...Happy Reading...
......................
Di perjalanan menuju rumah Bi Inah, tiba-tiba saja Alvin dan Imran bertemu dengan Dandi, Pras, dan teman-temannya. Mereka terlihat menatap remeh Alvin yang sedang membawa kantong plastik besar berisi keong di dalamnya.
"Ketemu orang miskin kita," ujar Pras, dengan tatapan mata mengejek pada Alvin.
Langkah Alvin dan Imran terhenti tepat di depan rombongan Dandi dan teman-temannya, yang kira-kira berjumlah enam orang.
"Bawa apa tuh di dalam plastik? Bikin kotor jalanan saja," ujar Dandi, melihat plastik di tangan Alvin yang airnya menetes pada jalan.
"Uh, bau apa ini?" Pras kembali menimpali sambil menutup hidungnya.
"Coba sini aku lihat, memang orang miskin katak kamu bawa apa sih?" Dandi langsung merebut kantong plastik di tangan Alvin, hingga akhirnya terjatuh, beberapa keong itu bahkan ke luar dan berserakan di jalanan.
"Keong? Oh iya, aku pernah dengar kalau anak miskin ini bekerja memungut keong untuk Bi Inah. Pantas saja dari tadi aku mencium bau amis, ternyata dari sini," ujar Dandi semakin mempermainkan emosi Alvin.
Alvin tidak menggubris perkataan Dandi dan teman-temannya itu, doa malah berjongkok dan mulai memungut keong yang berserakan di jalanan.
Sedangkan Imran yang melihat perlakuan Dandi dan teman-temannya pada Alvin, mengepalkan tangannya, menahan emosi di dalam dada.
"Bilanga apa kalian tadi? Masih sekolah udah bergaya seperti preman. Mentang-mentang kalian dari keluarga berada, jangan asal menghina orang miskin seperti kami!" tunjuk Imran dengan wajah marahnya.
Dia tidak terima dengan penghinaan yang mereka berikan pada Alvin.
"Apa kamu, hah?! Berani ngelawan kita? Mau apa ... pukul? Sini, coba kalau berani!" tantang Dandi, menunjuk pipinya sendiri.
"Dasar miskin! Sampah!" umpat Dandi semakin memancing emosi Imran.
Alvin yang tau kalau Imran sudah mulai terpancing, langsung berdiri dan merangkul teman sekaligus saudaranya itu.
"Sudah, biarkan saja mereka," ujar Alvin melerai emosi Imran, dia yang sudah mengumpulkan semua keong miliknya, lalu menatap Dandi dan semua teman-temannya bergantian.
"Aku memang bukan orang kaya seperti kalian. Tapi, setidaknya aku tidak mengandalkan uang hasil meminta pada orang tua, untuk menindas orang lain," jawab Alvin.
Dia menarik tangan Imran untuk segera menjauh dari Dandi dan teman-temannya, sebelum mereka kembali bersikap buruk pada keduanya.
"Wah, kamu hebat banget, Vin. Itu terlihat cool dan keren ... mereka bisa sampai melongo gitu keren kata-kata kamu," ujar Imran, mengacungkan dua jempol tangannya pada Alvin.
"Sudahlah, ayo cepat jalan sebelum mereka semua sadar," jawab Alvin, berjalan semakin cepat.
Sedangkan Dandi dan teman-temannya, hanya bisa melongo, terkejut dengan kata-kata yang diucapkan oleh Alvin.
Untuk beberapa detik mereka seakan tidak sadar, kalau Alvin dan Imran sudah pergi dari hadapannya.
"Ke mana mereka?" tanya Dandi sambil mengedarkan pandangannya.
"Sialan, berani-beraninya dia berkata seperti itu padaku!" kesal Dandi semakin membenci Alvin.
"Itu dia mereka," ujar Pras, menunjuk Alvin dan Imran yang sudah berjarak cukup jauh dari mereka.
"Ayo, kita buat perhitungan pada anak miskin itu!" imbuh Pras lagi.
Dandi pun mengangguk, mereka semua sudah hampir melangkahkan kaki untuk menyusul Alvin dan Imran. Akan tetapi, terhenti saat Dandi melihat banyak orang di sana.
"Sudahlah, nanti saja lagi. Aku sudah tidak tertarik untuk berurusan dengan dia sekarang," cegah Dandi, sambil mengalihkan tujuannya.
.
.
Beberapa saat kemudian Alvin sudah sampai di rumah Bi Inah, sedangkan Imran sudah memisahkan diri di persimpangan jalan tadi.
"Assalamualaiku, Bi Inah," sapa Alvin, saat batu saja sampai di rumah Bi Inah.
"Wa'alaikumsalam," terdengar sayup suara Bi Inah dari dalam rumah.
