Dua Puluh

"Inna...." panggil Samuel dengan nada tinggi. Inna yang merasa dirinya di panggil langsung menoleh ke arah pintu di mana Samuel muncul.

"El, ada apa kamu teriak memanggil Inna seperti itu?" Tanya Diana yang tidak suka dengan sikap Samuel pada menantunya.

"El ingin bicara berdua dengan Inna." Samuel langsung menarik tangan Inna tanpa aba-aba. Membuat tubuh Inna terhuyung.

"Mas lepasin, Inna bisa jalan sendiri." Inna berusaha menyesuaikan langkah lebar suaminya. Samuel mengabaikan itu dan terus menarik istrinya menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Samuel melepaskan tangan Inna dengan kasar. Membuat gadis itu sedikit terhuyung ke belakang.

"Apa yang kamu lakukan pada Gina?" Geram Samuel.

Inna yang mendengar itu merasa bingung. Pasalnya ia sama sekali tak berbuat apa-apa pada wanita itu. Ah, apa mungkin karena kejadian di dapur tadi? Jadi dia mengadu? Cih, terlalu kekanakan. Pikir Inna.

"Ada apa dengan Gina? Memangnya apa yang dia katakan sama kamu, Mas?" Tanya Inna penasaran. Pasti wanita itu mengadu yang bukan-bukan. Inna bisa menebak watak licik wanita itu.

"Jangan balik bertanya Inna, cukup jawab pertanyaanku. Apa yang kamu lakukan pada Gina?" Samuel semakin geram pada istrinya.

"Bukanya kamu sudah dengar semuanya dari mulut Gina? Lalu apa yang Mas inginkan lagi?" tanya Inna sambil tersenyum dan menatap Samuel.

"Jadi benar kamu melakukan itu? Kamu melukai adikku Inna. Aku tidak menyangka kamu serendah itu, hanya karena sebuah sepatu kamu berani melukai orang tak bersalah?" Hardik Samuel dengan mata memerah.

Inna yang mendengar ucapan Samuel hanya tersenyum getir. Jadi seperti itu kah suaminya, sangat mudah mempercayai ucapan orang lain. Inna benar-benar kesal kali ini. Bagaimana bisa ia memiliki suami yang begitu bodoh. Ck, bahkan Inna tidak pantas mengatakan itu. Karena suaminya itu seorang Professor bukan? Entahlah, Inna sendiri di buat bingung.

"Ya kamu benar Mas, aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang aku mau. Bahkan aku bisa membunuhnya. Itu kan yang mau kamu dengar? Kamu puas sekarang?" Balas Inna masih berusaha menahan emosinya.

Karena tidak tahan, Inna hendak pergi meninggalkan suaminya. Tetapi Samuel lebih dulu mencekal tangannya. Inna kembali melayangkan tatapan tak bersahabat.

"Apa lagi Mas? Bukankah kamu sudah puas dengan jawabannya. Bahkan kamu lebih percaya orang lain." Inna mulai jengah dengan sikap suaminya.

"Dia bukan orang lain Inna, dia itu adik sepupuku." Bentak Samuel seraya menekan cengkramannya, dan membuat Inna meringis kesakitan. Inna sudah tidak tahan, amarahnya akan meledak kali ini.

"Lalu aku ini siapa kamu, Mas? Kamu anggap aku apa? Orang asing?" Balas Inna yang berhasil membuat Samuel terdiam.

Inna menarik lengannya dari tangan Samuel. Dadanya naik turun karena emosi. Ia sangat kecewa dengan sikap Samuel yang sesuka hati. Tanpa ragu, Ia langsung beranjak pergi meninggalkan Samuel yang masih mematung. Lalu menutup pintu dengan keras.

Inna menyadarkan tubuhnya dibalik pintu, ia memukul dadanya yang terasa sesak. Menghela napas dalam-dalam. Mencoba untuk menenangkan dirinya. Setelah emosinya redam, ia pun memutuskan untuk kembali ke dapur.

Di dalam kamar. Samuel duduk di bibir ranjang sambil memijit pelepisnya. Ia sangat pusing memikirkan semua masalah yang terus menimpa dirinya. Ia sendiri bingung, kenapa dirinya tak mampu menahan emosi? Samuel tidak pernah berniat untuk menyakiti hati Inna sekalipun. Ia hanya belum dapat menerimanya. Selama ini Samuel terus menghindari Inna, karena takut suatu hari nanti ia akan mengecewakan gadis itu. Setiap kali ia berhadapan dengan gadis itu, ia tak mampu menahan diri. Samuel tidak mau Inna jatuh cinta padanya, karena ia takut tak bisa membalas perasaan itu.

