Meminta izin

...Happy Reading...

......................

#notes latar belakang cerita ini masih di tahun 2010 ya kak, jadi harga telur bebek juga masih sangat murah. Apalagi Alvin membelinya dari peternaknya langsung.

.

.

"Aku memberikan kamu uang hanya untuk ongkos dan makan siang, mana bisa kamu sisain buat beli telur sebanyak itu!"

"Itu memang dari uang jajan aku yang dikumpulkan. Selama ini aku mencari makan siang di tempat yang paling murah, agar bisa menghemat uang, terus sisanya aku tabung," jelas Alvin sambil menundukkan kepalanya semakin dalam.

"Aku tidak pernah mengajari kamu untuk berbohong, Alvin. Hidup kita ini sudah susah, jangan kamu buat lebih susah lagi, dengan kelakuan seperti ini!" Nada bicara Darman terdengar cukup tinggi, walau hanya terdengar di dalam rumah saja.

Sikap Alvin yang tidak berani melihat matanya dan menyembunyikan wajah, membuat Darman tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh cucunya itu.

"Aku gak kayak gitu, Kek–"

"Menjawab terus!" sentak Darman, memutus perkataan Alvin.

Remaja itu semakin menggigil ketakutan. Alvin memang tahu kalau Darman termasuk orang tua yang tegas dalam mendidik anak-anaknya, semasa hidup Hardi sudah sering menceritakannya.

Namun, Alvin tidak pernah melihat kemarahan Darman secara langsung. Dia bahkan belum pernah menerima kemarahan dari kedua orang tuanya.

Walaupun, Hardi juga termasuk ayah yang tegas dan penuh dengan peraturan. Akan tetapi, dia tidak pernah sekalipun meninggikan suaranya di depan anak-anaknya.

"Ada apa ini, Pak?" tanya Esih yang baru saat datang.

Dia menatap terkejut wajah marah sang suami dan wajah ketakutan cucunya.

"Cucumu ini sudah berani berbohong, dia berani membeli telur dan mengatakan kalau itu uang dari hasil mengumpulkan sisa uang jajan," jelas Darman, masih dengan muka masamnya.

Alvin masih menyembunyikan wajahnya dan menunduk, dia hanya melirik sekilas wajah khawatir neneknya.

"Memang kamu beli di mana, Vin?" tanya Esih, sambil menghampiri cucu laki-lakinya itu.

"A–aku beli di Bi Inah, Nek." Alvin menjawab dengan suara yang terdengar bergetar.

"Ya sudah, telur ini jangan dulu dimakan. Biar nanti aku tanya kebenarannya sama Inah, kebetulan setelah maghrib, ada pengajian di rumah yang seberang jalan," ujar Esih menengahi emosi suaminya.

"Alvin, sekarang kamu masuk saja ke kamar, pakai baju, nanti masuk angin," sambung Esih lagi, melihat Alvin yang masih menggunakan handuk.

"Iya, Nek," jawab Alvin, langsung berjalan masuk ke dalam kamar.

"Sudah, Pak. Jangan terlalu keras gitu sama cucu. Aku yakin, Alvin bukan anak yang seperti itu." Esih kini beralih pada Darman, setelah melihat Alvin masuk ke kamarnya.

Daraman menatap Esih, dia menarik napas dalam lalu menghembuskannya cepat. Laki-laki tua itu pun akhirnya mengangguk samar, menyetujui perkataan istrinya.

"Tadi, mungkin aku sedang cape, jadi gak bisa mengontrol emosi," ujar Darman.

Esih mengangguk, dia mengusap-usap bahu Darman, berusaha meredam emosi suaminya.

"Kalau sudah tenang sebaiknya, Bapak, juga mandi dulu. Biar lebih segar, nanti aku siapkan kopi," ujar Esih yang langsung diangguki oleh suaminya.

