"Kenapa?" tanya Aska setelah Ia melepaskan tautan bibirnya yang begitu sulit Ia jauhkan.
Rasa manis pada bibir sang gadis membuat Ia enggan untuk melepasnya. Ingin rasanya Ia menyecap lebih dalam rasa disetiap sudut rongga mulut sang gadis. Namun hal itu Ia urungkan. Mengingat dirinya yang ingin memberi pelajaran untuk gadisnya yang tak mau jujur itu padanya.
"Kenapa? Vani?" desak Aska dengan nada lembut.
Vani hanya mematung, merasa terhipnotis dengan apa yang terjadi. Apakah ini waktunya Ia jujur? Ia menundukan kepala seraya memejamkan matanya. Menetralkan degup jantung yang masih tak mau berdetak normal.
"Kamu tau? Setiap hari aka memikirkanmu, mengkhawatirkan keadaanmu, menunggu kepulanganmu." tutur Aska hingga air dari kedua ujung mata Vani jatuh begitu saja.
"Kamu lupa? Dulu kamu yang bilang aka harus mengingatmu. Dulu kamu yang berjanji akan kembali. Dan hanya akan menikah dengan aka." lanjutnya. Vani kian tertunduk dengan bahu bergetar menahan isak yang tertahan, tentu Ia pun mengingat semua itu.
"Dan sekarang? Kamu menghindari aka. Kenapa Van? Kenapa?" tanya Aska lagi tegas.
"Iya, aku memang menghindari aka!" tegas Vani seraya mendongak dengan isak tangis yang tak dapat lagi Ia bendung.
Aska menatap tak percaya pada sang gadis. "Kenapa? Kenapa kamu menghindar? Apa menurutmu aka akan melupakanmu? Hah?" tanyanya dengan nada sedikit lembut.
"Untuk apa? Itu hanya janji anak kecil yang gak berarti apa-apa." balas Vani, "sebaiknya aka lupakan itu!" lanjutnya seraya akan berlenggang pergi. Namun tangan Aska mencekalnya dan kembali mengukung sang gadis ditembok.
"Apa? Lupakan?" tanya Aska merasa tak percaya, bahkan Ia tertawa sumbang mendengar penuturan sang gadis.
"Setelah bertahun-tahun, aku menunggumu dan kau bilang lupakan? Semudah itu?" tanya Aska lagi merasa tak percaya.
Aska menghembuskan napasnya panjang, menetralkan sesak yang tiba-tiba membuat saluran pernapasannya tersendat.
Vani kembali tertunduk, bohong jika Ia ikhlas mengucap itu. Air matanya mengalir deras, mengetahui sang pria benar-benar menunggunya membuat Ia merasa bersalah. Dan dengan teganya Ia menyuruh sang pria melupakannya.
"Maafin aku kak! Maaf!" lirih Vani. Pecah sudah tangisnya. Aska yang ikut mengeluarkan air matanya pun, segera menariknya.
Membawa tubuh ringkih itu kedalam pelukan dan mendekapnya erat. Membiarkan sang gadis menumpahkan semua tangisnya didada bidang miliknya, hingga kemejanya pun basah dengan air yang tak mau berhenti itu. Vani pun membalas memeluk tubuh tegap itu tak kalah erat. Menyalurkan rasa rindu yang bertahun-tahun keduanya pendam.
"Gak apa-apa! Gak apa-apa!" ucap Aska menenangkan.
"Jangan pergi lagi, tetaplah disampingku! Sudah cukup rindu ini menyakitiku." ucap Aska dan hanya diangguki Vani.
'Mulai sekarang aka gak akan pernah lepasin kamu lagi. Aka janji itu!' batin Aska.
'Bolehkah aku menginginkan waktu berhenti sekarang?' batin Vani.
Lama keduanya menikmati pelukan itu. Tanpa disadari dua orang mematung didepan pintu yang sedikit terbuka. Hingga helaan napas kasar terdengar dari salah satu pria itu, dan tepukan dipundak Ia dapat dari pria disampingnya.
**
"Lama banget si Aska, lagi ngapain dia?" tanya seorang pria pada teman didepannya.
"Dia masih diruangannya, tunggu bentar." balasnya seraya kembali mengechek Hp nya, untuk melihat pesan yang belum juga dibaca sang boss.
"Ngapain? Bukannya ini hampir jam istirahat ya?" tanyanya.
"Kamu kek gak tau dia aja Daf. Dia kan paling ontime. Dia akan berhenti sesuai jam istirahatnya." kekeh Putra.
Daffa mengangguk mengerti. Aska memanglah temannya yang sangat disiplin. Persahabatan yang dibangun sejak kuliah membuat ketiganya sudah saling mengenal satu sama lain. Menjadi anak kostan membuat mereka sudah tak sungkan untuk berbagi dalam hal apapun.
Setelah empat tahun mereka berpisah, kini mereka pun dipertemukan kembali dalam sebuah kerja sama. Sungguh waktu berlalu begitu cepat, namun persahabatn mereka masih terjalin hingga sekarang.