"Boleh aku masuk?" Tanya Rey muncul di balik pintu.

"Masuklah." Jawab Samuel datar.

Rey pun masuk dan duduk tepat di sebelah Kakaknya.

"Kak, sorry jika kali ini aku ikut campur urusan rumah tangga Kakak. Tadi aku juga tidak sengaja mendengar pertengkaran Kakak dan Inna." Rey terlihat menghela napas panjang.

"Dia tidak salah Kak, tadi aku melihat semuanya." Lanjut Rey yang berhasil membuat Samuel bingung.

"Katakan dengan jelas."

"Tadi aku haus, jadi aku ke dapur dan ternyata di sana Inna dan Gina sedang bicara. Dan aku mengurungkan niat untuk minum, dan malah menguping pembicaran mereka."

"Gina melayangkan hinaan pada Inna. Kakak tahu apa yang Inna lakukan?"

Samuel menggeleng pelan.

"Inna sama sekali tidak membalas, hebatnya lagi dia malah tersenyum dan masih bicara dengan nada lembut. Dan itu membuat Gina kesal sendiri dan hendak mendorong Inna."

Samuel cukup terkejut mendengar penjelasan Rey. Mendadak rasa bersalah menyelimuti hatinya.

"Istri Kakak masih beruntung, karena langsung menyingkir karena letupan minyak. Sepertinya Allah juga tidak suka dengan niat jahat Gina, jadi dia yang terkena cipratan minyak panas. Ingin sekali rasanya tertawa saat melihat wajah kesal wanita gila itu." Rey tersenyum sambil membayangkan betapa hebatnya Inna dalam menghadapi musuh. Jujur ia kagum pada Kakak iparnya itu.

Rey melirik Kakaknya yang masih bergeming.

"Jangan terlalu lama menutup hati Kak. Bukan apa, aku hanya takut Inna berpindah hati dan memilih orang lain. Wanita sangat sulit di tebak. Bahkan aku juga rela jika Inna berpindah hati padaku. Aku akan bahagia menerimannya. Cukup kakak ingat ucapanku ini." Rey bangun dari posisinya dan meletakkan tangannya di pundak Samuel.

"Inna gadis baik, banyak diluar sana yang menginginkannya. Jadi jaga istri Kakak baik-baik. Bisa aja aku juga salah satu dari mereka yang menginginkannya." Pungkas Rey seraya menepuk bahu Samuel. Lalu beranjak pergi dari sana.

Samuel mengeratkan rahangnya setelah kepergian Rey. Perkataan adiknya berhasil mempengaruhinya. Rahangnya mengeras dengan tangan yang mengepal erat. Ia benar-benar frustasi saat ini.

***

"Siapa yang masak? Sepertinya hari ini ada yang berbeda dengan rasa masakannya." Ujar Alex saat merasakan ada yang berbeda dari masakan yang saat ini ia makan. Jauh lebih enak dari biasanya.

"Siapa lagi kalau bukan menantu kita Pa." Jawab Diana sambil menatap Inna yang sedang asik menyuapi Elya.

Inna yang mendengar ucapan mertuanya tersenyum malu.

"Wah, beruntung banget sih kamu El. Bisa makan masakan enak seperti ini setiap hari." Ujar Alex. Sontak Inna yang mendengar itu langsung menatap Samuel yang ternyata juga sedang menatapnya.

"Bagaimana mau beruntung, setiap hari selalu makan dikantin." Ujar Rey menyindir Samuel.

Mendengar hal itu, semua orang langsung terdiam. Kenyataannya memang benar, selama ini Samuel tidak pernah menyentuh makanan yang Inna buat. Pagi pagi buta Samuel sudah berangkat kerja dan pulang tengah malam. Dan Inna sudah terbiasa dengan hal itu.

"El, setelah makan Mama ingin bicara empat mata dengan kamu." Kata Diana yang mendapatkan perhatian semua orang.

"Iya Ma." Jawab Samuel. Lalu mereka pun melanjutkan makan malam dengan serius.

