Semangat Hidup

"Yuri, bangun!"

Badan Yuri serasa digoyang-goyang. Tidur lelapnya begitu terganggu karena yang berusaha membangunkannya terus menggoyangkan badannya.

"Hm, aku masih mengantuk," ucapnya dengan mata yang masih menutup.

"Kamu bisa telat bekerja."

Perkataan Ezra membuatnya terkesiap kaget. Ia langsung bangkit dari tidurnya. Ia sampai lupa kalau semalam tidak pulang ke gudang, tetapi malah menginap di pondok milik Ezra. Bisa gawat kalau Nyonya Catlin tahu jika dia kabur dari sana.

"Pergilah mandi sebelum banyak orang datang ke sungai untuk mandi."

Yurika meregangkan otot-otot tangannya. Benar apa yang dikatakan Ezra semalam, badanny kini terasa segar. Rasa pegal akibat bekerja benar-benar hilang. Tidak rugi ia telah memaksakan diri untuk meminum minuman yang sangat pahit itu.

Yurika keluar dari pondokan dengan membawa pakaiannya yang semalam sudah kering dengan bantuan perapian. Di luar masih terlihat gelap. Itu lebih baik supaya ia ada alasan tidak berada di dalam kamarnya. Ia akan bilang kalau pergi ke sungai lebih dulu.

Ezra memegang obor untuk memudahkan Yurika berjalan menuju sungai yang penuh bebatuan. Ia menunjukkan tempat yang cukup aman bagi Yurika mandi, di dekat rerimbunan pohon tepi sungai. Ia menunggunya sembari duduk di atas batu besar.

Yurika menaruh baju ganti di tepi sungai. Ia menanggalkan pakaian yang dikenakannya satu persatu lalu menceburkan dirinya di dalam sungai. Airnya terasa hangat, tidak dingin meskipun masih pagi. Rasanya sangat menyegarkan tubuh.

"Hah ... seandainya di sini ada sabun, sekalipun itu elf pekerja, pasti badannya bisa halus dan bersih," gumam Yurika sembari menggosok badannya dengan sebuah batu kecil.

Kemarin sore, ia mandi ramai-ramai bersama Remi dan elf wanita lainnya. Ia baru tahu kalau mereka mandi dengan cara menggosokkan batu ke badan. Mereka tidak sungkan sama sekali mandi bersama. Tempat mandi lelaki dan wanita di sana juga dibedakan areanya meskipun di sungai yang sama. Ia lebih suka kegiatan mandinya saat ini yang lebih privasi.

"Sudah selesai mandinya?"

Ezra sedang membakar ikan di atas perapian kecil yang dibuatnya. Yurika senang sekali melihat makanan tepat saat perutnya keroncongan.

"Baju yang kamu berikan semalam sudah aku cuci dan jemur di pohon. Kamu bisa mengambilnya nanti setelah kering," ucap Yurika.

Ezra memberikan sepotong roti dan ikan bakar kepada Yurika. "Aku harap hari ini kamu akan kuat bekerja dan tidak berniat bunuh diri lagi."

"Hahaha ...."

Yurika tertawa dengan sindiran Ezra. Ia merasa beruntung di dunia yang tak begitu dikenalnya, ia bisa bertemu dengan elf yang baik hati seperti Ezra. Mungkin karena mereka sama-masa kaum mixtus sehingga merasa senasib.

Memakan roti di pagi hari dengan ikan sebagai lauknya cukup terasa enak. Yurika sempat khawatir ia tak akan bisa cocok dengan makanan di sana. Ia yang sudah terbiasa dengan segala sesuatu yang serba ada, mendapatkan apa yang di mau, kini harus bertahan dengan kehidupan barunya.

Ia harus tetap hidup, tidak boleh putus asa dan bunuh diri lagi. Bunuh diri bukanlah penyelesaian masalah, melainkan tindakan lari dari masalah. Ia akan menjadi seorang yang lebih hina jika berani mengakhiri hidupnya lagi.

"Sepertinya aku harus kembali ke tempat pekerja sekarang sebelum ada yang menyadari aku hilang," ucap Yurika setelah menghabiskan makanannya.

"Jangan lupa untuk terus semangat. Kamu seorang mixtus." Ezra berusaha memberinya semangat.

