Pindah

...Happy Reading...

......................

"Punya siapa ini?" Alvin mengangkat kalung itu ke depan wajahnya.

Esih yang sedang menaruh baju di dalam kardus, mengalihkan pandangannya pada Alvin. Dia pun terkejut melihat kalung yang terlihat cukup klasik.

"Itu kamu dapat dari mana, Vin?" tanya Esih, sambil menatap kalung di tangan cucunya.

"Dari sini, Nek." Alvin menunjuk sebuah kotak akrilik kecil, tempat kalung itu disimpan sebelumnya.

Esih tampak mendekati Alvin, dia mengambil kalung itu sambil melihat dengan begitu teliti. Akan tetapi, kemudian Esih memberikannya kembali pada cucunya.

"Mungkin itu milik ibu kamu, sepertinya nenek pernah lihat Ganis memakainya waktu masih berpacaran dengan Hardi," ujar Esih, sambil mengingat masa lalunya.

Alvin kembali melihat kalung di tangannya, dia sama sekali tidak pernah melihat Ganis memakainya, bahkan dia tidak pernah tau kalau ada benda itu di rumah ini.

Alvin menaruh kembali kalung itu di tempatnya. Lalu, memberikannya pada Esih.

"Lebih baik ini, Nenek, saja yang simpan," ujar Alvin.

"Tidak-tidak, ini milik ibumu. Kamu saja yang simpan ya," tolak Esih.

"Tapi, aku belum bisa menyimpannya, Nek. Bagaimana kalau ini, Nenek saja yang simpan untuk sementara waktu?" Alvin kembali mengulurkan kotak aklirik itu ke depan Esih.

"Terima saja, Esih. Nanti kalau Alvin sudah siap, baru kamu berikan padanya." Suara Darman dari arah pintu mengalihkan perhatian mereka berdua.

Esih menatap suaminya itu, dia akhirnya menerima kalung dari tangan Alvin, setelah diberikan keyakinan oleh Darman.

"Baiklah, kalung ini Nenek terima. Tapi, kalau nanti kamu sudah besar, kamu, harus memegangnya sendiri," ujar Esih.

"Iya, Nek," angguk Alvin.

.

.

Hari berlalu, kini Alvin dan kakek neneknya, sudah berangkat menuju kampung halaman Hardi. Mereka menyewa mobil, untuk membawa barang-barang yang tidak bisa ditaruh lagi di rumah itu.

"Ayo, Vin. Mobilnya sudah siap," ujar Esih, di depan pintu kamar Alvin.

"Iya, Nek," jawab Alvin.

Alvin menatap kembali kamar yang sudah satu tahun ini dia huni. Kini, di sana sudah tidak ada lagu barang-barang miliknya lagi, semuanya di bawa ke kampung.

Sedangkan barang-barang bekas kedua orang tuanya dan Alin, seperti meja belajar, meja kerja dan perlengkapan rumah yang lainnya, ditinggalkan di sini, mengingat rumah Darman dan Esih di kampung pun tidak memiliki luas yang cukup.

Esih mendekati cucunya, dia mengusap bahu Alvin, memberikan kekuatan bagi remaja yang sedang diberikan ujian yang begitu berat itu.

Alvin memegang tangan keriput neneknya, dia pun akhirnya berbalik dan mulai melangkahkan kakinya ke luar dari rumah itu.

Sampai di luar, Alvin melihat Darman yang sudah berdiri di samping mobil, menunggu kedatangan Alvin dan Esih.

"Sudah siap?" tanya Darman, begitu Alvin mendekat.

Alvin mengangguk, dia kembali menatap rumah sederhana itu.

Suatu saat nanti, aku pasti akan kembali ke sini, dengan kondisi yang jauh berbeda, batin Alvin berjanji.

Mobil pun akhirnya meninggalkan rumah sederhana dengan penuh kenangan Alvin dan keluarganya, dengan Alvin yang bertekad untuk berjuang demi kesembuhan ibunya dan merubah hidupnya.

