...Happy Reading...
......................
Alvin termenung di depan jendela yang sengaja da buka, agar ada angin yang masuk, membawa rasa dingin menyejukkan kulit.
Remaja itu baru saja kembali dari masjid, setelah melakukan salat isya bersama. Di rumah yang terasa sepi itu, Alvin hanya duduk sendiri, dengan pikiran yang perlahan melayang.
Flashback.
"Kek, Alvin pulang duluan," izin Alvin kepada Darman yang sedang berbincang dengan para tetua kampung lainnya.
"Hem." Darman hanya bergumam sambil mengangguk sambil bergumam sebagai jawaban.
Tentu saja itu semua membuat hati Alvin terasa berdenyut, saat menyadari kalau kakeknya itu masih marah kepadanya.
"Gak ngobrol bareng dulu, Vin?" tanya salah satu teman kakeknya.
Alvin tersenyum, dia menatap laki-laki yang mungkin lebih muda beberapa tahun dari kakeknya.
"Enggak, Kek. Alvin, ada tugas rumah yang belum dikerjakan," jawab Alvin memberikan alasan.
Alvin pun mencium tangan para tetua yang ada di sana sebagai tanda kesopanan dan juga berpamitan.
"Assalamualikum," ujar Alvin, sebelum meninggalkan selasar masjid itu.
Flashback off
Alvin menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan.
Semoga saja, Nenek, bisa menjelaskan kesalahpahaman kakek kepadaku, dan membantu aku mendapatkan izin untuk bekerja, batin Alvin penuh harap.
"Baru saja aku menemukan cara untuk lebih menghemat uang. Tapi, malah jadi masalah begini," keluh Alvin.
Awalnya Alvin berencana besok pagi akan membuat bekal untuk makan siang di sekolah, dan telur-telur itu akan dia jadikan lauk, untuk beberpa, sekaligus untuk kakek dan neneknya.
Ya, remaja itu tau, kalau neneknya itu cukup baik dalam mengolah makanan sederhana yang bisa membuat makanan itu bertambah banyak.
Namun, sepertinya keinginannya harus sedikit tertunda, mengingat kesalahpahaman antar dirinya dan sang kakek belum juga berakhir.
Cukup lama dia berada di sana sendiri, hingga ucapan salam dari nenek yang disusul suara kakeknya membuat Alvin terperanjat.
Pandangannya teralih pada jam yang tergantung di dinding kamarnya, dia cukup terkejut melihat kalau waktu sudah cukup malam.
"Pak, mau ke mana?" terdengar suara neneknya.
"Aku mau bicara pada anak itu," jawab Darman.
Alvin yang mendengar perkataan Darman, langsung melompat ke atas ranjang dan berbaring dengan kain sarung sebagai pengganti selimut untuknya.
Dia pun memejamkan mata, berpura-pura untuk teridur. Jantungnya berdebar kencang, saat mendengar langkah kaki kakeknya semakin mendekat.
"Jangan sekarang, Pak. Kasihan, Alvin pasti sudah tidur," cegah Esih.
Alvin yang berpura-pura tertidur langsung menghembuskan napas lega, mendengar suara sang neneknya yang mencegah kakeknya.
Darman yang hampir saja membuka pintu, kini menghentikan gerakannya dan kembali, dia pun beralih pada sang istri yang berdiri di belakangnya.
Mata keduanya sempat bertaut sekilas. Esih berusaha meyakinkan suaminya, agar tidak menemui cucu laki-lakinya itu dahulu.
"Baiklah, biar aku bicara dengannya besok saja," putus Darman.
Esih tersenyum, pasangan yang sudah berumur itu pun akhirnya memilih untuk beristirahat, mengingat malam yang semakin larut.
.
.
"Vin, kemarin malam kakek ke rumah, dia bertanya padaku tentang kamu selama sekolah. Memang ada apa?" tanya Imran sewaktu mereka di dalam perjalanan menuju ke sekolah.
"Jadi, kemarin malam kakek ke rumah kamu?" bukannya menjawab, Alvin malah berbalik bertanya pada yang temannya itu.
"Iya," jawab Imran santai.
"Memangnya kakek tanya apa, Ran?"
"Dia hanya bertanya tentang bagaimana kamu kalau sedang di sekolah."
"Terus kamu jawab apa?" Alvin menatap Imran penuh tanya, dia yakin jawaban Imran berpengaruh banyak untuk keputusan kakek dan neneknya.
"Ya, aku jawab sejujurnya."
Alvin mengangguk-anggukkan kepalanya, tanpa berniat menimpali perkataan dari saudaranya lagi. Bersamaan dengan itu, angkutan umum yang biasa mereka tumpangi sudah datang.
Kedua remaja itu pun naik ke dalam angkutan umum itu, bersama dengan anak sekolah lainnya yang sedang menunggu juga.
