...Happy Reading...
......................
Alvin baru saja pulang dari sekolah, setelah menerima keputusan kalau dirinya diterima di sekolah dengan jalur beasiswa.
Saat ini dia termenung melihat semua biaya yang harus dia keluarkan, untuk seragam dan peralatan sekolah lainnya.
Ya, walaupun Alvin mendapatkan beasiswa. Akan tetapi, dia juga harus mengeluarkan uang untuk seragam sekolah dan juga peralatan lainnya, seperti buku dan juga ongkos untuk pulang pergi naik angkutan umum.
Jarak dari sekolahnya menuju rumah memang cukup jauh, dia harus menghabiskan waktu kurang lebih, lima belas menit dengan menggunakan kendaraan umum.
Saat ini aku memang mempunyai tabungan untuk semua ini, dari hasil sewa rumah yang di Jakarta. Tapi, bagaimana dengan tahun-tahun selanjutnya? Apalagi, biaya untuk perawatan mama, batin Alvin bergumam sendiri.
Melihat kehidupan kakek dan neneknya di kampung yang serba kekurangan, membuat dirinya tidak mau menambah beban kehidupan sepasang orang tua itu.
Apa aku harus mencari kerja saja? Tapi, pekerjaan apa?
Kerutan halus di kening Alvin kini terlihat jelas, dia terus berfikir untuk kelangsungan hidup ke depannya.
"Assalamualaikum." Suara seseorang dari depan rumah menyadarkan lamunan Alvin, dia beranjak dari tempatnya menuju ke pintu depan.
"Wa'alaikumsalam," jawab Alvin, sambil membuka pintu.
"Kamu sudah pulang, Vin?" tanya Esih yang ternyata baru pulang dari sawah.
"Iya, Nek. Maaf, hari ini Alvin gak bantuin, Nenek, sama Kakek di sawah," ujar Alvin.
"Gak apa-apa, kamu fokus saja sekolah, biar bisa banggain orang tua kamu dan Alin. Ya?" ujar Esih.
Alvin terdiam, dia pun hanya mengangguk samar, walau di dalam hatinya masih terasa mengganjal.
Esih tersenyum lalu mengusap lengan bagian atas Alvin, "Nenek, masuk dulu. Mau bersih-bersih."
"Iya, Nek," jawab Alvin.
.
.
Hari terus berganti, kini sudah waktunya Alvin masuk sekolah di hari kedua, setelah di hari sebelumnya dia masuk dengan agenda pengenalan siswa baru.
Hari ini dia sudah berdandan dengan semua atribut khas MOS (Masa Orientasi Siswa) atau yang sekarang disebut juga dengan istilah MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah)
"Kek, Nek, aku pergi sekolah dulu. Doakan aku ya, Kek, Nek, agar kegitan hari ini berjalan lancar," ujar Alvin, lalu mencium punggung tangan Esih.
"Kami akan selalu mendoakan kamu, Vin. Hati-hati di jalan ya," ujar Esih, mengusap kepala cucu laki-lakinya itu.
"Iya, Nek," jawab Alvin, dia beralih mencium tangan Darman.
"Jaga diri baik-baik dan buat kedua orang tuamu bangga sama kamu," ujar Darman.
"Pasti, Kek," jawab Alvin dengan senyum penuh semangat.
"Vin, yuk berangkat bareng!" panggil Imran, salah satu anak pamannya Alvin.
Kebetulan dia juga satu sekolah dengan Alvin, walau Imran tidak mendapatkan beasiswa.
"Yuk," jawab Alvin, lalu beralih kepada kakek dan neneknya lagi.
"Assalamualaikum, Kek, Nek," ujar Alvin.
"Wa'alaikumsalam," jawab pasangan tua itu.
Imran juga menghampiri untuk mencium tangan Darman dan Esih, lalu berpamitan. Kedua remaja itu akhirnya berangkat bersama menuju ke sekolah, dengan menggunakan angkutan umum.
Beberapa saat kemudian, keduanya sudah sampai di sebuah sekolah, keduanya langsung masuk bersama dengan siswa siswi lainnya.
Mereka langsung diarahkan menuju lapangan, untuk berkumpul bersama para murid baru lainnya, juga para kakak kelas yang bertugas untuk membimbing mereka.
Alvin memang memiliki wajah yang terbilang tampan dan tubuh bersih, membuat dirinya cukup menjadi bahan perhatian, apalagi bagi para murid perempuan.
Namun, itu semua tidak menjadikan Alvin seseorang yang sombong, ataupun merasa mempunyai kelebihan.
Dia tetaplah Alvin yang terlihat pendiam, akan tetapi, masih mudah bergaul dengan banyak orang, terutama laki-laki.
