuliati
klo aq gitu sdh menyerah
2023-07-05
1