"Oh iya. Bagian designer dilantai berapa?" tanya Daffa.
"Dilantai tujuh. Kenapa?" tanya balik Putra merasa heran.
"Mau lihat pacar. Dia kan dibagian itu." balas Daffa terkekeh.
"Pacar? Kamu punya pacar disini? Siapa?" tanya Putra merasa penasaran.
"Kepo ya?" bukan menjawab Daffa justru menggoda sahabat pemarahnya itu, hingga Ia berdecak kesal.
Daffa tergelak melihat itu, sudah lama Ia tak menggoda sahabatnya yang sudah menunjukan wajah tak bersahabatnya itu.
"Karayawan magang yang aku rekomenin itu. Salah satunya kekasihku." balasanya dan diangguki Putra.
"Yang mana?" tanyanya lagi, entah kenapa Ia begitu penasaran.
"Yang cantik. Dialah kekasihku." kekeh Daffa, hingga Putra berdecak kesal. Gadis yang menurutnya cerwet dan alay itu kan cantik juga. Entah siapa yang dimaksud sahabatnya itu.
"Lama banget tuh anak. Aku samperin lah!" Daffa berinisiatif untuk mencari Aska keruangannya. Ia berdiri dari sofa empuk disebuah ruangan tunggu dilantai yang sama.
"Eh mau kemana?" tanya Putra.
"Mau keruangan si boss, lama bener dia." kekeh Daffa.
"Eh tunggu! Belum dijawab juga siapa namanya?" teriak Putra saat Daffa sudah berlengang membuka pintu.
"Illa, namanya Vanilla." balas Daffa tersenyum, lalu keluar dari ruangan itu.
Seketika mata Putra membola. Pagi tadi sang boss menceritakan tentang Vanilla yang selama ini mereka curigai, dan benar saja itu memang Vanilla yang bossnya tunggu. Dengan cepat Putra menyusul Daffa. Tak ingin tejadi sesuatu pada kedua sahabatnya yang kemungkinan akan berperang, bahkan Ia tak tau apa yang tengah kedua manusia itu lakukan diruangan sang boss.
"Mampus! Kacau ini."
Putra mengikuti Daffa yang ternyata sudah berdiri didepan pintu dengan pintu yang terbuka sedikit. Terdengar isak tangis yang memilukan dari seorang gadis didalam sana. Hingga Ia pun mendengarkan kata-kata terakhir sang boss.
Terlihat tangan Daffa mengepal keras, hingga terlihat urat-uratnya dengan gertakan gigi yang menandakan Ia tengah menahan amarahnya. Putra melirik kedalam terlihat dua insan yang tengah berpelukan disana, Ia menghembuskan napasnya panjang. Lalu Ia pun menepuk pundak sahabatnya, memberi kode agar membiarkan itu. Terdengar helaan napas kasar yang keluar dari pria itu, hingga Ia pergi meninggalkan tempat itu dan kembali keruangan tadi. Disusul Putra dibelakangnya.
Sungguhpun hati Daffa terasa tercabik-cabik, jika saja pria itu bukan sahabatnya. Sudah dipastikan Ia akan habis ditangannya. Beraninya dia menyentuh gadisnya itu, dan Vani? Kenapa begitu mudahnya disentuh pria lain. Sedangkan bersamanya, ingin menggenggam tangannya saja begitu sulit. Karena sang gadis yang selalu menghindar.
Dan sekarang kenapa mereka terlihat akrab? Berbagai pertanyaan muncul dibenak Daffa dengan amarah yang meluap. Hingga Ia menonjok tembok didepannya.
"Berhenti Daf!" Putra menghentikan tangan Daffa yang hendak kembali menonjok tembok itu.
"Kenapa mereka lakuin itu padaku, Put? Kenapa?" tanya Daffa dengan sedikit teriakan.
"Sabar dulu Daf! Sepertinya ini salah paham." balas Putra.
Daffa tertawa sumbang. "Salah paham? Salah paham apanya? Telingaku belum tuli, jelas-jelas Aska," Ia sampai tak mampu meneruskan ucapannya.
Ia menyugar rambutnya kebelakang dan mengusap wajahnya kasar. Putra terus menenangkan sahabatnya, meski berulang kali ditepisnya kasar.
"Ada satu hal yang kamu gak tau tentang mereka." jelas Putra hingga Daffa menoleh dengan tautan didahinya.
"Masalalu yang belum mereka selesaikan." lanjut Putra, hingga Ia semakin tak mengerti.
"Iya, dia Vanilla. Gadis yang selalu Aska tunggu sampai sekarang."
\*\*\*\*\*\*
Hayo loh gimana ini? Siapa yang bakal Vani pilih🙈 Jangan lupakan jejaknya ya, kasih like dan komennya🤗 yuk ramaikan, biar mak othor semangat gitu😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Aqiyu
hhhhhh
2022-10-15
1
Maaaaaak"utun"..nie🍉
kya aka,,tp hutang budi sama daffa...rga di daffa hti di aka...hahahahhah
2022-07-11
1
Samitha
mending semuax jujur feh biar cepat clear😌
2022-07-10
1