Hingga di hari kedua sekolah ini, dia sudah lumayan memiliki teman.
Tidak ada yang aneh di acara MOS itu, baik Alvin maupun Imran tidak terkena perundungan yang terlalu parah.
Mereka berdua mendapatkan perlakuan sama saja seperti para siswa baru lainnya, hingga semua itu berjalan lancar sampai selesai.
Minggu ke dua bersekolah, kini mulai memasuki proses belajar mengajar, Alvin mendapatkan kelas yang berbeda dengan Imran.
Walau begitu, kelas mereka masih berdekatan, hingga keduanya masih mudah untuk berkomunikasi.
Alvin baru saja duduk di salah satu bangku, saat seorang perempuan datang menghampirinya.
"Hai, Alvin. Kamu masih ingat aku nggak?" tanya perempuan itu.
Alvin sedikit memicingkan matanya, mengingat perempuan yang kini duduk di depannya.
"Aku Milka, yang kemarin satu kelompok dengan kamu," ujar perempuan itu lagi.
Alvin tersenyum tipis, dia pun mengangguk samar walaupun sebenarnya belum mengingat perempuan di depannya.
"Oh, Milka ya," jawab Alvin.
"Ada apa, Milka?" tanya Alvin lagi.
"Gak apa-apa kok, cuman mau ngobrol aja," ujar perempuan itu.
Alvin tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala samar, setelahnya dia kembali asik dengan buku bacaannya.
Tidak berselang lama, datang beberapa siswa yang terlihat cukup berbeda dari yang lainnya. Mereka tampak lebih modis dan bergaya, walaupun ini hanya berada di sekolah.
"Hai Milka," sapa mereka pada Milka, dengan gaya genitnya.
"Heh, ngapain kamu duduk di sini?" tanya salah satu laki-laki itu pada Alvin.
Alvin menatap keempat laki-laki itu, yang kini sedang mengelilingi meja tempatnya duduk.
"Meja ini kan belum ada yang memiliki," jawab Alvin.
"Gak bisa! Pindah kamu sekarang, ini meja adalah milikku," ujar salah satu laki-laki itu.
"Pras, apa-apaan sih kamu? Ini kan udah ditempati sama Alvin," ujar Milka yang memihak pada Alvin.
"Aku gak suka kamu deket-deket sama dia. Ingat kamu itu pacar kakak aku," jelas laki-laki yang dipanggil Pras oleh Milka.
"Aku bukan pacar Dandi, Pras!" tekan Milka.
"Sudah-sudah, aku pindah," putus Alvin sambil mengambil tas dan bukunya lalu bergeser pada meja yang masih kosong.
"Tuh, lihat. Dia sendiri yang ingin pindah." Pras berkata dengan penuh kemenangan.
Milka melihat Alvin yang sudah duduk di kursi yang berbeda, dia berdecak kesal pada empat orang laki-laki yang kini duduk di sekitarnya.
Alvin pun memilih pindah dan duduk di dekat jendela, di urutan nomor dua dari belakang.
Beberapa saat kemudian bel sekolah pun berbunyi, menandakan waktu masuk sekolah telah tiba, para murid yang sebelumnya berada di luar kelas pun, saling berlomba untuk masuk ke dalam kelas masing-masing.
Tidak menunggu lama, guru pengajar pertama pun masuk, hingga membuat kelas hening seketika.
.
.
Bel istirahat berbunyi, hampir semua siswa yang ada di kelas berbondong-bondong pergi ke kantin, untuk sekedar jajan dan makan siang.
Berbeda dengan yang lainnya, Alvin malah pergi ke musala untuk melaksanakan ibadah salat dhuha. Alvin yang sudah mulai terbiasa hidup berkekurangan, harus menerapkan gaya hidup prihatin untuk dirinya sendiri.
Dia sudah memutuskan untuk tidak menggunakan uang jajannya, selain untuk makan siang. Maka dari itu dia memilih untuk berdiam diri di tempat ibadah itu.
Ternyata bukan hanya dia yang ada di sana, lumayan banyak juga murid maupun guru yang melakukan salat dhuha seperti dirinya.
Itu termasuk juga dengan Imran, saudaranya itu juga melakukan hal yang sama dengan Alvin. Walaupun dirinya memiliki uang jajan dari orang tuanya.
Namun, Imran lebih memilih menemani Alvin, sambil membiasakan memperdalam keimanannya. Mengingat Alvin yang cukup taat dalam beribadah.
......................
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Helen Apriyanti
lnjuttt smngttt up lg y thorr
2022-07-24
2
Helen Apriyanti
Alvin ank baik ...
2022-07-24
2
Mesra Jenahara
semangat Alvin..sini sini cium jauh dulu biar lebih semangat..😉♥️♥️♥️
2022-07-23
2