Astaghfirullah… Zalfa beristighfar saat perasaan kagum menyelinap tak tahu malu dalam benaknya. Bagaimana bisa ia mengagumi kehebatan pria yang tidak halal baginya. Andai Atifa tahu kartu nama itu milik pria yang merenggut kesuciannya, apa kata Atifa nanti?
“Kartu nama laki-laki, ya? Hati-hati sama laki-laki, Zalfa. Ini Jakarta, bukan seperti di kampungmu. Mbak dan Masmu ini udah puluhan tahun hidup di kota begini. Banyak manusia yang akhlaknya nggak baik,” celetuk Atifa sekenanya. Tak suka adik iparnya menyukai lelaki yang belum dikenal. Lebih kepada kekhawatiran. “Sikap orang itu bisa dimanipulasi. Keliatan baik di luar, tapi hatinya siapa yang tau? Ingat, orang kaya bisa membeli apa aja dengan uang. Kalau itu kartu nama lelaki yang baru dikenal, jangan diopenin. Jangan keblinger pria lain gara-gara termakan sikap Bu Fatima tadi.”
“Nggak aka nada laki-laki lain selama Faisal ada untukku. Sampai detik ini, nama Faisal nggak akan tergantikan meski cinta kami diuji dengan penentangan Bu Fatima.”
“Jangan mendramatisir perasaan. Yang punya cinta duaalem itu kan cuma aku buat Mas Ismail.” Atifa melirik suaminya. Yang dilirik tersenyum. “Sekarang mendingan kamu telepon Faisal aja. Kamu bahas masalah Ibunya Faisal yang berubah serem setelah kejadian tadi. Salahin tuh si Faisal, gara-gara dia ngelarang kamu mengakui statusmu di depan Ibunya, akhirnya malah kamu yang keliatan jelek di mata calon mertuamu itu.”
“Nggak perlu saling menyalahkan, Mbak. Aku mencintai Faisal tanpa memandang kekurangannya. Salah atau khilaf itu lumrah. Kami hanya perlu membahas solusi untuk memecahkan masalah yang timbul.”
“Terserah kamu, deh. Tapi Faisal perlu tahu masalah ini.”
“Dia sedang dalam perjalanan. Akan kubahas ketika dia sampai nanti.”
“Jangan biarkan Faisal bertemu Ibunya lebih dulu. Nanti repot urusannya. Bisa-bisa Faisal kena hasut Ibunya.”
“Aku kenal seperti apa Faisal. Dia nggak akan mudah terhasut. Tapi baiklah, aku akan meneleponnya agar menemuiku lebih dulu.” Zalfa segera menelepon Faisal.
“Itu terserah kamu, aku cuma nggak mau kamu tersakiti.” Atifa duduk di sisi Zalfa menempelkan pipi di pundak adik iparnya itu. Seperti sedang ingin mendengarkan suara Faisal di dalam ponsel.
Zalfa menempelkan ponsel ke telinga. Bukan nada tut tut layaknya nomor tersambung yang didengarnya, melainkan suara sistem yang menyatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif. Diulang. Hasilnya sama. Nomor yang dituju sedang tidak aktif. Perasaan Zalfa mulai cemas. Kenapa tiba-tiba ponsel Faisal tidak aktif sementara Faisal sempat memberi kabar bahwa baterai ponselnya sudah terisi full.
“Apa yang terjadi? Kenapa nggak aktif?” pikir Zalfa dan mengedarkan pandangan khawatir ke arah Ismail dan Atifa.
“Jangan cemas. Mungkin nggak ada signal. Atau mungkin lagi shalat dan hp dimatiin,” kata Ismail berusaha mengurangi kecemasan Zalfa.
“Namanya juga di perjalanan, kadang signal ilang-ilang timbul,” sahut Atifa.
Namun kecemasan Zalfa belum lenyap ketika mengulang panggilan dan jawabannya tetap sama, tidak aktif.
Atifa menoleh ke arah meja, didapatinya sebuah kantong berisi makanan. Kemudian ia membuka kantong dan mengeluarkan isinya.
“Waoow… lezat, nih. Calon mertuamu yang bawa, ya?” Atifa mencium aroma makanan itu. Chicken nugeat, burger dan beberapa bungkus makanan kemasan plastik. Atifa melepas jilbabnya dan melempar ke sembarang arah hingga jilbab mendarat di sisi bed, kemudian ia memakan chicken nugeat sambil sesekali mengibaskan rambutnya yang panjang tanpa ikat rambut ke belakang agar tidak mengganggu mulutnya yang sedang mengunyah.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 309 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
Atifa lain dihati lain di mulut omongannya.
jangan² yg ngasih obat tidur Zalfa juga Atifah
2025-02-25
0
Devi
jilbab kan hnya kedok buat atifa biar g ketahuan busuknya.dia itu aslinya jahat.baik hnya krna ingin hidup nyaman.
2024-01-25
0
Devi
atifa itu g tau terima kasih.dia itu dulunya wanita yg g bener sebelum d tolong sm ismail.
2024-01-25
0