"Kak Daffa!!" pekik Vani merasa terkejut pada pria yang memegang sebelah bahunya.
Daffa tersenyum melihat keterkejutan sang gadis, tau pasti gadisnya merasa heran dirinya ada disana tanpa memberitahu sebelumnya.
"Kakak disini?" tanya Vani heran.
"Iya, Kakak ada kerjaan sama boss mu ini." balas Daffa seraya menunjuk Aska dengan dagunya.
Vani melirik sekilas kearah sang boss dan segera menundukan pandangannya lagi. Sungguh sulit dipercaya, keadaannya kini begitu membingungkan. Disatu sisi Ia memang harus jujur pada pria yang sudah mengisi hatinya itu, namun disisi lain Ia tak ingin menyakiti hatinya juga.
Deg!
Aska mamatung mendapati kenyataan itu. Terlihat dari sikap keduanya Ia langsung memahaminya. Rencananya untuk merebut kekasih orang pun harus Ia urungkan. Ternyata sang sahabat lah yang menjadi saingannya. Ia hanya terdiam dengan mata menatap datar kedua sejoli itu. Ia kembali dibuat sakit dengan beberapa kenyataan yang Ia dapati hari ini.
Sofi dan Putra yang mengerti hanya melirik kearah ketiganya, bingung harus menanggapi bagaimana. Bahkan Sofi melupakan kekesalannya tadi, kala melihat keadaan itu.
"Ayo, kita makan bersama!" ajak Daffa meraih tangan gadisnya. Tentu pemandangan itu terekam jelas diindera penglihatan Aska.
"Gak usah Kak! Aku makan disini aja." tolak Vani dengan halus.
Daffa tersenyum seraya memaksanya berdiri. "Ayolah! Kakak akan perkenalkan kamu sama kedua sahabat Kakak ini." bujuknya seraya menunjuk kedua pria didepannya.
"Kak Daffa ini. Tanpa dikenalin, kita udah tau mereka kan atasan kita." kekeh Sofi mencoba mencairkan suasana yang sepertinya sudah mulai tak kondusif.
"Bukan itu, maksudnya Kakak akan kenalin Ila sebagai kekasihnya Kakak." tutur Daffa.
Deg!
Lagi-lagi hati Aska berdenyut mendengar penjelasan itu. Begitupun Vani, hatinya ikut sakit melihat diamnya Aska. Pasti itu menyakitkan baginya.
Vani melerai tangannya dari genggaman sang pria. Tak ingin melihat Aska yang semakin terluka, Ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu.
"Maaf kak! Lain kali aja. Aku lupa bu Neti menugaskan sesuatu. Aku harus pergi." jelasnya mencoba tersenyum, matanya melirik sekilas kearah sang bos yang ternyata tengah menatapnya dengan ekspresi yang entahlah.
"Permisi!" pamitnya pada sang boss dan sekretarisnya seraya menunundukan sedikit kepalanya. Lalu, berlenggang meninggalkan tempat itu.
"Eh La tunggu!" pekik Sofi. "Maaf Pak, saya juga permisi!" pamitnya yang ikut menyusul sang sahabat.
Daffa tersenyum kecut melihat tingkah sang gadis. Haruskah Ia mengakui kekasihnya itu mencintai pria lain yang Ia yakini adalah sahabatnya?
**
Vani berjalan keluar gedung itu diikuti sahabatnya. Pikirannya benar-benar kacau. Otak dan hatinya berperang tak searah.
"La, tunggu!" pekik Sofi.
Vani menghentikan langkahnya disebuah taman disebrang kantor. Menghirup udara segar mungkin akan sedikit mengurangi rasa pusing dikepalanya. Keadan yang sejuk dan sepi begitu pas untuk suasana hatinya saat ini.
"La!" panggil Sofi seraya mendudukan diri disamping sahabatnya. Vani masih terdiam seraya menatap kedepan.
"Apa kamu mau tetap seperti ini?" tanya Sofi. Namun Vani masih terdiam.
"La, gak bisakah kamu jujur sama diri kamu sendiri?" tanyanya lagi.
Vani menggelengkan kepalanya. "Entahlah! Fi aku bingung harus bagaimana? Aku gak ingin nyakiti kak Daffa. Dia terlalu baik untuk itu. Aku terus mencoba membuka hatiku untuknya. Meski," ucapannya terhenti, kala hatinya kembali mengingat pria yang kini benar-benar mengisi hatinya.
"Hatimu untuk pak Aska?" selak Sofi. Vani hanya menunduk mengiyakan apa yang hatinya rasakan.
"Kamu akan tetap disamping kak Daffa, dengan hatimu yang bersama orang lain?" tanya Sofi.
"La! Jika menurutmu, kak Daffa gak akan sakit. Kamu salah! Justru kak Daffa akan semakin terluka. Dan kamu tau kalian bertiga akan terluka bersamaan." jelas Sofi.
