...Happy Reading...
......................
Sudah hampir satu tahun setelah kejadian kecelakaan itu, kini Alvin sudah terbiasa dengan kehidupan yang dijalaninya.
Bekerja sambil bersekolah, ditambah dengan membantu kakek dan neneknya, menjadi rutinitas sehari-hari yang Alvin jalani.
Pekerjaan memungut keong kini hari minggu atau waktu luang saja, mengingat kini sudah musim panen, hingga kakek dan neneknya pun sibuk di sawah, dan membutuhkan bantuannya.
Terkadang Alvin juga menerima pekerjaan lainnya, yang ditawarkan oleh para tetangga, seperti membantu salah satu pamannya, bekerja sebagai kuli bangunan, di waktu liburnya.
Dari pekerjaan yang terasa ringan, hingga pekerjaan berat, seperti membantu mengangkut padi, Alvin lakukan, demi mengumpulkan uang.
Lupa istirahat dan kondisi kesehatan sudah sering remaja itu lakukan, hingga neneknya terkadang mengomel memperingatkannya.
Merawat tubuh pun tidak lagi bisa dia lakukan seperti dulu, kini kulit Alvin terlihat lebih gelap dari sebelumnya, hingga terkadang dia juga mendapatkan perundungan di sekolahnya karena penampilannya.
Namun, itu tidaklah menjadi penghalang bagi Alvin, untuk terus memiliki prestasi, dia bahkan sudah beberapa kali mengikuti lomba untuk mewakili sekolahnya.
"Hai, Alvin, Selamat ya, kemarin kamu menang lagi," ujar Milka, begitu Alvin masuk ke dalam kelas.
Alvin tersenyum kilas pada salah satu gadis yang menjadi idola di sekolah. "Terima kasih, Milka."
Ya, hari kemarin Alvin dan beberapa teman satu sekolahnya, terpilih untuk mengikuti lomba matematika tingkat kabupaten. Mereka pun akhirnya bisa memenangkan juara pertama.
"Untuk merayakan kemenangan kamu, gimana kalau kita traktir kamu makan?" ujar Milka penuh semangat.
"Tidak usah, aku sudah membawa bekal dari rumah," tolak Alvin.
Ya, gara-gara perundungan yang dilakukan oleh Dandi dana teman-temannya, kini satu sekolah sudah mengetahui tentang kondisi Alvin yang sebenarnya.
Namun, walaupun begitu, tidak membuat teman sekolahnya yang lain, menjauhi Alvin. Mereka malah semakin kagum pada Alvin, karena di balik keterbatasan materi dan kesibukannya bekerja, Alvin juga masih bisa berprestasi di sekolah.
"Seklai-kalilah, kamu makan bareng sama kita di kantin. Lagian hari ini aku yang akan traktir, jadi kamu gak usah bayar," ujar Milka sedikit memaksa.
Alvin tampak duduk di kursinya, itulah yang dia tidak suka saat orang-orang mengetahui kondisi keluarganya. Banyak dari teman-teman sekolahnya yang mengasihaninya dan meremehkannya.
"Aku benar-benar tidak bisa ... maaf," tolak Alvin lagi.
"Yaelah, sombong banget sih kamu ini, Vin. Harusnya kamu bersyukur karena masih ada yang mau ngajak kamu makan gratis ... kapan lagi coba ada kesempatan kayak gini?" Pras yang baru saja datang tiba-tiba ikut bergabung dengan pembicaraan Alvin dan Milka.
Alvin menatap wajah Pras, yang merupakan anak dari salah satu petinggi di sekolah itu, dia hanya bisa memendam rasa kesalnya setiap kali mengalami ejekan bahkan perundungan yang dilakukan Pras, Dandi dan teman-temannya.
Alvin tahu, apa yang akan dia alami bila dirinya nekat melawan para anak-anak orang kaya itu.
"Apa sih kamu, Pras?! Gak usah ikut campur deh," ujar Milka, menatap tidak suka Pras.
"Aku hanya berusaha menyadarkan anak miskin ini, Milka," jawab Pras memberi alasan.
"Gak usah ikut campur terus urusan aku, Pras," ujar Milka, ketus.
"Terserah! Yang harus kamu tau, kalau kakakku tidak suka kamu berhubungan dengan anak miskin ini. Jadi jangan salahkan aku kalau terus menghalangi kalian berdua, karena kamu adalah milik kakakku, Milka!" tekan Pras, melihat Alvin dan Milka bergantian.
"Aku bukan milik siapa pun, Pras!" Milka balik menatap tajam Pras.
Sedangkan Alvin memilih diam sambil mulai mengeluarkan bukunya, mengingat sebentar lagi bel masuk akan berbunyai.