Makan malam pun selesai, semua orang beranjak menuju ruang keluarga seperti biasanya. Namun, tidak dengan Diana dan Samuel. Karena Diana mengajak Samuel kekamarnya.

"Duduk." Perintah Diana menyuruh Samuel duduk di sofa. Samuel pun mengikuti perintah Mamanya.

"Dengarkan apa yang Mama bicarakan El, dan jangan membantah sebelum Mama selesai bicara." Perintah Diana tegas. Samuel hanya diam mendengarnya.

"El, Mama tahu kamu masih belum bisa menerima Inna dalam kehidupan kamu. Tapi setidaknya kamu hargai pengorbanan Inna yang sudah mau merelakan kebahagiannya untuk anak kamu El. Hargai dia sebagai istri kamu." Diana menjeda ucapannya.

"Apa Mayya pernah memikirkan hal itu untuk anaknya sendiri? Tidak El. Hargai dia yang sudah merelakan untuk jadi istri kamu di usianya yang baru menginjak 20 tahun. Mama sangat tahu, diusia itu semua gadis masih mencari kesenangan di luar. Tapi Inna, ia mengorbankan kebahagiaannya untuk kebahagiaan Elya putri kamu. Bahkan Mayya tidak pernah menanyakan kondisi putrinya seperti apa sampai sekarang. Ibu macam apa dia?" Imbuh Diana dengan sorot kebencian.

"Mama juga perempuan El, Mama tahu perasaan Inna. Walaupun Inna tidak pernah mengeluh pada Mama atas sikap kamu. Tapi Mama bisa melihat di matanya, begitu banyak menyimpan kesedihan yang mendalam. Kamu tahu sendiri kan El? Inna sudah sangat menderita saat ibunya pergi meninggalkannya dulu. Apa kamu tega melukai hatinya lagi El?"

Samuel terdiam. Mencoba memahami semua perkataan Ibunya.

"Tanyakan pada lubuk hati kamu yang paling dalam, Mama hanya tidak mau kamu menyesal nanti." Lanjut Diana.

Samuel memejamkan matanya. Mencoba menanyakan hatinya, tetapi ia tak menemukan jawaban apa pun. Jujur, dia sangat marah saat melihat Inna dekat dengan lelaki lain. Bukankah itu wajar? Semua suami pasti marah saat melihat istrinya berdekatan dengan lelaki lain.

Keterdiaman Samuel membuat Diana merasa iba. Ia tahu putra sulungnya itu tengah gundah. Dengan lembut Diana menarik tangan Samuel, lalu menggenggamnya penuh kasih sayang. "Buka hati kamu pelan-pelan, El. Mama yakin, kamu akan mendapatkan jawaban dari semua yang sudah terjadi."

Cukup lama mereka terdiam. Berkecamuk dengan pemikiran masing-masing.

"Pikirkan baik-baik perkataan Mama, El." Pungkas Diana yang langsung pergi meninggalkan Samuel yang masih bergeming. Hari ini sudah dua orang yang terus memberikannya peringatan. Membuat kepalanya seperti ingin meledak.

Diana melangkahkan kakinya untuk bergabung ke ruang keluarga. Di mana anak dan cucunya tengah berkumpul. Diana duduk disebelah Alex yang sedang pokus menonton tv. Lalu beralih pada Elya dan Inna yang tengah bermain.

"Elya belum bobok, Sayang?" tanyanya. Elya pun mengalihkan perhatiannya pada sang Nenek.

"Belum Oma, Elya belum ngantuk. Elya masih mau main dengan Mama." Jawab Elya dengan suara khasnya. Ia juga terlihat sibuk dengan boneka barbie kesuakaannya.

"Inna, apa kamu tidak lelah? Tidurlah, besok kamu harus kuliah bukan?" tanya Diana pada menantunya.

"Sebentar lagi Inna tidur Ma, sekalian dengan Elya. Besok Inna cuma masuk jam 10 kok." Jawab Inna dengan ramah.

"Mama cuma tidak mau menantu Mama sakit."

"Insha Allah enggak kok, Ma." Inna memberikan senyuman yang begitu tulus. Dan hal itu membuat Gina jengah.