Darman pun akhirnya masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Esih menaruh telur yang dibeli oleh Alvin di tempat yang tersembunyi, lalu menyiapkan kopi untuk suaminya.

Alvin termenung di dalam kamar, dia mencari cara untuk memberitahu Esih, tentang rencananya mencari keong sawah untuk Bi Inah.

Duduk di kursi belajar dengan siku tangan bertumpu pada meja, tangannya dia kepalkan di bawah dagu dengan pikiran yang terus melayang, mencari berbagai cara.

Pandangannya tiba-tiba teralihkan pada bingkai foto keluarganya yang sengaja dia taruh di meja belajar.

Bapak, Alin, kalian sedang apa di sana? batin Alvin.

Tiba-tiba matanya teralihkan pada wajah Ganis, ada rasa sakit yang begitu menusuk di dalam hati, saat mengingat bagaimana kondisi ibunya.

Namun, bersamaan dengan itu Alvin juga merasakan suatu semangat untuk terus hidup demi satu-satunya keluarga yang dia punya.

Jangan begini Alvin, kamu harus tetap semangat dan bangkit untuk mamah, batin Alvin.

Alvin kembali menaruh bingkai foto itu di tempatnya semula, dia mengambil tas sekolahnya lalu mulai membaca materi yang baru saja diajarkan oleh guru di kelas.

Lebih dari setengah jam dia larut di dalam berbagai kata yang sedang dipelajarinya, hingga kemudian ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya.

"Alvin, ini nenek!" terdengar suara Esih dari balik pintu.

"Ya, Nek. Masuk aja, gak dikunci kok," jawab Alvin.

Pintu pun terbuka perlahan, Esih tampak masuk ke kamar. Wanita tua itu, tersenyum samar, begitu melihat Alvin yang sedang belajar.

"Kamu lagi apa?" tanya Esih, lebih mirip seperti pertanyaan basa-basi.

"Belajar, Nek. Ada apa?" Alvin melirik sekilas buku yang masih berserakan di atas meja, lalu beralih pada wajah sang nenek.

"Gak apa-apa, nenek cuman mau lihat kamu aja," jawab Esih sambil mengusap pelan rambut cucunya.

Alvin tersenyum, dia tau kalau neneknya itu pasti khawatir padanya, karena kejadian tadi.

"Aku gak apa-apa kok, Nek. Alvin kan laki-laki, jadi harus kuat," ujar Alvin dengan senyumnya.

Esih pun ikut tersenyum, mendengar perkataan cucunya itu. "Maafin, kakek kamu ya, Vin. Mungkin tadi, kakek sedang capek, jadi gak bisa mengontrol emosinya."

"Iya, Nek. Aku tau, kakek seperti itu karena sayang sama aku." Alvin menatap neneknya begitu lembut.

Senyum di wajah Esih semakin lebar, walau di dalam hati dia merasakan sakit, saat melihat cucunya mendapatkan nasib yang begitu malang.

Aku yakin kamu anak yang baik dan kuat, Vin. Makanya Tuhan, memberikan kamu cobaan yang begitu berat seperti ini. Semoga kamu akan tetap di dalam jalan yang benar dan mendapatkan perlindungan juga tuntunan dari Sang Maha Kuasa, dalam menghadapi perjalanan hidup kamu di dunia ini, batin Esih, menatap prihatin wajah sang cucu.

"Nek, sebenarnya waktu aku beli telur di Bi Inah, aku menawarkan diri untuk memungut keong sawah untuk bebek-bebeknya." Alvin berucap lirih.

"Tapi, Bi Inah menyuruh aku untuk meminta izin dulu sama kakek dan nenek," sambung Alvin lagi.

Esih cukup terkejut dengan apa yang dikatakan oleh cucunya itu. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Alvin sudah mulai mencoba bekerja.

"Apa uang yang diberikann, kakek dan nenek, belum cukup untuk uang jajan dan kebutuhan kamu di sekolah, Vin?" tanya Esih.

