Didalam lift.
Setelah Aska mengajak para karyawannya untuk masuk bersama, mereka pun berdesakan untuk dapat tempat didalam sana. Meski awalnya mereka merasa canggung untuk masuk, namun melihat keramahan sang boss membuat mereka tak sungkan lagi untuk memasuki kotak besi itu.
Vanilla yang masuk terlebih dahulu, setelah sang bos dan sekretarisnya. Terdorong karyawan lain dari depan. Hingga Vani sukses menabrak dada bidang didepannya.
Deg!
Jantungnya berdegup kencang seiring dengan denyutan ngilu dikepalanya. Ia terpaku kala tangan kekar berhasil memeluk tubuh dan kepalanya. Ia terdiam sejenak kala mendengar degup jantung seseorang didepannya yang sama kencang, hingga terdengar bersahutan dengan jantungnya.
Tinggi tubuh yang hanya sejajar dengan dada siempunya membuat Vani harus mendongak untuk melihat wajahnya.
'Tampan!'
Satu kata yang Ia sematkan dalam hatinya, untuk sosok jangkung didepannya. Hingga dalam hati Ia bertanya-tanya, 'benarkah ini aka yang dulu selalu bermain dengannya? Benarkah ini aka kesayangannya?'
Tiba-tiba saja bulir hangat dari satu ujung matanya lolos begitu saja melewati pipi mulusnya. Hingga pertanyaan sang pria membuat Ia tersadar.
"Kamu gak apa-apa? Apa ada yang sakit?" tanya Aska penuh perhatian. Melihat sang gadis yang tiba-tiba saja mengeluarkan air matanya, tentu membuat Ia shok dan khawatir.
Vani segera menundukan kepalanya, merutuki dirinya dalam hati. Kenapa Ia bisa seperti itu?
"Nggak pak, saya gak apa-apa!" sangkalnya.
Ia menarik dan menghembuskan napasnya pelan berulang kali untuk menetralkan perasaannya. Hingga sentuhan dari sesorang yang mengenai kakinya, membuat Ia menoleh.
Dilihatnya semua orang tengah memperhatikannya. Dengan cepat Ia mendorong tubuh tegap sang boss, hingga tubuh itu terbentur kedinding lift.
Dugg!
Semua orang shok melihat itu, hingga membelakakan mata merasa tak percaya. Begitupun Vani sendiri, Ia merasa bersalah. Bagaimana Ia bisa melakukan itu?
"Maafin saya pak! Saya gak sengaja." sesalnya seraya membungkukan kepalanya.
Aska meraba sedikit kepalanya, yang kemungkinan benjol. Ia mencoba tersenyum, memperlihatkan semuanya baik-baik saja. Hingga pintu lift pun terbuka.
Semua orang meninggalkan kotak besi itu setelah berpamitan dahulu pada sang boss. Begitupun Vani, setelah beberapa kali meminta maaf Ia juga keluar dari tempat itu dan menyisakan sang boss dan sekretarisnya didalam sana.
"Aawww!"
Barulah setelah semua orang keluar, Aska mengaduh seraya memegang kepala belakangnya.
"Sakit ya boss?" tanya Putra dengan nada sedikit meledek.
"Serius sakit ini. Coba kamu lihat! Benjol gak?" titahnya.
Putra melihat kepala sang boss dan benar saja, kepala belakangnya benjol.
"Widih kuat juga ya tuh cewek. Beneran benjol ini Ka!" dengan usilnya Ia menekan sedikit benjolan itu hingga Aska kembali mengaduh.
Putra tergelak melihat ekspresi sang boss. Didepan semua orang saja dia terlihat cool, giliran didepannya si boss merengek seperti anak kecil.
"Udahlah segitu doang. Namanya juga lagi memperjuangkan cinta. Belum apa-apa segitu mah." ledek sahabat lucknutnya itu.
Aska berdecak kesal, ini memang kali pertama dirinya ingin dekat dengan seorang gadis. Ia tak tau tentang perjuangan yang akan semenyakitkan ini.
kedua pria itu pun sampai ditempat tujuan. Putra ikut memasuki ruangan sang boss sebelum memasuki ruangannya.
"Thanks ya, tadi udah bantu!" ucap Aska.
"No problem. Itu bukan hal besar untukku. Aku lebih mengerti tanpa harus kau suruh." balas Putra seraya mendudukan diri diatas sofa.
"Ini tu sejarah baru yang harus dicatat. Seorang Aska ingin mendekati seorang gadis. Warbiyasa!" ucap Putra dengan dramatis disertai tepukan tangan.
Aska tersenyum menanggapi itu. Ia memang membicarakan tentang sang gadis yang membuatnya susah tidur pada sahabatnya itu.
"Jadi, menurutmu dia beneran Vanilla yang dulu atau bukan?" tanya Aska.
"Kalo menurutku ya, mau dia Vanilla yang dulu atau Vanilla yang sekarang itu gak penting. Yang lebih penting itu perasaanmu. Gimana perasaanmu saat bersama dia?" jelas Putra.
