Aska memejamkan matanya merasakan dingin yang menjalari kulit kepala belakangnya. Senyumnya terukir kala sentuhan dari tangan lembut menari dibagian rambut yang menutupi benjolan itu. Hingga rasa denyutan pun sudah hilang tak terasa lagi.
Dengan telaten Vani mengompres kepala sang boss yang kini tengkurap diatas sofa. Ia ikut meringis, kala reflek sang boss mengerjat pelan karena sentuhan air es yang mengenai kulit kepalanya.
"Pasti ini sakit ya, Pak?" tanya Vani dengan sendu.
"Sedikit. Bentar lagi juga sembuh." balas Aska.
"Maafin saya ya, Pak! Saya beneran gak sengaja." sesal Vani untuk kesekian kalinya.
"Gak apa-apa, gak perlu minta maaf terus. Lagian ini salah saya juga, sudah berbuat kurang sopan terhadap kamu." balas sang bos. "Maafin saya ya!" lanjutnya dengan nada menyesal.
"Nggak Pak! Bapak gak salah. Saya yang salah." sangkal Vani.
Aska tersenyum menanggapi itu. "Ya udah kita gak usah salah-salahan lagi. Itu cuma kesalah pahaman kecil. Jadi kita lupakan itu!" tutur Aska menengahi pembicaraan mereka dan diiyakan oleh sang gadis.
"Sebaiknya, Bapak istirahat aja dulu! Saya beliin makanan sama obat dulu buat bapak." ucap Vani.
"Gak usah, gak apa-apa. Malah ngerepotin kamu. Ini juga sudah sedikit meningan." tolaknya dengan halus.
"Gak apa-apa Pak, saya gak merasa direpotin sama sekali. Biar saya beli obat, agar rasa pusingnya hilang." jelas Vani.
Aska hendak berkomentar, namun Vani segera menyelaknya. "Bentar ya Pak! Saya pergi dulu, nanti saya kembali lagi." ucapnya seraya berlenggang keluar ruangan dengan cepat.
Aska hanya tersenyum lebar mendengar penuturan sang gadis. Wajahnya tiba-tiba terasa terbakar mendapat perhatian itu. Ia sampai melesakan wajah pada bantal.
"Ya ampun! Ada apa denganku?" tanyanya bermonolog sendiri, lalu Ia menertawakan tingkahnya sendiri yang baru pertama mengalami hal itu.
Sungguhpun jika ada yang melihatnya saat ini, pastilah dirinya dianggap aneh. Bahkan mungkin mereka akan mengira dirinya gila.
"Vanilla?" gumamnya seraya memejamkan mata untuk menikmati detak jantung yang terus berdegup kencang
**
Sementara itu didalam ruang sekretaris, Sofi sudah menyerahkan tumpukan berkas pada pria yang kini menahannya agar tak segera keluar.
Sudah sepuluh menit sang gadis tetap berdiri tanpa diperintahkan untuk duduk. Hingga kemungkinan tumitnya terluka karena heels yang dipakainya. Berulang kali Ia melirik jam dipergelangan tangannya dan kakinya yang sudah mulai tak bisa diajak kompromi.
"Pak, apa saya boleh kembali?" tanyanya. Takut-takut membangunkan macan yang sedang tenang, Ia memberanikan diri bertanya meski dengan ragu.
Putra menatap tajam kearah sang gadis. Bukannya takut Sofi malah menaikan alisnya sebelah seolah meminta jawaban dari pertanyaannya tadi.
"Kamu bisa diam gak? Saya lagi konsentrasi." sungut Putra.
Sofi melongo mendengar nada bicara pria didepannya yang begitu arogan. Padahal Ia bertanya dengan baik-baik. Tapi memang dasarnya galak mah, galak aja. Ia hanya mencebikan bibir sesaat setelah sang pria kembali berkutat dengan map dan kertas-kertas didepannya.
"Jangan meledek, saya tau kamu lagi ledekin saya!" ucap Putra masih dengan nada yang sama dan tatapan yang masih fokus dengan berkas didepannya.
"Ng-ngak, Pak!" balasnya dengan sedikit gelagapan.
'Yaelah ini orang, matanya banyak kali ya?' batin Sofi menggerutu sendiri.
Kakinya kian tak mampu menopang bobot tubuhnya. Hingga Ia pun kembali bertanya. "Maaf Pak! Tapi kaki saya pegal. Apa saya boleh duduk?" tanyanya.
Putra kembali mendongak dan hendak menjawab. Namun belum juga bibirnya berucap, tiba-tiba sang gadis membantingkan diri diatas sofa.
"Siapa suruh kamu duduk disana?" tanyanya dengan nada yang sama.
