Enam

"Tidak...." Suara milik Samuel berhasil mengejutkan semua orang.

"Kamu tidak perlu menanggapi ucapan Elya." Timpal Samuel begitu dingin.

Randy yang mendengar itu langsung memberikan tatapan tidak suka pada Samuel.

"Yah, putriku memang tak menanggapi ucapan anakmu." Ucap Randy sinis.

Alex yang menyadari keadaan mulai tak baik, mencoba untuk melerainya.

"Ran, tolong maafkan sikap anakku. Dia memang memiliki sifat yang seperti itu." Ujar Alex dengan perasaan tidak enak.

Elya yang tidak mengerti apa apa semakin erat memeluk Inna, sampai tertidur dipelukkannya.

"Pa, sudah tidak perlu di tanggapi." Inna sedikit berbisik pada Randy. Lalu ia beralih menatap Samuel.

"Maaf, Pak. Saya memang tidak menanggapi ucapan Elya. Dia masih kecil untuk mengerti semuanya, saya mengerti perasaan Elya. Saya juga sadar diri tidak mungkin pantas jadi ibu Elya." Sahut Inna dengan lembut tetapi penuh arti.

"Tapi jangan larang saya untuk lebih dekat dengan Elya." Sambung Inna sambil menatap Elya yang sudah pulas tertidur di pangkuannya.

Mendengar perkataan Inna, Samuel langsung beranjak pergi meninggalkan restoran. Membuat semua orang terkejut.

"Inna." Panggil Diana dengan lembut.

"Maafkan anak Tante, ya? Dia masih sangat terpukul atas apa yang terjadi pada kehidupannya." Diana mencoba menjelaskan dengan deraian air mata. Ia sangat malu atas sikap putra sulungnya.

"Inna mengerti Tante, jadi Inna mohon tante jangan menangis." Ujar Inna dengan tulus.

"Kamu anak yang baik, Nak." Ujar Alex menatap Inna begitu lembut.

"Randy, aku harap kamu tidak membenci putraku." Sambung Alex.

"Aku tidak membenci putarmu, hanya saja aku tidak suka jika seseorang bicara tidak sopan pada putriku." Jawab Randy penuh penekanan.

"Aku mengerti." Alex memberikan tatapan penuh penyesalan.

Randy menghela napas berat. "Sudah lah, kita dinner bukan untuk menciptakan masalah. Melainkan mempererat tali silaturahmi bukan? Jadi lupakan saja kejadian tadi." Ujar Randy dengan senyuman yang mengembang dibibirnya.

"Kau benar, Ran." Balas Alex tersenyum lebar.

Inna ikut tersenyum dan menatap Papanya dengan begitu bangga. Pantas saja Inna memiliki sifat lembut dan pemaaf, ternyata itu semua diwariskan oleh Randy.

***

Samuel berteriak frustrasi, dengan apa yang sudah menimpa kehidupannya. Ia masih belum menerima kenyataan.

"Kenapa kau meninggalkan aku, Mayya? Kenapa?" Samuel memukul setir mobilnya dengan kasar.

"Kau penghianat Mayya, kau ingkar Janji." Timpalnya sedikit berbisik.

Dengan hati yang dipenuhi emosi, Samuel melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Melajukan mobilnya tanpa arah tujuan. Hingga tepat saat di jalanan sepi, Samuel tidak bisa mengendalikan mobilnya yang mulai oleng. Dan berakhir menabrak pembatas jalan. Alhasil kepalanya terbentur setir dan mulai hilang kesadaran. Tidak ada satu mobil pun yang melewati jalan itu, karena memang sangat jarang orang yang melintas disana.

Mungkin hari ini Samuel sangat beruntung, karena sebuah mobil mewah melintasi jalan dimana Samuel berada. Mobil itu berhenti tepat di depan mobilnya. Pemilik mobil itu tak lain adalah Rendy.