Sebenarnya tidak ada yang tahu pasti hubungan antara Milka dan Dandi. Akan tetapi, Dandi selalu mengatakan kalau mereka berpacaran, waaupun Milka pun terus membantahnya.
Entah siapa yang benar, mungkin hanya mereka berdua yang tahu. Alvin pun tidak tertarik dengan masalah orang lain, walaupun karena semua itu, dia terus menjadi pelampiasan kemarahan Dandi dan teman-temannya.
Beberapa saat kemudian bel masuk pun berbunyi, disusul dengan guru yang masuk ke kelas. Hingga akhirnya Milka dan Pras pun kembali duduk di tempatnya maisng-masing.
"Hah, akhirnya." Alvin bernapas lega, setelah kedua orang itu meninggalkan mejanya.
.
.
Akhir pekan tiba, setelah salat subuh berjamaah Alvin langsung bersiap untuk pergi ke sawah. Ya, hari ini Alvin akan membantu kakek dan neneknya memanen padi.
Alvin berangkat lebih dulu bersama Darman, sedangkan Esih masih menyiapkan sarapan sekaligus makan siang untuk suami dan cucunya.
Suasana pagi yang masih dingin, dengan air embun masih menempel di dedaunan, membasahi kaki Alvin.
Sejuk terasa, bersama hawa pedesaan yang khas, membuat rasa segar di tubuh.
Hampir semua laki-laki yang bekerja sebagai petani, akan ke sawah sejak suasana pagi masih temaram.
Ada yang memang memiliki sawah sendiri, seperti kakeknya. Ada juga, yang hanya menjadi buruh tani, dari para pemilik sawah, yang tidak sempat untuk mengurusnya.
Mereka memanfaatkan sejuk pagi hari untuk memotong pohon padi dari sawah, agar tidak terlalu merasakan lelah karena terik matahari.
Ini adalah kali kedua Alvin mengalami musim panen, setelah dirinya tinggal bersama kakek dan neneknya. Dia sudah cukup tahu, bagaimana cara kerja warga di kampung, saat mengambil padi.
"Vin, kamu ambil yang di sana, ya," tunjuk Darman pada salah satu sisi sawah miliknya.
"Baik, Kek," jawab Alvin, mengangguk patuh.
Dia pun mengambil arit kecil kecil yang terlihat bergerigi di bagian tajamnya, senjata tajam itu, memang dibuat khusus untuk memotong pohon padi.
Dengan cekatan, Arif mengambil satu per satu rumpun padi yang ada di sawah, dia mengumpulkannya di atas bekas patahan pohon padi, agar butir padinya tidak terkena air.
Sesekali Alvin tampak berdiri beberapa saat, untuk meregangkan otot pinggang yang terasa tegang, karena harus terus menundukkan setengah badannya, agar bisa dengan mudah meraih rumpun padi.
Mata hari pun perlahan mulai muncul di dari peraduannya. Sebagai tanda kalau sebentar lagi para istri akan datang, dengan bekal di tangan masing-masing.
"Vin, berhenti dulu. Ayo sarapan!" ujar Esih yang baru saja datang.
Alvin menegakkan tubuhnya, sambil melihat ke arah kakek dan neneknya berada. Dia pun menghampiri kedua orang tua yang sedang duduk di gubuk milik mereka.
"Sini, sarapan dulu," panggil Darman.
Bukan hanya Darman dan Esih yang berada di gubuk sederhana itu. Ada juga beberapa orang tetangga sawah, yang ikut beristirahat sekaligus sarapan bersama.
Alvin terlebih dahulu membersihkan tangannya yang kotor memakai air yang sengaja dibendung di dekat gubuk, untuk mereka mencuci tangan.
Semua orang yang ada di sana pun mengeluarkan bekalnya masing-masing, hingga saling berbagi dan bertukar lauk makan menjadi sesuatu yang sudah biasa.
Alvin menikmati makan dengan suasana khas pedesaan, dengan warga yang ramah dan juga sawah sebagai pemandangan utamanya.
Suasana yang tidak bisa didapatkan bila dirinya berada di kota, seperti ketika ayah dan adiknya masih ada.
......................
Yuk, kita makan di pinggir sawah😂
Jangan lupa like dan komennya ya🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Dimas Sam
lnjuttt thorrr smngttt
2022-08-02
3
Mesra Jenahara
seru juga kayaknya makan d pinggir sawah khas pedesaan..
salut SM Alvin..moga kelak Alvin bisa sukses mengalahkan Dandi dan Pras yg ngga ada akhlaq..
2022-08-02
2
Helen Apriyanti
sungguh luar biasa alvin berprestasi mski org miskin tpi mmbanggakan kdua ortu.. smngtt Alvin ..smngttt jg thorr lnjuttt
2022-08-02
3