Alvin menatap wajah terkejut sang nenek. "Bukan begitu, Nek. Aku hanya mau membiasakan tubuh aku untuk mulai bekerja pada orang."

"Lagipula, Bi Inah juga setuju kalau aku hanya bekerja hari minggu, atau di saat waktu luang tanpa mengganggu sekolah," jelas Alvin.

Esih tampak terdiam sambil menatap wajah penuh permohonan Alvin, dia masih bimbang untuk memberikan cucunya itu bekerja pada orang lain.

Dalam hati, Alvin berharap Esih dan Darman bisa memberinya izin untuk bekerja di tempat Bi Inah.

"Nanti, coba nenek bicarakan dulu sama kakek ya," putus Esih.

Alvin tersenyum, walaupun neneknya belum memberikan keputusan. Akan tetapi, setidaknya Esih sudah mau membantunya berbicara dengan Darman.

......................

Semangat Alvin💪

Terpopuler

Comments

Helen Apriyanti

Helen Apriyanti

smngtt up thorr

2022-07-29

2

Mesra Jenahara

Mesra Jenahara

semangat Alvin..moga apapun yg km lakuin sllu d ridhohi yg maha kuasa..♥️♥️😇😇

2022-07-26

3

Reii_Rey

Reii_Rey

fighting 💪💪 Alvin

2022-07-26

2

lihat semua
Episodes
1 Kecelakaan
2 Kabar duka
3 Boleh Pulang
4 Kenyataan menyakitkan
5 Pengajian
6 Berusaha Bangkit
7 Sebuah Kalung
8 Pindah
9 Ke sawah
10 Hari pertama sekolah
11 Kantin
12 Beli telur
13 Meminta izin
14 Pura-pura tidur
15 Diizinkan
16 Mencari Keong
17 Gara-gara Keong
18 Membantu
19 Panen
20 Perundungan
21 Cacar air
22 Suara aneh
23 Ujian akhir
24 Dua tahun yang lalu
25 Pasar malam
26 Persiapan
27 Pergi
28 Meninggalkan
29 Sampai di Jakarta
30 Memendam rindu
31 Rumah Mang Lukman
32 Makan bekal
33 Hari pertama
34 OSPEK
35 Kembar?
36 Naik Bis
37 Melamar kerja
38 Bekerja
39 Libur
40 Tertuduh?
41 Nasi Goreng
42 Geng Motor
43 Sosok Pak Umar
44 Menunggu
45 Hujan
46 Baju Ganti
47 Gnati baju
48 Berbeda
49 Bertemu
50 Teman
51 Satu tahun
52 CFD
53 Kabar
54 Pulang
55 Kopi pagi
56 Liontin
57 Tidur
58 Kerja kembali
59 Tukang Gosip
60 Membaik
61 Wisuda
62 Sadar
63 Aku mau nikah
64 Dikroyok
65 Dijenguk
66 Pekerjaan baru
67 Mengajar les
68 Pesta
69 Dia baik-baik saja
70 Orang kaya sombong
71 Main bola
72 Rindu dan rasa bersalah
73 Kedatangan Nenek Esih
74 Rumor
75 Wisuda
76 Saudara tiri?
77 Anak dan Ayah
78 Penyebab masalah
79 Pabrik
80 Adik kakak
81 Bantuan
82 Maaf
83 Jebakan
84 Mengobati Rindu
85 Bukan kejadian biasa
86 Awal dari masalah
87 Interview
88 Membaik
89 Tangis bahagia
90 Satu spesies
91 Berkenalan dengan keluarga bos baru.
92 Mata yang ternoda
93 Habis bensin
94 Berteduh
95 Bertemu
96 Diintrogasi calon mertua
97 Pulang awal
98 Sifat kekanakkan
99 Tamu tak diundang
100 Sudah terlambat
101 Perhatian
102 Diantara dua pilihan
103 Memutuskan
104 Ketahuan
105 Calon pacar
106 Bertemu Eyang Kakung
107 Perdebatan
108 Mengalah
109 Pilih hidup atau mati
110 Luat biasa
111 Dikurung
112 Membawa wanita ke rumah
113 Meminta tolong
114 Mengantar
115 Meminta maaf
116 Menghilang
117 Pesan video
118 Pertaruhan nyawa
119 Pertumpahan darah
120 Perkara Pin ATM
121 Operasi
122 Haruskah memaafkan?
123 Penyesalan
124 Perpisahan yang sesungguhnya
125 Tidak bisa terbiasa
126 Melepas rindu
127 Akrab
128 Melepas untuk bahagia
Episodes

