Setelah mendapatkan panggilan dari asisten itu, Zanna pun langsung tidur, dan tidak ingin memikirkan asisten yang menyebalkan itu.
Pagi hari, Zanna bangun lebih dulu ketimbang adiknya. Beberapa hari Zanna tinggal di kediaman Mirdad, Zanna sedikit berubah. Dia sudah mulai pandai memasak dan bersih bersih. Walaupun sebelum nya saat dia menjadi ketua mafia dia tidak bisa apa-apa, hanya bisa berkelahi dan menembak. Tapi sejak bertemu dengan Dena, ia mulai belajar apa pun yang di bisa sang pemilik tubuh, terutama menjadi layaknya seorang wanita. Tapi tidak dalam artian lemah dan penakut.
Pagi ini, dia ada di dapur, sebelum semua penghuni rumah bangun dari mimpi indahnya. Dia mulai membuat masakan yang ia bisa dari ajaran adiknya.
"Hari ini aku memasak untuk mu adik ku, agar kamu tidak repot-repot membuat makanan untuk mereka," batin Zanna sambil memasak sayur.
Entah kenapa hidup dengan Dena membuat dirinya senang menjalani hari-harinya tanpa perkelahian. Tapi dia tetap tidak bisa mengabaikan misinya, membalaskan dendam tentang penghianatan Mega dan musuh mafia nya, Rubben.
Cukup lama berada di dapur membuat masakan, Zanna pun akhirnya selesai membuat sarapan pagi untuk semua nya.
"Selesai!" Bangganya pada diri sendiri saat melihat dia berhasil membuat makanan itu.
Setelah selesai meletakkan semua makanan di atas meja, Zanna pun pergi kembali ke kamar untuk membersihkan diri dan siap untuk dijemput oleh orang nya Tuan Mattew.
Beberapa menit kemudian, Zanna sudah selesai dengan semua nya. Pagi ini ia tampak begitu cantik layak nya seorang wanita. Dena yang baru bangun dan melihat kakak nya sudah rapi dengan penampilan tidak biasanya, menatap kagum.
"Kakak mau kemana, kok rapi sekali?" Tanya Dena yang baru bangun, duduk menopang dagunya sambil melihat kakak nya yang menurutnya sangat cantik.
"Kakak mau pergi ke rumah calon suami kakak."
"Oh pantas, berpenampilan rapi," Zanna hanya menoleh, menatap sebentar dengan senyuman. Tidak menjawab ucapan adiknya.
"Pergilah mandi dan sarapan, setelah itu berangkat sekolah. Kakak sudah memasak untuk kalian."
Dena yang mendengar kakak nya memasak tanpa ada yang meminta, terbengong, seolah tidak percaya. "Kakak masak?" Zanna hanya diam, tidak menjawab. Diam nya Zanna membuat Dena benar-benar tidak percaya bahwa kakaknya melakukan itu. Padahal setiap harinya, Zanna hanya diam, tidak mau memasak walaupun Sonia selalu berteriak keras menyuruh Zanna untuk ikut membuatkan masakan. Zanna hanya duduk di kursi sambil memperhatikan Dena yang sibuk dengan berbagai olahan. Hanya sesekali Zanna akan membantu adiknya mengupas bawang ataupun mengiris cabe.
Sedangkan Dena tidak keberatan melihat kakaknya tidak membantunya sama sekali. Karena ia tahu kakak nya lupa ingatan tentang segala-galanya, termasuk nama-nama bumbu masakan dan juga semua alat alat untuk memasak.
Bahkan garam, gula, bawang dan lain nya saja Zanna sama sekali tidak tahu. Dan kini, kakaknya memasak. Bukan kah ini peningkatan diri kakak nya sebagai wanita yang nantinya akan berguna untuk nya sebagai calon ibu rumah tangga untuk keluarga kecil nya nanti.
"Aku tidak menyangka jika kakak benar benar bisa memasak. Aku akan segera mandi dan mencicipi masakan kakak," ucap Dena bersemangat dan pergi kekamar mandi.
Zanna yang melihat adiknya begitu nampak bahagia hanya menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan sikap adiknya itu. "Begitu bahagiakah hanya karena aku bisa memasak? Aneh," gumam nya dengan bingung.
Zanna yang sudah rapi, pergi menuju ruang makan. Disana belum ada seorang pun. Ia duduk sambil menunggu yang lainnya tiba.
Bosan menunggu, Zanna mengetik pesan untuk Asisten Tuan Mattew.
"Pagi tuan asisten. Bisakah anda jemput saya pagi ini saja. Saya sudah bersiap," pesan Zanna yang di kirim.
Di tempat lain, asisten itu menerima pesan dan setelah itu pergi untuk menjemput calon nona muda nya.