Setelah menempuh sekitar tiga jam perjalanan, Alvin sudah memasuki kampung halaman Darman dan Esih. Kota yang terkenal dengan lambung padi itu, terasa begitu asing untuk Alvin.

Walaupun dirinya sering berkunjung ke sini, sewaktu kedua orang tuanya masih ada. Akan tetapi, kini ada rasa berbeda dari biasanya.

Remaja itu tampak menatap jauh ke luar jendela. Hamparan sawah yang begitu luas pun menjadi pemandangan yang terasa menyakitkan untuknya.

Mengingat sewaktu masih ada kedua orang tuanya, dirinya dan Alin, akan begitu antusias saat sudah memasuki area persawahan.

Kak, lihat sawahnya luas banget!

Alvin mengingat kata yang selalu diucapkan oleh Alin, sambil memperlihatkan sawah padanya.

Ada burung juga! Itu burung apa, Pak?!

Kembali suara Alin terasa melintas di pikirannya, biasanya gadis kecil itu selalu menunjuk apa saja yang dia lihat sambil bertanya.

Tanpa terasa perjalanan mereka telah sampai di area rumah kakek dan neneknya. Ya, karena rumah mereka tidak bisa masuk mobil, maka mereka pun harus berjalan sebentar untuk sampai di sana.

"Vin, kita sudah sampai." Esih sedikit menggoyangkan tubuh cucunya.

Alvin yang masih tenggelam dalam lamunannya, tampak terperanjat mendapatkan sentuhan dari tangan Esih.

"Ah iya, Nek," angguk Alvin, dia pun langsung ke luar dari mobil.

"Ayo," ajak Esih, sambil membawa barang-barang dari mobil.

Alvin pun mengangguk, sambil ikut membawa sebagian barang lainnya, lalu berjalan mengikuti langkah sang nenek.

Sampai di rumah sederhana yang masih terlihat sangat terawat. Alvin kembali terdiam, dia mengingat beberapa tahun yang lalu, ayahnya sempat merenovasi rumah itu, sebelum kebangkrutan itu menimpa keluarganya.

"Masuk, Vin," ujar Darman yang baru saja ke luar dari dalam rumah.

"Iya, Kek," angguk Alvin, lalu melangkah masuk ke dalam.

"Assalamualaikum," ujarnya, saat mulai masuk ke dalam.

"Ini sekarang jadi kamar kamu, Vin," ujar Esih yang baru saja ke luar dari kamar mendiang ayahnya dulu.

Alvin hanya mengangguk lalu mulai masuk ke dalam kamar bekas kedua orang tuanya. Ya, di rumah ini hanya terdapat dua kamar, makanya setiap kali mereka main ke sini, baik dirinya dan kedua orang tuanya akan memilih untuk tidur bersama di ruang tengah.

"Ini semua sudah dibersihkan oleh bibimu, jadi kamu bisa langsung menempatinya," ujar Esih, ikut mengedarkan pandangannya di setiap sudut kamar tidur anaknya itu.

"Kamu di sini saja dulu. Nenek mau siapin minum buat kakek dan sopir dulu," pamit Esih.

Alvin berjalan mendekati sebuah meja rias yang tidak jauh dari tempatnya.

Matanya terpaku pada sebuah foto yang terpajang di sana. Ya, itu adalah foto kedua orang tuanya, saat hari akad nikah mereka, beberapa tahun yang lalu.

Dia tersenyum samar, walau matanya tampak berkaca-kaca. Tangannya terulur mengambil bingkai itu, dia menatapnya lama, dengan perasaan yang bercampur aduk.

Sesak di dalam dada pun begitu terasa, saat melihat wajah bahagia dari dua orang yang berada di sana.

Semoga Bapak tenang di sana, aku di sini akan berusaha untuk membahagiakan mamah, batin Alvin.

Alvin pun kembali ke luar setelah merasa puas, menatap wajah kedua orang tuanya di dalam sebuah gambar penuh memori itu.