"Ya ampun Pak! Kaki saya sakit. Bentar saya numpang duduk dulu disini." balasnya seraya membuka heels yang Ia pakai. Bahkan Ia melupakan pria yang menatap tajam dirinya.
Benar saja tumitnya lecet terkena goresan heels yang memang ukurannya sedikit kecil.
Putra yang mendengar rintihan sang gadis menghembuskan napasnya panjang. Ia ambil kotak dari dalam laci mejanya. Kemudian Ia pun bangkit dari tempat duduknya, lalu menghampiri sang gadis.
Sofi meniup pelan tumitnya, hingga Ia dibuat mendongak kala seseorang menyodorkan sebuah kotak padanya.
"Obati lukamu!" titahnya.
"Gak usah Pak. Gak apa-apa," balas Sofi merasa tak enak.
Namun tanpa diduga, Putra berjongkok didepannya dan mengambil kaki putih itu keatas lututnya. "Ngeyel." ucapnya.
Sofi terpaku mendapati perhatian dari sang pria. Hingga sentuhan dikaki itu meyadaraknnya dan dengan reflek Ia mengerakan kakinya.
Dugg
"Aww!!"
Putra meringis, kala kaki mulus itu berhasil mencium hidungnya. Sofi shok bukan main, dengan sigap Ia mencoba memegang tangan Putra yang bertengger dihidungnya.
"Maaf Pak! Maaf! Saya gak sengaja." sesalnya.
Putra dengan kasar menepis tangan Sofi dengan sorot mata tajam. "Keluar!" titahnya dengan tegas.
"Maafin saya Pak, saya gak sengaja. Tadi tuh-" belum juga pembelaan dirinya selesai, Putra sudah kembali mengeluarkan kata-katanya.
"Kamu gak denger? Saya bilang keluar, ya keluar!" titahnya lagi dengan nada semakin tegas.
"Tapi Pak-"
"Kamu budeg ya? Keluar!" tegasnya lagi dengan bentakan.
Mendengar bentakan itu sukses membuat mata sang gadis berkaca-kaca dengan bibir maju kedepan. Ia bangkit dari duduknya dengan menenteng satu heelsnya. Dengan jalan terpincang, Ia menggerutu kesal menuju pintu keluar.
"Dasar macan! Gak punya perasaan. Punya mulut udah kek mercon, asal jeplak aja. Dia pikir dia siapa? Baru juga sekretaris, belum jadi boss nya. Udah ngeselin." gerutunya pelan, yang sayang gerutuan itu sampai diindera pendengaran sang pria.
"Ngomong apa barusan?" tanyanya.
"Ah nggak Pak! Saya permisi." pamit Sofi dan segera ngibrit keluar dari ruangan itu.
"Ngeselin tuh cewek. Ditolongin malah ngelunjak." gerutu Putra seraya mengelus hidung mancungnya yang berdenyut. "Lagian ngapain juga aku tolongin? Gak guna." lanjutnya.
Ia pun kembali ke meja kerjanya dan kembali memulai pekerjaannya meski dengan hidung yang masih terasa ngilu.
**
Vani kembali kelantai yang ditempati sang boss dengan menenteng satu kantong kresek ditangannya. Ia berlenggang menuju pantry, mengambil air dan alat makan untuk menyiapakan makanannya.
Tak lama makanan pun siap. Vani mengetuk pintu sang boss, namun tak ada jawaban apapun dari dalam sana. Karena tak mendapat jawaban, pelan-pelan Ia buka pintu itu. Pemandangan yang Ia lihat masih sama, namun tak ada jawavan apapun dari sang boss.
'Apa dia tidur?' batinnya.
Ia mendekat dan melihat sang boss yang masih diposisi sama, namun dengan mata yang terpejam. Sesaat setelah dirinya menyimpan makanan yang Ia bawa keatas meja.
Vani tersenyum mendapati sang bos yang sudah terlelap. Ia menekukan kedua kakinya dilantai, didepan sofa. Ia pandangi lekat-lekat wajah tampan itu hingga tangannya terulur menyentuh rambutnya.
"Cepat sembuh, Aka!" Cicitnya.
Ia hendak berdiri, namun suara sang pria membuat Ia menghentikan pergerakannya, hingga dirinya dibuat tertegun.
Deg!
"Jangan pergi lagi. Kumohon, tetaplah disini."
\*\*\*\*\*\*
Maaf up nya telat! Biasa dunia nyata lagi sibuk🙈 Yuk jejaknya jangan lupa yaa🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Aqiyu
ditinggal bentar udah tidur
2022-10-15
1
Samitha
jan bilang klo aka ngigo😌
2022-07-06
2
Yanti puspita sari🌹🥀
aka ngelindur apa gmna ya
2022-07-06
2