...Happy Reading...
......................
Acara pengajian malam ke tujuh meninggalnya Hardi dan Alin pun akan segera berlangsung.
Alvin ke luar dari kamar dengan wajah yang sudah lebih segar dari sebelumnya.
Ya, walaupun Alvin masih belum dibolehkan untuk mandi karena masih banyaknya luka yang masih tidak boleh terkena air.
Namun, suasana rumah sudah membuatnya lebih segar dibandingkan sebelumnya, dengan begini setidaknya dia bisa dekat dengan ibunya.
Meskipun Ganis tidak mengenalnya, Alvin sudah cukup senang bisa berada di samping sang ibu dan melihatnya secara diam-diam.
Esih yang sedang menyiapkan acara pengajian itu pun, mengalihkan pandangannya pada kedatangan Alvin.
"Alvin, kamu kenapa ke luar? Masuk lagi saja ya." Esih langsung menghampiri cucunya itu.
"Alvin bosan, Nek. Al juga mau bantuin, Kakek dan Nenek, nyiapin pengajian buat bapak dan Alin," jawab Alvin.
Darman yang baru saja datang dari luar dengan beberapa dus makanan di tangannya, langsung menghampiri cucu dan istrinya.
"Kamu kenapa ke luar? Bukannya istirahat saja," tanya Darman pada Alvin.
"Alvin mau bantu menyiapkan pengajian, Kek," jawab Alvin.
Sedangkan Esih langsung mengambil box ketering yang dibawa oleh Darman ke belakang.
"Ya, sudah. Kamu boleh bantuin, tapi, jangan terlalu capek ya," pesan Darman.
Alvin langsung mengangguk menyetujui permintaan kakeknya.
Waktu berjalan begitu cepat, hingga tanpa terasa acara pengajian pun sudah selesai digelar. Ternyata para teman-temannya pun datang, untuk membantu Alvin dan kedua kakek dan neneknya mengurus acara.
Mereka pun membantu Alvin untuk membereskan rumah hingga semuanya bersih kembali.
"Terima kasih, sudah mau membantu aku di sini," ujar Alvin, saat mereka semua sedang beristirahat di teras rumah.
"Gak usah gak enak gitu, Vin. Kita semua kan teman," ujar salah satu teman Alvin yang langsung diangguki oleh dua orang lainnya.
Alvin tersenyum senang, dia bersyukur bisa mendapatkan teman seperti mereka.
"Ngomong-ngomong, kamu mau lanjutin sekolah di mana?" tanya salah satu teman Alvin.
Remaja yang baru saja ke luar dari rumah sakit itu, tampak termenung. Dia bahkan belum memikirkan hal itu, setelah kejadian beberapa hari yang lalu.
Sekolah menengah atas yang menjadi tujuannya kini terasa semakin jauh untuk digapai. Kondisi keluarga yang tidak seperti sebelumnya, membuatnya pesimis untuk dapat meneruskan sekolah.
"Gak tau, aku belum memikirkannya," jawab Alvin, dengan senyum tipisnya.
"Kalian mau lanjutin ke mana?" tanya Alvin, menatap semua temannya bergantian.
Mereka pun saling pandang, merasa tidak enak, karena sudah salah bertanya pada Alvin.
"Kami juga belum ada rencana sih, makanya nanya sama kamu. Siapa tau kita bisa bareng lagi kan?" ujar teman Alvin yang lainnya.
Alvin tersenyum, dia tahu kalau semua itu hanya untuk menghiburnya. Dia tentu sudah tau kalau ketiga temannya itu, pasti sudah mendapatkan sekolah menengah atas untuk melanjutkan pendidikan.
.
.
Pagi harinya, Alvin terbangun saat suara adzan di mushola dekat rumahnya berkumandang. Dia perlahan berjalan ke arah kamar mandi untuk menggosok gigi.
Setelah melakukan shalat subuh dia pun berjalan menuju ke luar untuk menemui kakek dan juga neneknya.
Dirinya mempunyai beberapa rencana untuk hari ini. Walaupun kondisinya belum sembuh sepenuhnya, Alvin tidak mau hanya duduk diam di dalam rumah.
"Kamu sudah bangun?" tanya Darman yang baru saja pulang dari mushola. mereka berpapasan di dalam ruang tengah.
Avin pun mengalihkan pandangannya pada sang kakek. "Iya, Kek. Kakek, baru pulang?"
"Iya." jawab Darman, sambil melanjutkan langkahnya menuju ke ruang makan.
