Episode 8

Herlina terus saja mengetuk pintu kamar Davina beberapa kali, tapi Davina enggan membukakan.

Berulang kali juga Herlina memanggil nama Davina, tapi tetap saja tak ada sahutan dari dalam.Hal itu membuat Herlina begitu cemas, ia takut jika Davina kenapa-kenapa.

Wanita itu kemudian kembali ke ruang tengah untuk menemui sang suami yang sedang duduk bersantai sambil membaca koran.

"Mas...Davina mas, aku ingin mengajaknya untuk makan malam bersama, tapi dia tidak juga membukakan pintu!" ucap Herlina.

"Sudahlah, biarkan saja dia!" kata Heru.

"Jangan begitu mas, aku takut jika Davina kenapa-kenapa!" ujar Herlina. "Tadi siang saja dia pulang lebih awal dengan wajah pucat!"

"Apa?" Heru mengernyitkan dahi, ia lalu melepas kacamatanya.

Lelaki setengah tua itu beranjak dari sofa, kemudian melangkah menuju kamar Davina dengan di iringi Herlina.

"Tok.....tok......tok.....Vina....Davina.....buka pintunya!" seru Heru dengan wajah serius.

"Vin.....Vina....buka pintunya!" panggil Heru dengan suara lantang.

Ketukan dan panggilan kedua, barulah pintu terbuka.

"Ada apa ayah?" tanya Davina, wajahnya seperti orang yang baru saja bangun tidur.

Heru menatap istrinya, "Dia baik-baik saja, tidak kenapa-kenapa!" ucap Heru.

"Ah....Vina...ibu kira kau kenapa-kenapa, soalnya dari tadi ibu ketuk pintu kau tidak juga membukakan!" kata Herlina.

Davina menghela nafas panjang lalu membuangnya dengan kasar.

"Ayah, tadi aku sedikit tidak enak badan jadi aku memutuskan untuk beristirahat saja!" jelas Davina.

"Davina, kau seorang Dokter tapi kenapa kau tidak memperhatikan kondisimu sendiri?" tanya Heru.

"Ayah tapi ini hanya sedikit tidak enak badan saja!" lirih Davina.

"Jangan menyangkal, kau putri ku satu-satunya, kau juga seorang dokter terkenal yang berhasil mewujudkan mimpiku. Jadi kau tidak boleh sakit!" ucap Heru penuh penekanan.

"Pergilah ke bawah, ini sudah waktunya makan malam.Jangan biarkan perutmu sakit!" titah Heru berlalu begitu saja.

Mata Davina berkaca-kaca, ia tidak menyangka bahwa ayahnya akan berkata seperti itu.

Herlina masih berdiri di depan Davina dengan tatapan nanar, tapi Davina menatap balik ia dengan penuh kebencian.

Di ruang makan, Davina makan begitu lahap tanpa memperdulikan Heru dan Herlina yang ada di hadapannya. Heru dan Herlina saling menatap satu sama lain, baru kali inilah mereka melihat Davina makan dengan lahap seperti orang yang tidak makan seribu tahun.

Tak ada sepatah katapun dari mulut Davina yang keluar, Wanita itu dengan wajah murungnya langsung memilih pergi begitu saja ketika selesai makan.

Huftt.......

Keesokan harinya, Aska sudah bangun dari tidurnya.Ia bergegas mandi dan siap-siap pergi ke kantor.Selang beberapa saat, Aska sudah terlihat rapi dengan pakaian kerjanya, pergi ke ruang makan dengan maksud ingin berpamitan pada sang ibu. Namun tak seperti biasanya, Aska tak mendapati siapapun di ruang makan baik itu ibu atau sang istri.

"Loh...tumben ibu dan Amara tidak ada?" ujar Aska.

"Mungkin saja ibu sedang ada di kamarnya!" Aska kemudian melangkah menuju kamar ibunya.

Tapi baru saja ingin menaiki anak tangga, Aska tiba-tiba melongok ketika melihat ke luar jendela.

Di halaman belakang persis di tepi kolam renang, Aska melihat sang ibu duduk di kursi roda sambil di suapi oleh Amara.

Aska termangu karena selama dua tahun lamanya, baru inilah ia kembali melihat rona kebahagian yang terpancar dari wajah ibunya.Amara, wanita penebus hutang itu mampu mengembalikan senyum dan tawa ibunya yang telah lama hilang.