Sahabatnya yang satu ini, memang pakarnya dalam hal itu. Meski lidahnya begitu tajam, tapi Ia begitu perhatian. Seperti tadi saat kedua gadis memasuki mobil mereka. Tanpa intruksi dari sang boss, Ia berinisiatif terlebih dahulu untuk membiarkan sang boss dekat dengan gadisnya itu.
"Sepertinya aku mulai nyaman dengannya." balas Aska tersenyum.
Putra manggut-manggut mendengar jawaban itu. "Bagus! Pertahankan itu! Ikuti kata hatimu bagaimanapun itu." titahnya dan diangguki Aska.
"Dan aku punya rencana briliant." ucap Putra dengan seringai dibibirnya, hingga Aska menaikan satu alisnya dengan berbagai pertanyaan didalamnya.
**
Sementara itu sang gadis mendudukan diri dikursinya, tangannya menumpu diatas meja seraya memijit pelipisnya pelan. Sofi yang ikut mendudukan diri disampingnya merasa iba pada sahabat rasa saudaranya itu. Pastilah sang sahabat tengah malu dan merasa bersalah pada sang boss.
"La, kamu gak apa-apa kan?" tanya Sofi terlihat khawatir.
Vani mendongak dan tersenyum seperti biasa. "Nggak! Aku gak apa-apa." balasnya.
Sofi memghembuskan napasnya kasar. Sungguh sahabatnya itu, pintar sekali menyembunyikan sesuatu. Ia hendak memprotes sikap sang sahabat, namun suara seseorang menyelaknya terlebih dahulu.
"La! Kamu dipanggil pak boss tuh!" titah seorang karyawati menghampiri kedua gadis itu.
"Ngapain mbak?" Bukan Vani tapi Sofi yang bertanya.
"Entah! Sepertinya karena kejadian tadi." balasnya.
Vani hanya menghembuskan napasnya panjang, tanpa berniat membalas ucapan sang wanita. Ia hanya mengiyakan dengan senyumnya.
"Eh kamu juga! Kamu kan disuruh mengantarkan berkas-berkas ke ruangan pak Putra." ucapnya lagi pada Sofi.
Sofi yang hampir lupa, akhirnya pasrah untuk mengantarkan tumpukan berkas dimejanya keruangan yang mereka sebut kandang macan itu. Hal yang harusnya menjadi tugas pak Udin, kini menjadi tugas bergilir karayawan magang. Mengingat pak Udin sang cleaning service tak masuk kantor karena sakit, membuat mereka tak ada yang berani memasuki ruangan itu.
"Baik mbak!" balas Sofi.
Akhirnya kedua gadis itu kembali memasuki kotak besi menuju lantai sang atasan. Keduanya saling menyemangati untuk tak melakuakan kesalahan didepan atasannnya. Hingga tak terasa merekapun sampai.
"Oke! Semangat!" ucap Sofi didepan pintu bertuliskan 'Ruang Sekretaris' disamping ruang sang Direktur.
Vani tersenyum menanggapi itu. Ia pun menatap pintu didepannya dan mengetuk pintu putih tersebut. Hingga tak lama terdengar izin dari dalam sana. Ia pun memasuki ruangan itu dan menutup pintunya. Ia melihat sang boss yang sibuk didepan layar laptopnya.
"Maaf! Bapak panggil saya?" tanya Vani setelah mendekat didepan meja sang boss.
Aska mendongak dan tersenyum. "Iya. Boleh saya meminta bantuanmu?" tanyanya.
"Tentu Pak. Apa yang bisa saya bantu?" tanya balik Vani.
"Maafin saya sebelumnya, harusnya saya meminta bantuan ini pada cleaning service. Tapi karena aturan dari bu Neti, yang membiarkan pekerjaan mereka diambil oleh karyawan magang. Jadi saya memanggil kamu kemari karena cuma nama kamu yang saya tau." tutur Aska panjang kali lebar.
Vani tersenyum seraya menganggukan kepalanya. "Tidak apa Pak! Itu sudah menjadi tugas saya." balasnya.
"Bisakah kamu ambilin saya kompresan?" tanya Aska, hal itu tentu membuat Vani khawatir.
"Ya ampun! Pasti karena tadi ya Pak." sesalnya.
Ia mendekat kearah sang boss dan mencoba melihat kepala sang boss. "Coba saya lihat!" ucapnya.
Karena panik Ia raba-raba kepala sang boss tanpa izin. Aska tersenyum lebar mendapati hal itu. Rencana sang sahabat benar-benar sukses membuat Ia dekat dengan sang gadis.
'Jika seperti ini bisa membuatku dekat denganmu, aku rela kepentok ribuan kali asal bisa bersamamu.' batinnya.
\*\*\*\*\*\*
Jejaknya jangan lupa yaa! Hari ini beneran crazy up loh, yuk dong kasih kembanga atau kopi kek, biar lebih semangat lagi gitu🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Rossa Simangusong
astaga rela kepentok ribuan kali? wkwk geger otak dong 🤣
2024-07-13
0
Naura Rahmania
sering2 kejedot ja pak bosss
2022-11-18
1
Zain All Insany
biasanya kan lift si bos sama karyawan kan beda z...ini ock sama...🤔🤔
2022-11-06
1