Alvin pun mengikuti langkah laki-laki tua di hadapannya, mereka berdua masuk ke dalam ruang makan bersamaan.
Esih yang sedang menyiapkan sarapan untuk semua orang, tampak tersenyum senang melihat suami dan cucunya datang.
"Ayo, sini duduk. Nenek, sudah siapkan sarapan untuk kalian," ujar Esih.
"Selamat pagi, Nek," ujar Alvin sambil duduk di atas kursi.
Tidak ada makanan khusus, hanya ada nasi goreng dan telur dadar yang sengaja dipotong-potong, agar terlihat lebih banyak.
"Apa, mamah udah bangun, Nek?" tanya Alvin, melirik pintu kamar kedua orang tuanya yang terlihat dari sana.
"Sepertinya sudah, kalian sarapan saja dulu. Nenek mau siapin sarapan untuk mama kamu dulu," ujar Esih, sambil mulai menuangkan nasi goreng ke dalam piring.
Alvin yang hendak memulai sarapannya kembali menghentikan gerakan tangannya.
"Biar aku saja yang antarkan, Nek," ujarnya sambil hendak beranjak berdiri.
"Lebih baik kamu sarapan saja dulu, biarkan nenekmu yang mengantarkan sarapan untuk Ganis," ujar Darman sambil terus menyuapkan sarapannya.
Alvin pun kembali duduk, walau di dalam hati dia merasa kecewa dengan keputusan sang kakek.
Esih, hanya menundukkan kepala sambil terus menyiapkan sarapan untuk menantunya.
"Kek, aku boleh berziarah ke makam bapak dan Alin?" tanya Alvin, setelah mereka berdua menyelesaikan sarapannya.
Darman menatap wajah Alvin dengan tatapan yang susah untuk dijelaskan. "Boleh. Nanti kakek temani kamu."
Alvin tersenyum senang, mendengar perkataan kakeknya. Dirinya memang sudah memutuskan untuk belajar lebih ikhlas lagi, walau begitu terasa menyakitkan di dalam hati.
"Terima kasih, Kek," ujar Alvin dengan senyum senangnya.
Setelah hari sudah beranjak siang, Darman pun mengajak Alvin untuk pergi ke makam anak dan cucu perempuannya, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah.
Ya, jarak dari rumah ke makam, hanya beberapa menit dengan menggunakan sepeda motor milik Ganis, yang biasa digunakan untuk mengantar Alin ke sekolah.
Alvin terdiam begitu dia melihat motor bebek berwarna merah dengan banyak tertempel setiker kartun.
Tentu saja itu semua adalah ulah Alin yang sangat senang membeli stiker untuk di tempel di motor milik ibunya itu.
Masa-masa kebersama dengan motor itu pun langsung berputar di ingatan.
Kilas Balik
"Daah, Kak Al!" teriak Alin sambil melambaikan tangannya.
Alvin yang sedang berdiri di depan teras hanya tersenyum sambil ikut melambaikan tangan, membalas Alin.
Saat itu, Ganis ingin membawa Alin menuju ke toko buku, untuk mencari bahan kerajinan tangan.
Sedangkan Alvin yang baru saja datang dari sekolah, meminta untuk tidak ikut ke toko buku, dan berdiam diri di rumah sendiri.
Dia hanya melihat motor yang ditumpangi oleh Ganis dan Alin semakin menjauh dari pandangannya, hingga perlahan mereka pun menghilang, menyatu dengan banyaknya kendaraan di jalan.
......................
"Ayo, Vin." Darman memanggil Alvin setelah sudah bersiap di atas motor milik menantunya itu.
Alvin terperanjat saat mendengar suara sang kakek. Dia langsung tersadar dari lamunannya dan menghampiri Darman.
"Iya, Kek," jawab Alvin, sambil mulai menaiki motor tersebut.
Mereka pun akhirnya berangkat menuju tempat pemakaman umum, di mana di sana berada makam Hardi dan Alin.
Beberapa saat kemudian Darman sudah menghentikan motor itu di depan pintu masuk pemakaman.
Alvin mengedarkan pandangannya, melihat suasana tempat yang baru pertama kali ini dia kunjungi.
Darman lebih dulu membeli bunga dan juga air mawar di penjual yang berjualan di sekitar pemakaman.
......................
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Hany
semangat thoor 💪😘
2022-08-24
2
Anita Giu
next Kka ❤
2022-07-15
2