Zalfa merasakan dirinya tiba-tiba berubah asing di hadapan Pak Ibrahim. Ia tidak bisa bicara apa-apa. Cukup sikap Bu Fatima menjadi jawaban atas semuanya.
“Zalfa, maaf atas ucapan istri saya, jangan dimasukin ke hati,” tutur Pak Ibrahim dengan lembut dan bijaksana. “Kamu belum seberapa mengenalnya. Dia hanya sedang terkejut dan butuh waktu untuk memahami. Biar saya nanti yang bicara.”
Zalfa mencoba tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Ya sudah, saya permisi.” Akhirnya Pak Ibrahim tidak bisa berkata apa-apa kecuali berpamitan pulang.
Zalfa mengangguk.
Pak Ibrahim berhenti di ambang pintu. “Kalian mau menjenguk Zalfa? Silahkan! Kami permisi pulang!” ujar pak Ibrahim ketika berpapasan dengan Ismail dan istrinya.
Ismail mengangguk diiringi senyum ramah. Sementara Atifa tersenyum kaku.
“Zalfa!” panggil Atifa seraya mendekati gadis berhijab panjang itu. “Akhirnya yang kutakutkan terjadi juga. Keluarga Faisal mengetahui statusmu sebelum Faisal yang bicara. Apa salahnya sih kamu ngomong di awal? Jadi kejadiannya nggak kayak gini. Kalo mereka tahu di awal, mau diterima atau enggak, nggak jadi soal. Asalkan kamu nggak keliatan munafik di depan mereka. Dan sekarang, seakan-akan kamu menutup-nutupi statusmu itu demi supaya terlihat baik di mata mereka.” Atifa bicara panjang lebar, terlihat sangat kesal dengan apa yang baru saja disaksikannya. Ia memang cerewet dan emosinya mudah meledak bila dipancing. Setelah tadi Zalfa menunjukkan sikap kurang menyenangkan karena menuduh Atifa sebagai dalang dibalik kesalahan kamar hotel yang ia masuki, Atifa tetap bersikap seakan tak ada masalah.
Zalfa menarik nafas dalam-dalam. Ia berusaha meleburkan suasana tak nyaman setelah tadi mencurigai Atifa dengan bersikap leluasa seperti biasanya terhadap kakak iparnya itu.
“Apa menurut Mbak statusku ini nggak baik? Laki-laki yang Mbak nikahi itu Mas-ku, Mbak. Minimal Mbak mengenalku sama seperti mengenal Mas Ismail.”
“Ya tapi kan kalian beda. Mas Ismail itu punya Bapak. Dan Bapaknya meninggal di saat usianya masih beberapa bulan. Nah kamu, kamu main lahir aja tanpa bapak.”
“Apa itu salahku?”
“Bukan. Itu bukan salahmu. Mbak tuh Cuma menyesalkan sikapmu yang nggak secepatnya berterus terang ke Bu Fatima. Akibatnya jadi kayak ginih, nih. Tuh mulut emak-emak tajem banget. Ngomongnya sembarangan. Mbak yang denger aja gedeg.”
Zalfa tidak mau menjawab. Semuanya sudah terjadi. Ia hanya akan memikirkan solusi ke depannya, apa yang harus ia dan Faisal lakukan untuk mendapat restu Ibu Fatima. Mungkin ia memang salah karena sudah terlambat mengatakan hal itu, namun penyesalan dan meratapi kejadian yang sudah terjadi hanya akan meruntuhkan iman.
Ia tidak menyangka jika respon Bu Fatima begitu tajam terhadapnya, apakah anak yang lahir tanpa ayah terlihat begitu buruk karena dinilai berasal dari keturunan perbuatan haram? Zalfa meyakinkan diri, bahwa sejak bayi hingga kini, Zalfa tetaplah suci. Tidak ada yang membuatnya dinilai haram, yang haram adalah perbuatan yang dilakukan ibunya dulu.
“Itu kartu nama siapa?” tanya Atifa sembari mengamati kartu nama yang tergeletak tak berdaya di atas ranjang.
Zalfa meraih kartu nama itu dan mengamatinya. Hanya sekilas saja ia membaca, ia sudah langsung hafal alamatnya serta nomer ponsel sebelas digit yang angkanya unik sehingga mudah dihafal.
Ugh…
Hati Zalfa rasanya tak menentu membaca nama Arkhan di kartu itu. Nama itu kembali mengingatkanya pada kejadian malam dimana Arkhan memberikan pengalaman baru dalam hidupnya. Zalfa muak, kesal setiap kali teringat itu. namun aneh, terselip rasa kagum atas pengalaman dari kegagahan Arkhan malam itu.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 309 Episodes
Comments
Juan Sastra
kok gedeg yah baca sikap atifa,, munafek sok suci,, sutradara di balik skenario
2024-11-15
0
Defrin
apakah Arkhan yang akan jadi suaminya Zalfa kelak
2023-10-17
1
Cahaya Hayati
apa hendak di kata ya nasi sudah jadi bubur langsungin aja kasi Masako ayam suwir daun bawang daun shop dan merica mantap
2022-07-31
1