Mulai hari ini Alvin akan menjalani kehidupan barunya, di tempat yang berbeda, juga dengan situasi yang berbeda.

Remaja itu berharap bisa beradaptasi dengan kehidupan yang dijalaninya kini, bersama dengan kakek dan neneknya.

Walau kondisi saat ini sangat jauh berbeda dengan sebelumnya. Akan tetapi, sebagai seorang remaja, Alvin akan berusaha untuk bangkit dan menjalani hari sebisa mungkin.

Alvin tahu jalan di depannya tidak akan mulus. Akan tetapi, semua itu akan dia coba hadapi dengan keyakinan hati, demi kebahagiaan dengan ibunya, suatu hari nanti.

Tunggu aku, Mah. Aku akan mengobati, Mamah, dan kita akan bahagia bersama, suatu hari nanti, batin Alvin.

......................

Wah terima kasih ya, yang udah mau mampir ke cerita receh aku ini. Lope-lope sekebon untuk kalian semua😘❤️❤️

Terpopuler

Comments

Hany

Hany

lope lope sekebon thoor

2022-08-27

2

Helen Apriyanti

Helen Apriyanti

smngtttt Alvin dn smngttt jg buat kk authorr ny yh

2022-07-23

2

Mesra Jenahara

Mesra Jenahara

semangat Vin..ccaayyoo..
moga kebahagiaan dan harapan segera menghampirimu..🤗🤗🤗

2022-07-21

2

lihat semua
Episodes
1 Kecelakaan
2 Kabar duka
3 Boleh Pulang
4 Kenyataan menyakitkan
5 Pengajian
6 Berusaha Bangkit
7 Sebuah Kalung
8 Pindah
9 Ke sawah
10 Hari pertama sekolah
11 Kantin
12 Beli telur
13 Meminta izin
14 Pura-pura tidur
15 Diizinkan
16 Mencari Keong
17 Gara-gara Keong
18 Membantu
19 Panen
20 Perundungan
21 Cacar air
22 Suara aneh
23 Ujian akhir
24 Dua tahun yang lalu
25 Pasar malam
26 Persiapan
27 Pergi
28 Meninggalkan
29 Sampai di Jakarta
30 Memendam rindu
31 Rumah Mang Lukman
32 Makan bekal
33 Hari pertama
34 OSPEK
35 Kembar?
36 Naik Bis
37 Melamar kerja
38 Bekerja
39 Libur
40 Tertuduh?
41 Nasi Goreng
42 Geng Motor
43 Sosok Pak Umar
44 Menunggu
45 Hujan
46 Baju Ganti
47 Gnati baju
48 Berbeda
49 Bertemu
50 Teman
51 Satu tahun
52 CFD
53 Kabar
54 Pulang
55 Kopi pagi
56 Liontin
57 Tidur
58 Kerja kembali
59 Tukang Gosip
60 Membaik
61 Wisuda
62 Sadar
63 Aku mau nikah
64 Dikroyok
65 Dijenguk
66 Pekerjaan baru
67 Mengajar les
68 Pesta
69 Dia baik-baik saja
70 Orang kaya sombong
71 Main bola
72 Rindu dan rasa bersalah
73 Kedatangan Nenek Esih
74 Rumor
75 Wisuda
76 Saudara tiri?
77 Anak dan Ayah
78 Penyebab masalah
79 Pabrik
80 Adik kakak
81 Bantuan
82 Maaf
83 Jebakan
84 Mengobati Rindu
85 Bukan kejadian biasa
86 Awal dari masalah
87 Interview
88 Membaik
89 Tangis bahagia
90 Satu spesies
91 Berkenalan dengan keluarga bos baru.
92 Mata yang ternoda
93 Habis bensin
94 Berteduh
95 Bertemu
96 Diintrogasi calon mertua
97 Pulang awal
98 Sifat kekanakkan
99 Tamu tak diundang
100 Sudah terlambat
101 Perhatian
102 Diantara dua pilihan
103 Memutuskan
104 Ketahuan
105 Calon pacar
106 Bertemu Eyang Kakung
107 Perdebatan
108 Mengalah
109 Pilih hidup atau mati
110 Luat biasa
111 Dikurung
112 Membawa wanita ke rumah
113 Meminta tolong
114 Mengantar
115 Meminta maaf
116 Menghilang
117 Pesan video
118 Pertaruhan nyawa
119 Pertumpahan darah
120 Perkara Pin ATM
121 Operasi
122 Haruskah memaafkan?
123 Penyesalan
124 Perpisahan yang sesungguhnya
125 Tidak bisa terbiasa
126 Melepas rindu
127 Akrab
128 Melepas untuk bahagia
Episodes