"Kamu lagi ada masalah sama kakek dan nenek, Vin?" tanya Imran, setelah mereka duduk di dalam angkutan umum.
Alvin melihat sekitarnya, dia tidak suka berbicara masalah pribadi di depan banyak orang seperti itu.
"Nanti saja kita bahas lagi," jawab Alvin.
Imran pun hanya mengangguk lalu, menutup mulutnya. Hampir sebulan bersama dengan Alvin, dia sudah cukup tau kalau kali ini teman sekaligus saudaranya itu sedang merasa tidak nyaman.
Beberapa saat kemudian mereka berdua sudah sampai di sekolah.
"Hai, Alvin." Dua orang gadis tampak menghampiri Alvin dan imran.
Alvin pun mengalihkan perhatiannya, begitu juga dengan Imran yang langsung melebarkan mata, sambil menyenggol lengan Alvin.
"Siapa itu, Vin?" bisik Imran.
"Kamu baru sampai juga, ya?" ujar gadis itu lagi, yang tidak lain adalah Milka.
Alvin tersenyum canggung, dia merasa tidak nyaman dengan keberadaan dua orang gadis itu.
"Iya," jawab Alvin singkat.
"Vin, kenalin aku dong," bisik Imran lagi.
Alvin masih tidak menggubris keinginan temannya itu.
"Kalau gitu, kita masuk bareng aja, yuk," ajak Milka dengan senyum senangnya.
"Ayok, tentu saja dengan senang hati."
Ya, tentu saja itu bukan Alvin yang menjawab, melainkan Imran. Dia yang sudah kesal karena permintaannya tidak digubris oleh Alvin, terpaksa harus masuk sendiri, ke dalam obrolan mereka.
Alvin terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Imran, dia menatap temannya itu tajam. Sedangkan Imran hanya tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Kenalkan, ini Imran, temanku," ujar Alvin, akhirnya mengalah juga.
"Oh, hai. Aku Milka, teman satu kelasnya Alvin," jawab ramah gadis itu, sambil mengulurkan tangannya.
Imran pun dengan senang hati, langsung menerima uluran tangan dari Milka.
"Oh, iya. Perkenalkan juga temanku, Adis." Milka memperkenalkan gadis lain yang datang bersamanya.
Alvin mengangguk, dia sudah sering melihat Adis di kelas, walaupun belum pernah berinteraksi bersama.
"Eh, sebentar lagi bel. Yuk masuk," ujar Milka lagi, setelah mereka berkenalan di dekat gerbang sekolahnya.
Akhirnya keempat remaja yang itu, berjalan masuk ke kelas, bersama-sama. Hingga saat sampai di persimpangan, Imran harus memisahkan diri, karena kelas dia berebeda.
Kini tinggal Alvin, Milka, dan Adis yang berjalan bersama-sama menuju kelas mereka.
Namun, semua itu harus terhenti saat beberapa orang remaja menghadang perjalanan mereka.
"Hai, Milka. Tumben kamu datang lebih siang dari biasanya?" tanya salah satu remaja, yang terasa asing di mata Alvin.
"Heh, kamu gak usah dekat-dekat dengan Milka, dia itu udah punya pacar." Di sisi lain, teman satu kelas Alvin yang bernama Pras berbicara, sambil sedikit mendorong tubuh Alvin.
Alvin sedikit terhuyung ke belakang, dia menatap penuh waspada siswa yang berprilaku layaknya seorang preman itu.
"Kamu lihat dia?" tunjuk Pras pada laki-laki yang kini sedang bicara dengan milka.
Alvin pun mengikuti arah telunjuk pras.
"Dia adalah kakaku, Dandi. Pacarnya Milka," jelas Pras penuh penekanan.
Alvin hanya diam, dia tidak mau ada masalah saat dirinya baru saja masuk sekolah.
"Masuk, sana!" sentak Pras.
Alvin melihat pada Milka, dia kemudian mengangguk setelah melihat Milka juga menyuruhnya pergi.
Alvin pun meninggalkan Milka dan masuk bersama dengan Adis. Dia langsung duduk di mejanya yang berada di samping jendela, dari sana Alvin bisa melihat apa yang sedang dilakukan oleh Pras dan Dandi pada Milka.
Dalam diam, dia terus memperhatikan interaksi mereka, hingga akhirnya bel berbunyi dan mereka pun masuk ke kelas masing-masing.
......................
Jangan lupa komen👍😊 **Terima kasih🙏**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Helen Apriyanti
smngtt smngtt smngtt up thorr
2022-07-29
2
Mesra Jenahara
si kakek bakal nyesel ntar klo tw yg sebenarnya Alvin membeli telur bebek itu..
Milka nya suka SM Alvin bukan SM Dandi
2022-07-27
2
Dimas Sam
oalahhh tenyata Milka dh Pny pcr ..tpi kok glagat mika Kya ny suka SM Alvin y thorr.. lnjuttt smngttt up thorr
2022-07-27
3