Inna turun dari mobilnya dan sedikit berlari menghampiri mobil yang sedikit rusak bagian depannya. Ia mengintip ke dalam, untuk memastikan keberadaan sang pemilik mobil.

"Ya Allah, ada orangnya Pa di dalam." Ujar gadis itu saat melihat ke dalam mobil dan melihat seseorang yang sudah pingsan dengan posisi wajah menuduk di kemudi. Randy mencoba mengintip, dan berusaha membuka pintu mobil. Tetapi pintu itu terkunci.

"Pa, cepat bantu dia." Teriak Inna panik.

Inna dan Randy memang sering melintasi jalan itu, karena rumah mereka tak jauh dari sana.

Dengan sekuat tenaga Randy terus mencoba membuka pintu mobil, namun hasilnya nihil karena pintu terkunci dari dalam.

"Pa, sebaiknya kita pecahkan saja kacanya." Usul Inna sambil mencari sebuah benda yang bisa membantu memecahkan kaca mobil. Lalu Inna berlari menuju mobil miliknya dan menarik salah satu headrest. Dan berlari menghampiri Randy.

"Ini Pa, pake ini." Ujar Inna memberikan headrest pada sang Papa. Randy pun menerimanya.

"Kamu menjauh sedikit." Perintah Randy yang dijawab anggukan oleh Inna. Lalu dengan sekuat tenaga Randy menghantamkan headrest ke kaca mobil. Beberapa kali hantaman, akhirnya Randy berhasil memecahkan kaca tersebut. Setelah menyingkirkan pecahan kaca yang tersisa, ia langsung membuka pintu mobil untuk menolong sang pemilik mobil.

"Ya tuhan!" Randy kaget saat melihat orang yang ia tolong itu adalah Samuel.

Inna yang penasaran langsung mendekat dan tak kalah terkejut.

"Pak Sam." Pekik Inna tak percaya. Inna melihat darah yang mulai mengering di pelepis Samuel .

"Papa, dia terluka." Ujar Inna panik.

"Papa akan telpon keluarganya," ujar Randy hendak mengambil ponselnya di mobil, namun Inna memahannya.

"Tidak usah, Pa. Sebaiknya kita bawa ke rumah kita dulu. Lagian mereka pasti baru sampai rumah. Kasian jika harus balik lagi, Pa. Jarak dari sana kemari lumayan jauh. Sepertinya luka dikepalanya tidak terlalu parah."

Randy yang mendengar usulan anaknya sendikit berpikir untuk menyetujuinya.

"Pa, dia butuh pertolongan." Inna mengingatkan Randy untuk segara membawa Samuel.

"Baiklah, ayok bantu Papa untuk bawa dia ke mobil." Perintah Randy yang dijawab anggukan oleh Inna. Lalu keduanya membawa Samuel ke dalam mobil.

Sesampainya di rumah, Randy dan Inna langsung membawa Samuel ke salah satu kamar tamu mereka.

"Sebaiknya Papa kabari keluarganya supaya mereka tidak cemas. Inna akan ambilkan kotak obat dan air hangat dulu." Ujar Inna yang langsung beranjak keluar.

Randy pun langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Alex.

"Hallo. Anakmu kecelakan. Iya, dia baik-baik saja dan hanya mengalami luka kecil. Tidak perlu khawatir, kami akan merawatnya. Baik lah."

Randy langsung menutup sambungan telponnya dan melihat keadaan Samuel yang begitu berantakan. Beberapa kancing kemeja yang Samuel kenakan sudah terbuka. Juga rambutnya yang berantakan. Ia menatap iba pria yang sedang berbaring itu. Randy pernah merasakan diposisi Samuel saat ini, jadi ia sangat mengerti perasaan lelaki itu. Hanya saja, saat itu Randy masih bisa menahan emosinya. Tidak seperti Samuel saat ini, yang terlihat berantakan.

