...Happy Reading...
......................
Alvin berjalan mengikuti langkah Darman, pandangannya terus mengedar mencari letak makan ayah dan juga adiknya.
Hingga beberapa saat kemudian Alvin bisa melihat dua gundukkan tanah yang terlihat masih basah, dia belum bisa memastikan kalau itu adalah makan Hardi dan Alin.
Namun, pandangannya tidak pernah lepas dari makam itu. Hatinya terasa sakit saat melihat bukti dari kenyataan yang menimpanya kini.
Kenyataan bahwa sekarang dirinya telah ditinggalkan oleh adik dan ayahnya. Kenyataan bahwa kini dirinyalah yang bertanggung jawab atas ibunya.
"Ini makan bapak dan adik kamu, Alvin," ujar Darman setelah mereka sampai di depan dua makam yang sejak tadi Alvin perhatikan.
Alvin tersenyum miris, dia menatap kedua makam adik dan juga ayahnya itu, dadanya semakin sesak saat kenyataan itu kini telah berada di depan mata.
"Assalamualaikum, Bapak, Alin," ujar Alvin, sambil berjongkok di samping makam ayahnya.
Mata remaja laki-laki itu tampak berkaca-kaca, saat Darman mulai memimpin doa. Pandangannya tidak pernah lepas dari nisan bertuliskan nama ayah dan adiknya.
Setelah beberapa saat selesai membaca doa dan melantunkan ayat suci Al Quran, Alvin kini beralih ke tengah-tengah makam antara Ayah dan adiknya.
Bapak, maafin Alvin, selama ini Alvin belum bisa menjadi kebanggaan, Bapak. Alvin juga belum bisa membahagiakan Bapak. batin Alvin.
Remaja itu tampak mengusap batu nisan bertuliskan Hardi Bramantya, wajahnya tertunduk menyembunyikan air mata yang sudah tidak bisa lagi dia tahan.
In Sya Allah, Alvin ikhlas, Pak. Bapak yang tenang ya di sana. Alvin akan berusaha menjaga mamah di sini.
Perlahan pundak itu tampak bergetar, menahan isakkan yang mendesak ingin keluar, saat ucapan itu terus bergumam di dalam hati.
Alvin kini beralih melihat makam sang adik, dengan tangan bergetar Alvin mengusap batu nisan bertuliskan Alina Bramantya.
Gandis kecil kakak.
Alvin bahkan sudah tidak sanggup melanjutkan gumaman di dalam hatinya, saat kilasan wajah ceria adiknya melintas di ujung mata.
Darman yang melihat cucunya semakin terpuruk, berjalan menghampirinya. Laki-laki tua itu memegang pundak Alvin, berusaha menguatkan.
Dek, apa kabar? Maaf, kakak baru bisa jenguk, Adek. Bahagia di sana ya, Dek. Kakak juga akan berusaha bahagia di sini.
Alvin meremas tanah makam yang masih penuh dengan bunga itu. Dia seakan sedang menumpahkan kesedihan yang selama ini berusaha dia tahan.
Cukup lama Alvin bersimpuh di sana, menumpahkan tangis hingga akhirnya perlahan mereda.
Awan kelabu yang sudah bergelayut di langit, membuat Darman terpaksa mengajak Alvin untuk pulang.
"Sudah mau hujan, kita pulang sekarang, Vin," ajak Darman.
Alvin mendongakkan kepala, dia baru sadar kalau cuaca kini sudah berubah mendung. Remaja itu pun mengangguk, lalu beranjak bangun dengan batuan sang kakek.
Dalam setiap langkah Alvin bertekad untuk bangkit kembali, dia harus keluar dari rasa sedihnya. Berjuang untuk kesembuhan ibunya dan hidup bahagia bersama-sama adalah tujuan hidupnya kini.
Bapak, Alin, sekarang kalian sudah tenang di sana, jadi izinkan aku untuk berusaha dan berjuang demi kebahagiaan mama. Kuatkan aku untuk menghadapi segala rintangan hidup di depan sana.
Tangan yang masih menggenggam tanah itu perlahan meremasnya hingga kini tidak bersisa lagi. Tekadnya untuk berjuang kembali kini sudah bulat.
.
.
Alvin termenung di dalam kamar, dia mengingat kembali saat-saat dirinya masih bahagia bersama dengan keluarganya.
Dulu keluarga mereka adalah keluarga yang terpandang. Hardi memiliki sebuah perusahaan makanan siap saji yang cukup besar.
Kehidupan Alvin dan Alin pun terjamin, mereka bahkan bisa bersekolah di tempat yang bagus.