Tidak bisa di pungkiri bahwa sekarang perasaan Aska sangat merasa senang, sedih , terharu dan bahagia ketika melihat ibunya itu.Bahkan tanpa ia sadari, cairan bening tiba-tiba keluar dari sudut matanya.

Pria itu segera menyeka air mata yang keluar.

Aska mengalihkan pandangannya ke arah Amara yang terlihat bertingkah agar sang ibu tertawa.Terlihat senyuman manis dari wajah Amara, senyumnya bagaikan candu bagi siapapun yang melihat. Aska begitu terperangah, saking manisnya senyum yang ia lihat membuat dirinya "Aska" bagaikan mengonsumsi terlalu banyak gula sehingga meningkatkan kemungkinan terserang penyakit diabetes.

Bagi Aska selama ini Amara adalah sosok wanita yang kurang memperhatikan penampilan.Sehingga hal itu membuat Aska tak pernah setitik pun menaruh perasaan cinta pada Amara, meskipun Amara istrinya.Tapi senyum manis Amara yang tak sengaja ia lihat pagi ini, mampu membuat dirinya tersenyum seperti orang gila yang salah tingkah.

 

Sementara Davina seperti biasanya, sebelum pergi ke rumah sakit, ia di haruskan sang ayah untuk sarapan terlebih dahulu.Baru saja beberapa suap makan, Davina lagi-lagi merasakan perutnya mual.Karena sudah tak tahan, Davina beranjak dari kursi lalu berlari menuju toilet sambil menutup mulut dengan satu tangan.

Heru dan Herlina seketika telonjak kaget melihat Davina yang seperti itu.

"Ada apa Davina?" tanya Herlina.Sedangkan Heru hanya menatap heran dengan mulut yang ternganga.

Di toilet Davina terus saja muntah-muntah sampai berulang kali.

"Sebenarnya ada apa dengan diriku ini?" lirih Davina.

Mak....jreng.......

Davina mulai sadar dan ingat bahwa bulan ini ia telat datang bulan.Pikiran wanita itu pun seketika berkecamuk.

"Tidak, tidak mungkin....." Davina memberikan setengah senyumannya sambil bergeleng kepala.

"Davina....apa kau baik-baik saja nak?" tanya Herlina yang berdiri di depan pintu.

"Minggir!" seru Davina dengan kasar.

"Argh....." hampir saja Herlina jatuh.

Davina mengambil tasnya yang berada di kursi, sambil tersenyum ia mengatakan pada ayahnya bahwa ia baik-baik saja.

"Aku pergi dulu, ayah!"

Belum saja ayahnya membuka suara, Davina langsung pergi begitu saja dengan langkah yang terburu-buru.

Davina melajukan mobilnya, dan tak lama ia memberhentikan mobilnya di depan supermarket.Buru-buru ia membayar ke kasir sambil melihat suasana sekeliling.Sebuah Testpack dengan capat langsung ia masukan ke dalam tas jinjing yang ia pakai.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Davina terus saja menggelengkan kepalanya.Pikirannya benar-benar tidak fokus, rasanya ingin cepat-cepat sekali ia membuktikan hasilnya.

Setibanya di rumah sakit, Davina langsung saja bergegas menuju ke ruangannya yang berada di lantai atas.

Tepat di koridor rumah sakit, Davina tak sengaja berpapasan dengan Bima.

Bima melihat wajah Davina yang terlihat begitu cemas dan panik, pria itu pun langsung menegurnya.

"Hei Vin.....tumben sudah datang jam segini?" tanya Bima.

Tapi Davina tetap saja melanjutkan langkahnya dan tak memperdulikan pertanyaan dari Bima.

"Kenapa dia? apa sedang ada masalah?" tanya Bima pada diri sendiri.

Sampai di depan ruangannya, Davina langsung memutar knop pintu lalu menguncinya.

Davina pun segera pergi ke toilet untuk menggunakan Tastpack.

Terpopuler

Comments

kholifah ifah

kholifah ifah

Cantik,pintar tapi sombongnya selangit.....padahal Dokter itu harus ramah pada pasiennya.....

2022-09-10

1

Puji Lestari

Puji Lestari

Percuma klo cantik tpi sombong....punya gelar dokter jg percuma 🙄🙄🙄

2022-08-24

0

Wirda Wati

Wirda Wati

sombong amat Bu dokter

2022-08-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!