Air mata Vani jatuh kembali. Tentu Ia menyadari hal itu. Tapi Ia bingung dengan keadaannya sekarang.
Sofi mendekap sahabatnya dari samping. "Selama ini kamu terus bertahan dengan hatimu, dan dia pun bertahan dengan hatinya. Tak ada seorang pun yang bisa membuka hati kalian. Aku rasa ini memang takdir. Kalian memang jodoh yang Tuhan pertemukan." tuturnya.
"Diwaktu yang gak tepat." balas Vani dengan helaan napas panjang seraya mendaratkan kepala dibahu sahabatnya.
Ternyata percakapan mereka terdengar jelas oleh telinga Daffa. Ia yang hendak menyusul sang gadis menghentikan langkahnya dibalik pohon kala mendengar percakapan kedua gadis itu.
"Haruskah ku mengalah? Membiarkan cintaku berlabuh pada pemiliknya?" cicitnya seraya memegang dadanya.
Ia menatap nanar kearah sang gadis yang terlihat begitu rapuh. Padahal dihadapannya Ia tak pernah bersikap seperti itu. Dan sekarang? Ia baru mengetahui itu, bersamanya seolah enggan menunjukan sisi lain dari dirinya.
"Bahkan aku tak mengenal baik dirimu. Maafin Kakak La!" gumamnya pelan. Ia pun memutuskan untuk pergi dan membiarkan sang gadis bersama sahabatnya.
Kedua gadis yang tak mengetahui ada yang memperhatikannya masih sibuk dengan pelukannya.
"La! Kita makan yuk! Aku laper." ajak Sofi.
Vani mengakat kepalanya dari bahu sahabatnya itu seraya menegakkan diri. "Kamu aja, aku gak laper." balasnya.
"Dan mebiarkanmu tertidur dijam siang?" tanya Sofi. "Ayolah! Matamu akan tertutup, jika kamu gak makan." bujuknya.
Vani tersenyum, sahabatnya ini memanglah paling tau dirinya. "Ya udah kamu beli makanannya, gih! Aku tunggu disini." titah Vani.
Sofi mengangguk seraya tersenyum. "Oke!" Ia pun berlenggang pergi meninggalkan Vani sendiri dikursi itu.
Setelah kepergian Sofi, Vani terus memikirkan ucapan sahabatnya. Mencoba mencari keputusan yang pas. Benarkah Ia harus jujur pada hatinya atau sebaliknya. Hingga tiba-tiba matanya mulai mengantuk dan ingin sekali terpejam.
"Jangan dulu, Sofi akan segera kembali!" ucapnya pada diri sendiri. Namun sepertinya, matanya tak bisa diajak kompromi.
Dug!
Kepalanya terjatuh pada bahu seseorang yang entah sejak kapan duduk disampingnya. Ia mendongak dan melihat sekilas, wajah tampan yang selalu menggetarkan hatinya.
"Aka! Izinkan aku tidur sebentar disini." ucapnya tersenyum sebelum Ia benar-benar memejamkan matanya dan terlelap.
**
Aska yang hendak mencari sang gadis untuk mendapati penjelasan, ikut menyusulnya. Sama seperti Daffa, Aska pun ikut berhenti disebuah pohon. Mendengar penuturan sang gadis sungguh membuat Ia bahagia. Ternyata selama ini gadisnya itu juga merasakan hal yang sama. Namun melihat sahabatnya Ia pun merasa bersalah dibuatnya. Bukan maksud ingin merebut kekasihnya. Namun salahkah jika Ia juga memperjuangakn cintanya?
Ditengah pemikirannya Ia melihat sahabatnya pergi dan tak lama, Ia juga melihat gadis cerewet sahabat gadisnya itu pergi. Ia mencoba mendekat kearah sang gadis. Lalu menduduk dri disampingnya, tanpa Vani ketahui.
Hingga tiba-tiba kepala jatuh dipundaknya. Bagai dejavu, hal yang dulu sering Ia alami kini terjadi lagi. Senyumpun terbit dari bibir manis itu. Penuturan terakhir sang gadis sebelum terpejam sungguh membuat hatinya menghangat.
Ia menoleh dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya. Merapihkan anak rambut yang menjutai diwajah cantik itu, lalu menyelipkan helaian rambut itu pada telinganya.
"Hal inilah yang begitu aku rindukan. Membiarkanmu terlelap dibahuku."
\*\*\*\*\*\*
Ayo like dan komennya jangan lupa! yang punya vote nya, sumbangin dong🤭 mau up lagi lagi ntar malam yaa🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Aqiyu
bisa gitu.....
hemmm.... ga makan siang langsung tidur🤔 disembarang tempat
2022-10-15
1
Maaaaaak"utun"..nie🍉
aduuuuuuuuh...mau donk bersandar dibahu Aka🤭🤭🤭..lnjut mak😁😁😁
2022-07-13
1
Yanti puspita sari🌹🥀
hemmmm berasa kurang 😁😁😁
2022-07-13
1