...Happy Reading...
......................
"Alvin," panggil Esih, sambil menggoyangkan pelan tubuh cucunya.
Alvin terperanjat dari lamunannya, dia mengalihkan pandangannya pada wanita tua di sampingnya.
"Iya, Nek," jawabnya kemudian.
"Kamu kenapa? Melamun ya?" tanya Esih.
Avin tersenyum, dia mengalihkan pandangannya ke jendela di samping kirinya, menatap jauh langit yang terlihat berwarna kelabu, tertutup awan yang siap mencurahkan air di dalamnya.
"Alvin cuman lagi inget sama Alin, hari ini dia ulang tahun kan, Nek. Nenek, pasti datang ke sini, karena mau ngerayain ulang tahun Alin," ujar Alvin, dengan senyum miris di wajahnya.
Mata Esih tampak berkaca-kaca, saat melihat Alvin bercerita tentang adiknya, ada rasa sesak di dalam dada, walau berusaha terus dia tahan sekuat tenaga.
Alvin mengalihkan pandangannya pada sang nenek, dengan senyum tipisnya.
"Nek, aku mau ketemu sama Alin. Aku udah siapin kado buat dia, di kamar. Pasti dia seneng banget kalau tau!" ujar Alvin, dengan tatapan berharap pada neneknya.
Esih berusaha tersenyum, di depan Alvin, bibirnya terasa sulit untuk digerakkan, saat hatinya seakan tidak mengizinkan.
Bagaimana ini, Ya Allah? Apa aku harus memberitahu yang sebenarnya pada cucuku? batin Esih, menjerit perih.
"Iya, nanti kamu kakek sama nenek bawa kamu ketemu sama Alin, kalau kamu sudah sembuh ya. Sekarang kamu istirahat dulu, biar lukanya cepat sembuh dan kesehatan kamu pulih lagi."
Suara seorang laki-laki terdengar dari arah pintu, hingga membuat Esih dan Alvin mengalihkan pandangannya.
"Kakek? Kakek juga ada di sini?" tanya Alvin, menatap bingung kehadiran kakeknya.
Selama ini kakeknya itu paling sulit untuk diajak berkunjung ke rumah anaknya, dengan alasan pekerjaannya sebagai petani tidak bisa ditinggalkan.
Kakeknya hanya mau datang di saat-saat tertentu saja, biasanya kalau sedang mau bersantai atau ada acara penting.
"Iya. Bagaimana kakek bisa diam saja di kampung, kalau cucunya seperti ini?" gurau Darman – kakeknya Alvin.
Alvin tersenyum mendengar canda dari sang kakek. Dia cukup senang dengan kehadiran kedua orang tua ayahnya itu. Walaupun di dalam hati, masih ada sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.
.
.
"Sus, bisa tolong antar aku ke ruangan adik dan ayahku? Aku mau melihat mereka," ujar Alvin, menatap penuh harap seorang perempuan yang sedang memeriksa dirinya.
Suster itu tampak terdiam, dia terlihat canggung seakan bingung mau menjawab apa.
"Adek, belum boleh banyak bergerak. Jadi, lebih baik, Adek, istirahat saja ya," jawab perawat tersebut.
Alvin menghembuskan napas kasar, mendengar jawaban dari perawat itu. Lagi-lagi, dia mendapatkan penolakan halus dari orang yang dia mintai tolong.
"Sus, boleh tanya gak, sudah berapa hari aku ada di sini?" tanya Alvin lagi.
Dia sudah dua hari sadar, akan tetapi, sampai saat ini tidak ada keluarga yang menjenguknya, selain dari kakek dan neneknya.
Alvin hanya ingin tau, ke mana perginya ayah, ibu, dan, saudara perempuannya, kenapa hingga sampai saat ini tidak ada yang datang.
"Adek, belum tau ya? Adek, sudah tiga hari terbaring tidak sadarkan diri, dan sekarang ke dua harinya adek sadar. Jadi kalau dijumlahkan, Adek, sudah lima hari berada di rumah sakit," jawab perawat tadi, menjelaskan.
"Lima hari?" Alvin seakan tidak percaya dengan apa yang didengar olehnya.
Perawat itu mengangguk, tanpa curiga sedikit pun.
Tidak mungkin, bagaimana bisa aku sudah di sini selama lima hari? Kenapa kakek dan nenek juga gak kasih tau aku?' batin Alvin.
Mata Alvin berkaca-kaca, mengingat kejadian itu, berbagai hal yang mungkin saja terjadi, kini memenuhi setiap celah pikirannya.
Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa mereka seakan menyembunyikan sesuatu? Alvin terus bertanya di dalam hati.
Beranjak bangun dan duduk di tepi brankar, dia bertekad untuk mencari tau semuanya sekarang juga, berdiri dengan memegang tiang infus, Alvin mulai melangkah ke luar dari kamar rawat inapnya.
Dia sedikit menunduk untuk menutupi wajahnya, agar tidak terlihat oleh petugas kesehatan yang lainnya.
Sampai di luar, dia mendengar perawat yang baru saja selesai memeriksanya sedang berbincang dengan temannya.
"Kamu tau pasien remaja, korban kecelakaan lima hari lalu?" tanya perawat itu.
"Iya. Bukannya kamu baru saja memeriksanya?" ujar salah satu temannya.
Alvin terdiam di balik tembok, mendengarkan percakapan para perawat itu.
"Dia bertanya padaku kabar kedua orang tuanya dan adiknya. Ya Tuhan, aku merasa sangat kasihan padanya, sepertinya dia sangat merindukan mereka," ujar perawat tadi mulai bercerita.
"Iya, aku juga merasa kasihan kepadanya. Dia masih sangat kecil untuk menerima musibah ini. Aku takut dia tidak bisa menerima kalau sampai tau, ayah dan adiknya tidak selamat dalam kecelakaan itu."
Alvin melebarkan matanya, mendengar perkataan salah satu perawat itu, dia mengepalkan tangannya, menahan gejolak rasa di dalam dirinya.
"Gak, itu gak mungkin. Bapak dan Alin gak mungkin ninggalin aku sama mama," lirih Alvin, menggeleng lemah.
Dia benar-benar terkejut dengan apa yang didengarnya, itu memang terlalu mengejutkan. Dia bahkan masih dalam masa pemulihan setelah cedera yang lumayan parah.
Dengan seklera mata yang memerah, dia berjalan menghampiri kerumunan para perawat itu.
"Apa benar apa yang tadi kalian katakan?" tanya Alvin, menatap para perawat itu bergantian.
Para wanita berusia muda itu terkejut melihat kedatangan Avin, mereka refleks menutup mulut masing-masing dengan mata yang terlihat melebar.
"Tolong katakan yang sebenarnya, aku mau tau apa bapak dan adikku masih hidup?" tanya Alvin, dengan pandangan memohon dan menuntut sebuah jawaban.
Para perawat itu, saling pandang satu sama lain, mereka bingung hendak menjawab apa, pada seorang anak remaja yang baru saja kehilangan dua orang keluarganya sekaligus.
"M–mereka ... mereka sudah meninggal, saat di dalam perjalanan menuju rumah sakit," jawab salah satu perawat dengan kepala menunduk.
Pertahanan anak remaja itu akhirnya runtuh, dia tidak bisa lagi menahan rasa sakit di dalam hatinya.
Tetes air mata yang sebelumnya dia tahan, kini sudah tidak bisa lagi dia bendung, dia tidak bisa lagi berpura-pura terlihat kuat.
"Gak, kalian bercanda kan?! Bapak dan adikku adalah orang yang kuat, mereka tidak mungkin meninggalkan aku begitu aja!" teriak Alvin, melihat para perawat itu bergantian.
"Gak mungkin, Bapak! Alin!" teriak Alvin, dengan tubuh bersimpuh di lantai.
Kakinya terasa lemas tak bertenaga, walaupun hanya untuk menahan bobot tubuhnya yang tidak seberapa.
Dia menangis meraung dengan tubuh lemahnya, melampiaskan rasa sakit dan sesak yang selama ini dia tahan dengan harapan akan ada kabar baik.
Namun, kini semua harapan itu telah sirna, oleh kabar yang baru saja dia dengar. Harapan untuk bertemu kembali dengan ayah dan juga adiknya kini sudah tenggelam, dia bahkan masih belum percaya, walaupun begitu hatinya tetap terasa sangat menyakitkan.
......................
...Berambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
nyesek 🥺🥺
2022-08-27
2
Hany
sabar Alvin, ikhlaskan ayah dan adikmu,semoga mereka tenang di sana
2022-08-22
2
Helen Apriyanti
kasian Alvin ...yg kuat yg sabar yg tabah y vin d tinggal sm org" yg d cintai ..
kbar duka psti mmbuat Alvin kget dn syok ..krn mo ultah adekny Alin ..
smngtt up kk
2022-07-20
2