Yurika mengangguk. "Kamu juga. Mixtus pasti bisa mendapatkan tempat yang lebih baik lagi. Terima kasih untuk semalam dan hari ini." Sebelum pergi, ia sempat melemparkan senyuman.

Yurika menyusuri tepian sungai menuju tempat para pekerja. Angin pagi di sana terasa segar. Salah satu hal positif berada di sana adalah alam yang masih terjaga, di dunia ini jauh lebih tenang daripada dunia nyata. Ia tidak perlu pusing memikirkan jadwal syuting lagi.

Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat bunga yang cantik di tepi sungai. Bunga berwarna ungu, bentuknya kecil dan bergerombol seperti yang semalam Ezra ceritakan. Bunga itu memiliki aroma yang sama dengan minumannya semalam, wangi bunga mawar yang menenangkan. Bentuk bunganya hampir sama dengan bunga dandelion, namun warnanya ungu.

"Bunga Orcis," gumamnya.

Yurika kembali meneruskan perjalanan menelusuri sungai. Saat hampir mendekati area tempat tinggal pekerja, ia mengalihkan jalur. Jika ia terus menelusuri sungai, pasti akan bertemu dengan sekumpulan elf lelaki yang sedang mandi. Ia cepat-cepat berlari menuju ruangannya.

"Yuri ...." panggil Remi. Ia langsung berlari dan memeluk Yuri saat melihatnya datang dari arah pintu belakang. Wajahnya menunjukkan kelegaan karena bisa menemukan temannya kembali.

Para pekerja lainnya tampak sibuk berberes-beres. Ada yang sedang membenarkan pakaian, menyisir rambut, dan menyapu ruangan. Ada pula yang baru akan pergi mandi.

"Maaf ya, semalam aku tertidur saat menunggumu kembali. Waktu bangun, aku mencarimu kemana-mana. Aku kira kamu hilang dan dimakan ogre. Aku khawatir sekali, Yuri ...." Remi meluapkan kecemasannya.

Ia menyesal semalam tidak menemani Yuri. Seharusnya ia ikut pergi karena Yuri pasti kebingungan mencari jalan pulang. Apalagi saat itu tengah malam.

"Terima kasih sudah mencemaskanku, Remi. Aku sengaja bangun lebih awal untuk mandi di sungai. Lalu, aku juga jalan-jalan sebentar di dekat sungai."

"Syukurlah kalau begitu. Aku merasa lega." Remi mengelus dadanya yang masih berdebar-debar akibat khawatir.

"Kamu sendiri, apa sudah mandi?" tanyanya.

"Sudah, aku sudah mandi sembari mencarimu di sungai. Kalau kamu tidak ada, rasanya aku kebingungan." Remi kembali memeluk Yuri. "Kita sarapan dulu sebelum keduluan yang lain!" ucapnya penuh semangat.

Ia menarik tangan Yuri, membawanya ke area halaman. Di sana sudah ada Nyonya Catlin yang membantu membagikan jatah makan pagi mereka.

Pagi ini menu sarapan yang diberikan roti isi daging lagi. Sepertinya memang setiap hari menunya sama seperti itu. Yurika masih merasa beruntung sebelum kembali sudah lebih dulu sarapan dengan menyantap ikan.

Ia makan dengan santai karena perutnya masih kenyang. Sementara, Remi memakan rotinya cepaf seperti orang kelaparan. "Kamu mau punyaku?" tanya Yuri setelah roti milik Remi telah habis lebih dulu.

Remi memperlambat kunyahan makanan di dalam mulutnya. Ia tidak enak hati Yuri menawarkan jatah makanan kepadanya. "Aku tidak kelaparan, Yuri. Aku memang suka makan cepat. Kamu juga butuh makan untuk mengisi tenaga," ucapnya.

"Aku benar-benar sudah kenyang. Daripada dibuang, ambillah kalau kamu mau." Yuri memaksa Remi menerima sisa rotinya yang masih banyak.

"Benar, ini untukku?" tanya Remi. "Kalau nanti kamu kelaparan, jangan salahkan aku!" katanya.

Yuri hanya mengangguk sembari tersenyum mendengar ucapan Remi.

❤❤❤❤❤

Jangan Lupa like, komen dan favorit 😘

Terpopuler

Comments

Hasan

Hasan

🙏

2022-07-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!