"Caper banget sih jadi orang." Ketus Gina melayangkan tatapan permusuhan yang kental pada Inna. Beruntung perkataanya tidak di dengar Inna, Diana ataupun Alex . Karena posisinya saat ini lumayan jauh. Tetapi ia tak menyadari jika Rey yang duduk di dekatnya mendengar itu.

"Setidaknya dia tidak bermuka dua seperti lo," balas Rey tersenyum kecut.

Mendengar itu Gina mendadak kesal. Karena sejak dulu ia memang tak pernah akur dengan Rey. Rey tidak pernah menyukai sifat sombong Gina. Karena itu ia tak ragu memperlihatkan ketidaksukaanya.

Gina hendak pergi dari sana, tetapi ia urungkan karena melihat Samuel datang untuk bergabung.

"Hai Kak, sini duduk dekat Gina." Tawar Gina yang berhasil mengambil perhatian Inna. Samuel pun tanpa ragu duduk di sebelah Gina. Tentu saja hal itu membuat Gina semakin besar kepala.

Tanpa sengaja tatapan Inna bertemu dengan tatapan Samuel. Tetapi itu tidak berlangsung lama, karena Inna langsung memalingkan wajahnya dan kembali bermain bersama Elya.

"Mama, pangerannya kok belum datang sih?" Oceh Elya sambil memainkan bonekanya.

"Pangerannya masih di jalan Sayang, lihat itu dia pangeran berkuda datang." Ujar Inna sambil memainkan bonekan koboy. Dan hal itu berhasil membuat Elya tertawa. Juga menarik perhatian semua orang.

"Itu koboy Mama, bukan pangeran." Protes Elya. Inna yang mendengar itu ikut tertawa dan mengacak rambut Elya gemas.

Inna tak menyadari, jika pergerakkanya terus diawasi oleh sang suami.

"Anak Mama pinter banget sih?" Inna terlihat gemas dan menarik Elya dalam pelukannya. Lalu menggelitiki perut Elya karena gemas.

"Ampun Ma, geli." Gelak tawa gadis berusia enam tahun itu pun pecah. Semua orang yang melihat itu tersenyum senang. Kecuali Gina yang masih merengut.

Samuel sedikit menyunggingkan senyuman. Karena sudah cukup lama ia tak pernah melihat Elya tertawa lepas seperti ini. Dan hari ini ia kembali melihatnya.

***

Tengah malam Samuel terbangun dari tidurnya. Dan yang pertama kali ia lihat adalah wajah polos istrinya yang tertidur pulas. Samuel terdiam untuk beberapa saat. Terpesona dengan wajah cantik Inna.

Samuel mengerutuki dirinya sendiri, karena baru menyadari bahwa Inna sangatlah cantik. Samuel terus memperhatikan setiap inci wajah istri kecilnya itu. Mulai dari bulu mata yang lentik, hidung mancung dan yang terakhir bibir tipisnya. Sesuatu yang selalu membuatnya merasakan hal aneh. Samuel mengingat kembali kejadian sore tadi. Bayangan betapa manisnya bibir Inna terus menghantuinya. Tanpa sadar, Ia menyentuh daging kenyal itu dengan lembut. Rasa ingin menyentuhnya pun semakin besar. Samuel mendekatkan wajahnya dan kembali mencium bibir itu dengan lembut. Menyesap rasa manis itu begitu dalam. Namun, Inna sedikit bergrak karena merasa tidurnya terganggu. Dengan cepat Samule menjauhkan wajahnya. Beruntung gadis itu tidak terbangun.

Seulas senyuman terbit di bibir Samuel. Ia merasa konyol karena mencuri ciuman saat istrinya tertidur. Tetapi itu menyenangkan untuknya. Samuel menatap wajah Inna begitu dalam, lalu memberikan kecupan mesra di kening istrinya. Ia juga ikut memejamkan matanya dan memeluk Inna dengan erat. Namun, ia kembali dikejutkan oleh suara gumaman istrinya. "Mama...."

Terpopuler

Comments

Ilyloveme

Ilyloveme

Sore tadi? Bukannya hari dah berlalu🤔

2022-07-19

0

Ilyloveme

Ilyloveme

Nah loh itu baru adik lo, belum Marcel dan Jidan

2022-07-19

0

Tian

Tian

sikapmu prof yg nanti bikin inna makin jauh....dr mu ,&jgn pernah menyesal jika ina benar2 pergi dr mu dan mendapatkan cinta nya yg baru...

2022-07-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!