Episode 10

Di sebuah cafe yang tak jauh dari kantornya, Aska dan Davina duduk berhadapan.

Raut wajah Davina terlihat begitu murung, sementara Aska terlihat seperti orang yang kebingungan.

"Bagaimana ini, ayah ku pasti akan sangat marah jika ia tahu aku hamil di luar nikah!" Davina tertunduk dengan wajah takutnya.

"Ini benar-benar khilaf, kenapa bisa sampai kebobolan begini!" Aska menghembuskan nafas kasarnya.

"Khilaf apanya, apa kau tidak ingat sewaktu kita di hotel satu bulan yang lalu? kau begitu beringas saat di ranjang!" Kata Davina.

"Aku benar-benar takut sekarang, bahkan rasanya aku tidak ingin pulang ke rumah," Tutur Davina.

"Aska.....apa kita gugurkan saja anak yang sedang ku kandung ini?" Kata Davina dengan nada pelan.

"Tidak....aku tidak mau, jangan lakukan hal gila seperti itu, Vin!" Seru Aska.

"Aku belum siap mempunyai anak, As....." Lirih Davina dengan mata berkaca-kaca. "Aku juga tidak ingin anak ini lahir tanpa seorang ayah."

"Iya aku mengerti,Vin! tapi aku mohon jangan gugurkan anak yang tak berdosa itu. Aku seorang lelaki yang tegas, aku pasti akan bertanggung jawab!" ujar Aska.

"Benarkah?" Tanya Davina dengan mata yang berbinar-binar. "Kalau begitu aku ingin kita secepatnya menikah!" Pinta Davina membuat Aska diam seribu bahasa.

"Davina, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya. Tapi aku juga harus memikirkan nya,"

"Apalagi yang kau pikirkan, aska?" Tanya Davina.

"Tolong beri aku waktu Vin, karena ada sesuatu yang harus ku katakan padamu!"

Davina menghela nafas, "Baiklah, aku akan memberikanmu waktu dalam dua hari!" Mata Davina.

Huftt............

Matahari sudah tenggelam , digantikan dengan terangnya cahaya bulan malam ini.

Mobil Aska baru saja terparkir di halaman rumahnya. Pria itu langsung saja melangkah masuk ke dalam Rumah. Amara seperti biasa menyambut kedatangan suaminya yang baru pulang kerja itu.

"Aku sudah menyiapkan air hangat dan pakaian untukmu. Selesai mandi turunlah kebawah, ibu sedangan menunggu di ruang makan!" ucap Amara mengambil tas kerja milik Aska.

Aska sejenak menatap wajah polos istri yang tak pernah ia sentuh itu. Sungguh baginya ia sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Amara.

Selang beberapa saat, Aska sudah berada di ruang makan. Marta mengamati wajah Aska, dilihatnya sejak tadi Aska hanya diam termenung. Amara juga merasakan hal yang sama.

"Sejak tadi ibu perhatikan kau hanya diam saja, Aska. Apakah kau sedang ada masalah?" tanya Marta di tengah keheningan.

"Tidak ibu, aku baik-baik saja!" Aska menggelengkan kepalanya.

"Oh ya dari kemarin ibu lupa jika ingin bertanya pada kalian,"

"Tanya apa ibu?" ujar Aska.

"Kenapa kalian tidak tidur sekamar?" pertanyaan itu membuat Aska dan Amara saling beradu pandang. Bingung ingin menjawab dengan alasan apa.

"Kenapa tidak ada yang menjawab?" tanya lagi Marta menatap anak dan menantunya.

"Entahlah Bu, aku juga bingung dengan Amara. Dia malah lebih memilih tidur sendiri daripada tidur denganku di kamar!"

Amara merasa sedikit kaget mendengar apa yang diucapkan oleh Aska. Suaminya itu seolah-olah menyudutkan dirinya.

"Benarkah yang diucapkan oleh Aska itu, Amara?"

"Aa....anu Bu...." Baru saja membuka suara, tiba-tiba dari bawah meja makan kaki Aska menyentuh kaki Amara. Amara menatap Aska, Aska memberi kode dengan mengedipkan satu matanya agar Amara mengiyakan ucapannya.

"AC di kamar itu mati Bu, Amara merasa kepanasan dan untuk sementara waku, Amara memutuskan untuk pindah ke kamar yang lain!" jelas Amara terpaksa berbohong.

Seketika Aska merasa lega mendengar jawaban dari Amara.

"Baguslah, dia bisa mencari alasan yang tepat!" Batin Aska.

"Aska, kenapa tidak menyuruh orang untuk memperbaiki?" Tanya lagi Marta.

"Em....maaf ibu, akhir-akhir ini Aska sibuk. Tapi besok Aska akan memperbaikinya sendiri." Jawab Aska.

"Kau harus memberikan rasa nyaman terhadap istrimu yang baik ini, Aska. Ibu benar-benar menyukai Amara!" ucap Marta tersenyum.

"Ya ibu!"

"Jadi kapan kalian akan memberikan ibu seorang cucu? ibu semakin tua, dan ibu ingin sekali melihat kehadiran seorang cucu dalam keluarga ini!" ujar Marta.

Aska memberikan setengah senyumannya ketika mendengar ibunya yang meminta seorang cucu. Sebaliknya dengan Amara, ia hanya tersenyum mengambang.

"Ibu selalu berfikir dan membayangkan betapa senang dan bahagianya ibu ketika ada seorang cucu di rumah yang sepi ini!" lirih Marta.

"Bu.......Aska janji Aska akan menghadirkan seorang cucu untuk ibu. Tapi memang waktunya saja belum pas Bu, Amara sampai saat ini belum di percayai tuhan untuk memiliki anak!" kata Aska lagi-lagi memburukkan nama istrinya sendiri.

"Apa? belum di percayai tuhan? bagaimana bisa dia berkata seperti itu dihadapan ibunya? dia saja tak pernah menyentuhku!" batin Amara.

Wanita itu sedikit geram mendengar perkataan suaminya.

"Ibu hanya bisa mendoakan kalian berdua, semoga kalian cepat di beri momongan!" ucap Marta penuh perihatin.

Setelah selesai makan malam, Marta pun kembali ke kamarnya. Sementara Aska memilih untuk duduk bersantai di ruang tengah sambil menghisap rokok.

Terpopuler

Comments

Rahma Widia

Rahma Widia

dri awal baca ko nama2 nya suka ketukar gitu sich

2022-09-16

1

sechiko

sechiko

amara

2022-09-09

0

nyonya_norman

nyonya_norman

amaraaaa

2022-08-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!