Tak lama Inna pun kembali membawa kotak P3K dan air hangat untuk membersihkan luka.

"Sudah Papa telpon keluarganya?" tanya Inna duduk di samping Samuel. Dengan hati-hati ia menyentuh pelepis lelaki itu.

"Sudah." Sahut Randy terus memperhatikan apa yang tengah Inna lakukan. Dengan pelan Inna membersihkan darah yang sudah sedikit menggering di pelepis Samuel.

"Inna, Papa tinggal dulu ke kamar tidak apa-apa kan?" tanya Randy karena tidak nyaman dengan tubuhnya yang lengket karena keringat. Ia berencana untuk mandi sebentar.

"Tidak apa-apa Pa, tapi ingat. Papa jangan mandi malam. Itu tidak bagus untuk kesehatan." Ujar Inna yang sudah bisa menebak pikiran Papanya. Randy tersenyum mendengarnya, lalu mengusap rambut putrinya dengan lembut.

"Baiklah, Tuan putri." Randy mengalah, karena ia tak bisa melawan ucapan putrinya. Lalu ia pun langsung bergegas menuju kamar. Meninggalkan Inna bersama Samuel yang belum sadarkan diri.

"Mayya." Samuel bergumam saat Inna sedang memasangkan perban dilukanya. Inna kaget saat tak sengaja tangannya menyentuh kulit Samuel. Suhu tubuh lelaki itu sangat panas.

"Ya ampun, dia demam." Inna mulai panik. Ia bernjak untuk mengambil handuk kecil di kamarnya.

Tidak perlu lama, Inna sudah kembali. Dengan cekatan Inna mulai mengompres Samuel. Meletakkan handuk kecil itu dikening Samuel.

"Mayya, jangan pergi." Lagi-lagi Samuel hanya bergumam. Inna sangat iba melihat kondisi Samuel yang begitu memprihatinkan. Tidak ada lagi wajah dingin yang biasa lelaki itu pasang.

"Semoga bapak selalu mendapatkan kebahagiaan." Ucap Inna begitu lembut. Ia bangkit dari posisinya dan hendak pergi. Namun, tiba-tiba Samuel menahan tangannya. Inna kaget bukan main.

"Mayya, jangan tinggalkan aku. Aku mohon." Samuel terus merancau. Dan kali ini ia menggenggam tangan Inna dengan begitu erat. Inna semakin panik dan terus berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Samuel. Hingga tanpa Ia duga, Samuel menarik tangannya hingga ia terjatuh tepat di dada bidang lelaki itu.

Tubuh Inna mematung saat kulit mulusnya bersentuhan dengan dada bidang Samuel. Ia juga bisa merasakan detak jantungnya mulai berpacu hebat. Tersadar dengan apa yang terjadi, ia langsung menjauhka tubuhnya dari Samuel. Dan langsung beranjak pergi meninggalkan kamar tamu.

Inna menutup pintu kamarnya cepat-cepat, dan menyandarkan tubuhnya di sana. "Ya Allag, kenapa jantungku berdetak sangat kencang?" Inna menyentuh dadanya. Lalu beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya diatas kasur. Kejadian tadi terus membayanginya. Namun, tiba-tiba Inna dikejutkan oleh suara benda jatuh dari luar kamarnya. Inna bangkit dan bergegas keluar.

Terpopuler

Comments

Sahril Banon

Sahril Banon

kasian thr loe ina tr jadi lontenya duda krn pke hati padahal udah tau awal prtrmuan krsanya tdk baik nah justru pke hati ke orang kyk gtu tr trperangkp tmbh skit ati kan trnyata loe cm smpingn kan hrpan sam istrinya bukn loe

2022-07-23

0

Eman Sulaeman

Eman Sulaeman

sam sangat prustasi

2022-06-15

1

Miariska

Miariska

nulisnya yg bener y...... masa ya Allah
maaf minta di benerin y...

2021-12-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!