Tak lama ia mengirim pesan, Sonia, Rebecca dan Dena pun datang untuk memulai sarapan pagi, sebelum melakukan aktivitas masing-masing.
Semua duduk di tempat nya. Sonia yang sudah terbiasa makan bersama dengan Zanna dan Dena hanya diam, menikmati makanan nya. Lelah setiap hari melarang mereka untuk tidak makan bersama dengannya, karena Zanna selalu menolak dan membantah ucapan nya.
Setelah sarapan pagi selesai, Dena lebih dulu berpamitan untuk ke sekolah. Sedangkan Rebecca juga pergi untuk bekerja. Kini tinggallah Sonia dan Zanna.
Sonia menatap Zanna yang berpenampilan tidak biasa, matanya mengernyit penuh tanda tanya. "Kau mau kemana?"
Zanna hanya melirik, tidak menjawab, mengabaikan pertanyaan Sonia. Sonia yang melihat mendengus kesal dengan anak tirinya itu, selalu dan selalu seperti itu sifatnya. Datar dan cuek.
Tak ingin diabaikan, Sonia akhirnya diam. Tak lama kemudian orang suruhan Tuan Mattew pun tiba di kediaman Mirdad.
"Selamat pagi Nyonya Sonia," sapa Asisten yang juga ikut menjemput Zanna.
"Selamat pagi tuan, silahkan duduk," jawab Sonia ramah.
"Terimakasih. Saya tidak akan lama-lama, karena disini saya ingin menjemput Nona Nana."
"Oh, begitu. Memang mau dibawa kemana putri saya?"
"Ke kediaman William nyonya."
"Begitu ya," jawabnya menganggukkan kepala, mengerti kenapa Zanna sudah berpenampilan rapi sepagi ini.
Asisten itu beralih ke arah Zanna, "Apakah anda sudah siap nona?" Tanya asisten.
"Ya, kita berangkat sekarang," jawab Zanna beranjak dari tempat duduk nya.
Asisten itu pun ikut beranjak, dan berpamitan kepada Sonia. "Kami pergi dulu nyonya."
"Silahkan," jawab Sonia. Namun sebelum itu dia menarik tangan Zanna dan membisikkan peringatan. "Jangan berulah disana. Bersikaplah baik."
Zanna tidak peduli dengan peringatan itu, dia melepas tangan Sonia dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Sonia. Melihat itu, Sonia benar-benar kesal. Berulah kali di mendengus melihat sikap Zanna pada nya. "Dasar anak tak tahu diri," gumam nya dan menutup pintu saat melihat Zanna dan asisten itu pergi dari halaman rumah nya.
.
.
Di dalam mobil, Zanna melihat keluar jendela, menatap bangunan-bangunan tinggi yang dia lewati. Asisten yang duduk di kursi depan melirik Zanna yang hanya diam dengan wajah dingin nya.
"Nona, jika nanti anda sampai di kediaman William, dan bertemu dengan tuan muda, ku harap anda tidak merubah keputusan anda. Jika anda mencoba untuk berubah nya, keluarga William akan membuat keluarga anda menanggung akibatnya begitu pun dengan adik anda Nona Dena.
Zanna yang mendengar ancaman itu langsung menatap sang asisten dengan tatapan tidak suka. "Anda mengancam saya tuan?"
"Tidak! Saya hanya memberikan peringatan nona."
"Cih! Bagiku itu sama saja mengancam saya. Jangan pikir saya takut dengan ancaman anda tuan, saya sama sekali tidak takut sedikitpun. Untuk urusan saya dengan keputusan saya nanti, anda tidak berhak. Karena kehidupanku adalah milik ku. Tidak ada yang berhak ikut campur," Jawab Zanna berani dan hal itu membuat asisten tercengang dengan ucapan dan sikap pemberani calon nona mudanya itu.
Zanna sebenarnya bertanya tanya, kenapa asisten itu harus mengancamnya. Mungkinkah ada sesuatu yang disembunyikan tentang calon suami nya itu. Tapi dia pun tidak bisa menolak karena dia sudah menandatangani surat perjanjian. Lagian dia tidak akan menyulitkan dirinya nanti dengan keluarga itu. Ia berbicara seperti itu kepada sang asisten, agar kelak tidak ada yang berani menggertak nya.
"Jangan lupakan tentang surat perjanjian nya nona," jawab asisten dan beralih menatap lurus ke jalan.
"Aku tahu, dan tidak perlu kau ingatkan," kesal nya dengan nada sewot.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sandisalbiah
ini bisa di bilang sebagai penipuan utk Zanna..
2024-02-14
0
Ida Blado
lgi pula sapa suruh bodoh,mafia kok kurang perhitungan walaupun nantinya menguntungkan jg
2022-08-14
1
Anisnikmah
semangat Thor
2022-07-24
0