Updated 128 Episodes

1
Kecelakaan
2
Kabar duka
3
Boleh Pulang
4
Kenyataan menyakitkan
5
Pengajian
6
Berusaha Bangkit
7
Sebuah Kalung
8
Pindah
9
Ke sawah
10
Hari pertama sekolah
11
Kantin
12
Beli telur
13
Meminta izin
14
Pura-pura tidur
15
Diizinkan
16
Mencari Keong
17
Gara-gara Keong
18
Membantu
19
Panen
20
Perundungan
21
Cacar air
22
Suara aneh
23
Ujian akhir
24
Dua tahun yang lalu
25
Pasar malam
26
Persiapan
27
Pergi
28
Meninggalkan
29
Sampai di Jakarta
30
Memendam rindu
31
Rumah Mang Lukman
32
Makan bekal
33
Hari pertama
34
OSPEK
35
Kembar?
36
Naik Bis
37
Melamar kerja
38
Bekerja
39
Libur
40
Tertuduh?
41
Nasi Goreng
42
Geng Motor
43
Sosok Pak Umar
44
Menunggu
45
Hujan
46
Baju Ganti
47
Gnati baju
48
Berbeda
49
Bertemu
50
Teman
51
Satu tahun
52
CFD
53
Kabar
54
Pulang
55
Kopi pagi
56
Liontin
57
Tidur
58
Kerja kembali
59
Tukang Gosip
60
Membaik
61
Wisuda
62
Sadar
63
Aku mau nikah
64
Dikroyok
65
Dijenguk
66
Pekerjaan baru
67
Mengajar les
68
Pesta
69
Dia baik-baik saja
70
Orang kaya sombong
71
Main bola
72
Rindu dan rasa bersalah
73
Kedatangan Nenek Esih
74
Rumor
75
Wisuda
76
Saudara tiri?
77
Anak dan Ayah
78
Penyebab masalah
79
Pabrik
80
Adik kakak
81
Bantuan
82
Maaf
83
Jebakan
84
Mengobati Rindu
85
Bukan kejadian biasa
86
Awal dari masalah
87
Interview
88
Membaik
89
Tangis bahagia
90
Satu spesies
91
Berkenalan dengan keluarga bos baru.
92
Mata yang ternoda
93
Habis bensin
94
Berteduh
95
Bertemu
96
Diintrogasi calon mertua
97
Pulang awal
98
Sifat kekanakkan
99
Tamu tak diundang
100
Sudah terlambat
101
Perhatian
102
Diantara dua pilihan
103
Memutuskan
104
Ketahuan
105
Calon pacar
106
Bertemu Eyang Kakung
107
Perdebatan
108
Mengalah
109
Pilih hidup atau mati
110
Luat biasa
111
Dikurung
112
Membawa wanita ke rumah
113
Meminta tolong
114
Mengantar
115
Meminta maaf
116
Menghilang
117
Pesan video
118
Pertaruhan nyawa
119
Pertumpahan darah
120
Perkara Pin ATM
121
Operasi
122
Haruskah memaafkan?
123
Penyesalan
124
Perpisahan yang sesungguhnya
125
Tidak bisa terbiasa
126
Melepas rindu
127
Akrab
128
Melepas untuk bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!