"Eh, kebetulan kamu udah datang. Tolong Bibi, kasih makan bebek sekalian ambilin telurnya, ya. Bibi mau ke pesantren dulu, nemuin anak Bibi yang lagi mondok di sana," ujar Bi Inah, dengan dandanan yang berbeda dari biasanya.
"Oh, baik, Bi. Apa ada yang perlu aku bantu lagi?" tanya Alvin sopan.
"Tidak ada. Terima kasih ya, Vin. Maaf Bibi jadi ngerepotin kamu," ujar Bi Inah, merasa tidak enak.
"Gak apa-apa kok, Bi. Kebetulan hari ini aku juga gak ada acara lain." Alvin tersenyum ramah.
"Ya udah, kalau gitu aku ke belakang sekarang ya, Bi. Takut keburu siang," pamit Alvin, yang langsung diangguki oleh Bi Inah.
Semenjak hari jum'at kemarin, Alvin memang sudah terbiasa membantu Bi Inah, mengurus bebek-bebeknya, hingga dia tidak canggung lagi saat dimintai tolong seperti sekarang ini.
Alvin mulai menyiapkan pakan bebek terlebih dahulu, sebelum mengambil telur yang tampak berserakan di dalam kandang.
Dia terlebih dahulu menggiring bebek-bebek itu ke tempat makan mereka, laku mulai memungut satu-per satu telur, dia bahkan harus mencari ke tempat-tenpat tersembunyi, untuk memastikan tidak ada yang terlewat.
Jam sepuluh siang, Alvin sudah menyelesaikan tugasnya di rumah Bi Inah. Dia memilih duduk di teras rumah bagian belakang, sambil melihat bebek-bebek yang berada di kandang.
Sambil menunggu Bi Inah datang, Alvin memilih untuk membersihkan telur yang baru saja dia ambil, agar nanti bisa langsung di jual.
Hingga menjelang adzan zuhur Bi Inah tampak pulang ke rumah, dia melihat Alvin yang sedang membersihkan halaman rumahnya bagian belakang yang terlihat berantakan.
"Vin, kami belum pulang?" tanya Bi Inah, setelah sebelumnya mengucapkan salam.
"Iya, Bi. Aku gak tau di mana harus menaruh telur-telur ini, jadi aku tunggu Bibi pulang dulu," jawab Alvin memperlihatkan telur-telur yang udah bersih di dalam wadah.
"Ya ampun, padahal pintu belakang sengaja Bibi gak kunci, biar kami bisa masuk ke rumah. Ya sudah tunggu dulu, biar Bibi bawa catatan uang kami dulu," ujar Bi inah.
Selama ini Alvin memang tidak pernah mengambil uang hasil keongnya, padahal setiap hari Alvin selalu membawa Keong ke rumah Bi Inah. Dia lebih memilih mengumpulkannya dulu di tangan Bi Inah.
"Gak usah, Bi. Nanti saja kalau seminggu sekali tau sebulan sekali Alvin ambil uangnya, biar dikumpulin dulu," tolak Alvin.
"Oh, begitu? Ya sudah, tunggu sebentar, Bibi ke dalam dulu." Bi Inah tetap keukeuh menahan Alvin terlebih dahulu.
Dia mengambil plastik untuk mengantongi beberapa butir telur bebek, lalu memberikannya pada Alvin.
"Ini, sebagai tanda terimakasih Bibi, karena kamu sudah membantu," ujar Bi Inah, sambil mengulurkan kerusakan berisi telur bebek.
"Gak usah, Bi. Aku ikhlas kok bantu, Bibi," tolak halus Alvin.
"Gak apa-apa, ini juga sudah niat baik Bibi. Jadi jangan ditolak ya, nanti biar Bibi yang bilang sama nenek kamu. Ini Bibi juga tadi beli bakso di pesantren, lumayan buat makan siang." Bi Inah kembali memberikan satu kantong plastik lagi pada Alvin.
"Tapi, Bi. Aku beneran ikhlas bantu, Bibi." Alvin masih merasa ragu.
"Iya, Bibi tau. Bibi juga gak sedang memberi kamu upah, ini hanya niat baik Bibi buat kamu aja," jawab Bi Inah.
Alvin terlihat ragu untuk menerima pemberian dari Bi Inah. Akan tetapi akhirnya dia juga pasrah dan memilih menerimanya, karena takut melukai hati wanita paruh baya itu.
......................
Jangan lupa like dan komennya🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Helen Apriyanti
smngtt smngtt smngtt up thorr
2022-08-01
1
Helen Apriyanti
owh bi inah mmpunyai ank yg mesantren y thorr .. jgn" Akvin brjodoh sm ank ny bi inah nui yh thorr hee
lnjuttt smngtt up thorr
2022-08-01
2