Updated 128 Episodes

1
Kecelakaan
2
Kabar duka
3
Boleh Pulang
4
Kenyataan menyakitkan
5
Pengajian
6
Berusaha Bangkit
7
Sebuah Kalung
8
Pindah
9
Ke sawah
10
Hari pertama sekolah
11
Kantin
12
Beli telur
13
Meminta izin
14
Pura-pura tidur
15
Diizinkan
16
Mencari Keong
17
Gara-gara Keong
18
Membantu
19
Panen
20
Perundungan
21
Cacar air
22
Suara aneh
23
Ujian akhir
24
Dua tahun yang lalu
25
Pasar malam
26
Persiapan
27
Pergi
28
Meninggalkan
29
Sampai di Jakarta
30
Memendam rindu
31
Rumah Mang Lukman
32
Makan bekal
33
Hari pertama
34
OSPEK
35
Kembar?
36
Naik Bis
37
Melamar kerja
38
Bekerja
39
Libur
40
Tertuduh?
41
Nasi Goreng
42
Geng Motor
43
Sosok Pak Umar
44
Menunggu
45
Hujan
46
Baju Ganti
47
Gnati baju
48
Berbeda
49
Bertemu
50
Teman
51
Satu tahun
52
CFD
53
Kabar
54
Pulang
55
Kopi pagi
56
Liontin
57
Tidur
58
Kerja kembali
59
Tukang Gosip
60
Membaik
61
Wisuda
62
Sadar
63
Aku mau nikah
64
Dikroyok
65
Dijenguk
66
Pekerjaan baru
67
Mengajar les
68
Pesta
69
Dia baik-baik saja
70
Orang kaya sombong
71
Main bola
72
Rindu dan rasa bersalah
73
Kedatangan Nenek Esih
74
Rumor
75
Wisuda
76
Saudara tiri?
77
Anak dan Ayah
78
Penyebab masalah
79
Pabrik
80
Adik kakak
81
Bantuan
82
Maaf
83
Jebakan
84
Mengobati Rindu
85
Bukan kejadian biasa
86
Awal dari masalah
87
Interview
88
Membaik
89
Tangis bahagia
90
Satu spesies
91
Berkenalan dengan keluarga bos baru.
92
Mata yang ternoda
93
Habis bensin
94
Berteduh
95
Bertemu
96
Diintrogasi calon mertua
97
Pulang awal
98
Sifat kekanakkan
99
Tamu tak diundang
100
Sudah terlambat
101
Perhatian
102
Diantara dua pilihan
103
Memutuskan
104
Ketahuan
105
Calon pacar
106
Bertemu Eyang Kakung
107
Perdebatan
108
Mengalah
109
Pilih hidup atau mati
110
Luat biasa
111
Dikurung
112
Membawa wanita ke rumah
113
Meminta tolong
114
Mengantar
115
Meminta maaf
116
Menghilang
117
Pesan video
118
Pertaruhan nyawa
119
Pertumpahan darah
120
Perkara Pin ATM
121
Operasi
122
Haruskah memaafkan?
123
Penyesalan
124
Perpisahan yang sesungguhnya
125
Tidak bisa terbiasa
126
Melepas rindu
127
Akrab
128
Melepas untuk bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!