Namun, satu tahun yang lalu perusahaan milik Hardi tiba-tiba saja mengalami gulung tikar, karena adanya penghianat di dalam perusahaan.
Produk makanan milik prusahaan Hardi dituduh menggunakan bahan-bahan terlarang, hingga akhirnya mereka tidak bisa lagi berproduksi.
Hardi pun jatuh bangkrut, dia akhirnya mencari kerja pada beberapa kolega bisnisnya, hingga akhirnya diterima di perusahaan yang cukup besar, sebagai seorang asisten pribadi.
Namun, naas kembali terjadi, saat dirinya mengendarai mobil majikannya untuk menjemput Alvin, kecelakaan yang merenggut nyawanya dan anak perempuannya itu, sekaligus menghancurkan seluruh keluarganya.
"Baru saja kita mulai bangkit kembali, Pak. Tapi, sekarang, Bapak, malah pergi meniggalkan aku dan mamah," lirih Alvin.
Hatinya ingin sekali mengetahui siapa sebenarnya penghianat itu. Akan tetapi, setiap kali dia bertanya pada Hardi, ayahnya itu tidak pernah memberitahunya.
"Biarkan saja dia bahagia dengan caranya, dan kita juga akan bahagia dengan cara kita sendiri. Balas dendam dengan prestasi akan lebih menyakitkan dari pada kita terus memendam kebencian."
"Cukup buktikan dan terus berusaha yang terbaik, hingga tanpa terasa kesuksesan itu bukan lagi menjadi impian. Maka dengan sendirinya orang-orang yang menyakiti dan meremehkan kamu akan merasakan penyesalan, tanpa kita melakukan apa pun kepadanya."
Itulah, jawab Hardi setiap dia mengungkapkan kemarahannya pada sang ayah. Kata-kata itu pun selalu terngiang di dalam ingatan Alvin, seakan terus mengingatkannya setiap kali dia sedang menahan emosi, saat menerima berbagai hinaan dari orang-orang sekitar.
Ya, cukup lama Alvin dan Alin bisa beradaptasi dengan lingkungan dan sekolah yang baru. Mereka bahkan harus menerima berbagai caci maki dari orang-orang yang terhasut oleh berita kebangkrutan perusahaan Hardi.
"Baiklah, Pak. Mulai sekarang aku hanya kan meraih kesuksesan itu, agar mereka yang sudah menghina aku dan keluarga kita, akan malu dan menyesal karena sudah meremehkan kita."
Alvin berucap dengan tatapan mata berubah tajam, tangannya pun mengepal kuat, saat mengingat kondisi Ganis saat ini.
Alvin pun beranjak menuju lemari bajunya, dia mengeluarkan beberapa buah celengan dengan warna yang berbeda.
Ya, itu adalah uang tabungan dirinya dan Alin, semenjak beberapa tahun yang lalu. Mereka berdua diam-diam menyisihkan uang jajan dan menabungnya di tempat itu.
"Alin, maafin kakak. Kakak terpaksa menggunakan uang ini, agar mama bisa mendapatkan perawatan yang lebih layak," ujar Alvin, seakan sedang meminta maaf pada adiknya.
Dia pun akhirnya memecahkan celengan itu satu per satu, dan mengumpulkan uangnya.
"Alhamdullah, cukup banyak ternyata hasilnya. Semoga saja ini cukup untuk memeriksakan mamah," ujar Alvin memegang uang dari pecahan lima puluh ribu sampai hanya pecahan seribu rupiah pun ada.
Setelah memebereskannya, Alvin langsung ke luar dari kamar, untuk mencarii keberadaan kakek dan neneknya.
Namun langkahnya terhenti saat matanya tidak sengaja melihat pintu kamar Ganis yang terus saja tertutup sepanjang waktu.
Remaja itu pun perlahan mulai melangkah mendekati kamar ibunya itu, dia menempelkan telinganya mencoba mendengarkan suara di dalam sana.
Setelah yakin kalau tidak ada suara di dalam, Avin mulai membuka pintu itu secara perlahan, dia mengintip dari celah pintu untuk memastikan kalau ibunya sedang tertidur.
Walau tampak ragu Alvin mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.
......................
Apa yang kan terjadi di dalam kamar ya?🤔 yuk komen👍
...Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Hany
semoga mama Alvin bisa sembuh
2022-08-27
2
💜그의 아내 정국💜
hadir siap siap direvisi ya
tp selama baca ga ada revisi 😭😭😭
2022-08-06
2
Helen Apriyanti
sedih sekali khidupan Alvin yah thorr kasian Alvin ..
apa kah yg tejdi dg ganis ibu Alvin .. jgn" mau bnuh diri lg y thorr.. smngtt up y thorr
2022-07-23
2