Flashback On~
"Jadi seperti itu kejadiannya Ka!" ucap Mama Lia setelah selesai menjelaskan apa yang terjadi pada suaminya pada Aska.
Terdengar helaan nafas panjang dari pria yang kini tengah duduk dikursi tunggu bersama wanita paruh baya yang selalu mengklam dirinya calon mantu itu.
"Kenapa Onty gak pernah hubungi aku, timom atau papih?" tanya Aska yang sungguh menyesali apa yang terjadi dengan pria yang masih terbujur lemah didalam ruangan itu.
"Maafin Onty Ka, Onty pengen banget hubungin kalian. Tapi setelah kami pindah dari kota itu, keadaan membuat kami kehilangan kontak kalian." sesal mama Lia.
"Tapi kami bersyukur, anak dari teman om Ivan mau menanggung semua biaya hidup kami. Dia meneruskan perusahaan yang dibangun ayahnya yang om Ivan bantu itu. Hingga sekarang perusahaannya semakin berkembang pesat." lanjut Mama Lia dan diangguki oleh Aska.
"Syukurlah!" ucap Aska, merasa lega dan merasa berhutang pada srseorang yang dimaksud mama Lia. Karena sudah membantu keluarga gadis kecil yang selalu Ia tunggu kehadirannya itu.
"Onty tau, kami selalu menunggu kepulangan kalian. Bahkan timom sering nangis menunggu kabar dari onty." Penuturan Aska sukses membuat air mata mama Lia luruh. Sungguh Ia pun merasakan hal yang sama, Ia begitu merindukan sahabat yang sudah seperti saudaranya itu.
"Sekarang kalian sudah disini, terus kenapa onty gak nemuin timom?" tanya Aska lagi.
"Kemarin, om sadar. Onty sudah seneng banget. Tapi tiba-tiba om kembali kritis." kembali mama Lia terisak.
Aska menggenggam tangan wanita disampingnya, mencoba memberikan kekuatan untuknya dan membiarkannya terisak dipundak miliknya. Sekarang Ia tau kenapa semalam sang gadis terlihat begitu rapuh. Ternyata gadisnya itu menyimpan banyak luka dibalik senyumnya. Sungguh Ia begitu menyesali, karena tak langsung dapat mengenalinya.
Dirasa sang onty sudah sedikit tenang dan sudah kembali menegakan dirinya, Aska pun kembali bertanya.
"Oh iya ty. Kenapa Vani gak menyapaku? Seolah-olah dia tak mengenalku? Apa dia melupakanku?" tanya Aska yang merasa aneh karena sang gadis tak menyapanya.
Jika ditanya lupa, rasanya mustahil. Vani kecil sudah cukup usia untuk bisa mengingat nama dan wajah seseorang. Meski banyak perubahan pada diri mereka, yang kemungkinan membuat Ia lupa. Namun untuk nama bukankah Ia akan mengingatnya?
"Oh ya? Dia kenal kamu kok. Malah Onty tanya sudah nyapa kamu atau belum. Dia bilang belum, karena kamunya sibuk dan gak sempet bertemu secara pribadi." balas mama Lia sedikit keheranan.
Aska tersenyum menanggapi itu. "Iya. Kami belum bertemu secara pribadi." ucap Aska dan diangguki mengerti oleh sang mama.
'Belum bertemu secara pribadi ya? Oke, kita akan betemu secara pribadi.' batin Aska menyeringai.
Keduanya terus mengobrol, menceritakan bagaimana tumbuh kembang Vani dulu. Bahkan mama Lia terlihat kembali ceria bercerita tentang putrinya pada Aska.
Flashback Off~
**
Tring!
Pintu lift terbuka, ketiga orang itu berjalan memasuki ruangan sang direktur. Aska mendudukan diri dikursinya, dengan Vani dan Putra yang berdiri disamping mejanya.
"Apa jadwal hari ini?" tanyanya masih dengan wajah yang sama.
"Siang ini ada meeting dengan pak Daffa dari perusahaan Blue art." balas Putra.
'Kak Daffa?' batin Vani bertanya-tanya.
"Baiklah. Kau boleh pergi!" titah Aska dan diangguki Putra. Ia berlalu keluar seraya menatap sebentar ke arah sang gadis dengan senyum misterius.
Vani melirik sekilas kearah sang sekretaris yang aneh menurutnya. Hingga pria itu berlenggang meninggalkan ruangan itu.
Aska mulai membuka laptopnya dan mulai menggerkan jari-jari diatas papan keyboardnya. Ia membiarkan Vani berdiri tanpa mengatakan apapun pada gadis yang sayangnya begitu cantik hari ini.
Vani hanya diam memperhatikan pria yang terlihat sibuk dengan benda persegi dimejanya. Sudah lima belas menit Ia dibiarkan berdiri tanpa diperintahkan untuk duduk. Meski tumitnya sudah mulai ngilu tergesek dengan heels yang Ia pakai, namun Ia mencoba untuk baik-baik saja.
"Buatin saya kopi!" titah Aska dengan mata yang terus fokus pada benda itu.
"Baik Pak!" balas Vani. Lalu Ia pun bergegas keluar ruangan menuju pantry.
Aska menatap kepergian gadis itu. Lalu menghembuskan napasnya panjang. Mengingat sang gadis yang tak mau jujur padanya, membuat Ia jadi kesal sendiri. Bagaimana bisa gadis itu melupakan dirinya yang justru selalu menunggunya kembali? Apa alasan sang gadis menyembunyikan itu semua?
Ditengah pemikirannya, Vani kembali membawa cangkir diatas nampan. Buru-buru Aska memfokuskan diri pada layar didepannya.
"Silahkan Pak!" ucap Vani menyimpan cangkir dengan tatakannya diatas meja.
Aska menatap cangkir berisi air kopi itu tanpa menatap si pembuat. Kemudian tanpa berkata Ia raih gagang cangkir itu dan mencoba mencicipinya sedikit. Vani terlihat tegang, kala atensinya tertuju pada dahi pria didepannya yang sudah berlipat.
"Kurang manis, ganti!" titahnya seraya mengembalikan cangkir pada tatakannya tanpa mendongak pada sang gadis.
"Baik Pak!" balas Vani. Dengan cepat, Ia kembali menuju pantry.
Tak lama kemudian Ia kembali membawa cangkir yang sudah Ia ganti, dan kembali dicicipi sang boss. Namun sepertinya rasa itu belum pas juga dilidah pria yang mulai mengesalkan bagi sang gadis itu. Hingga Ia mengulang hal yang sama untuk ketiga kalinya.
"Ulang!"
Lagi-lagi Vani melakukan hal yang sama. Dengan perasaan mulai dongkol Ia mengulangnya kembali dengan mencoba terus bersabar.
"Ulang!"
Sungguh kata itu membuat Vani ingin menyemburkan air hitam pekat itu kehadapan sang boss, namun Ia tak ingin melewati batas. Ia pun kembali mengulang hal yang sama dengan berulang kali menarik dan menghembuskan napasanya kasar.
Ia tau pastilah sang boss tengah mempermainkan dirinya. Meski Ia tak tau apa alasan sang boss melakukan itu, namun Ia mencoba mengikuti permainan sang boss. Sesabar apapun dirinya, tetaplah Ia seorang manusia yang memiliki batas kesabaran.
Byurrr!!
Air hitam pekat itu menyembur dari mulut sang boss. Hingga Vani menarik sedikit satu sudut bibirnya. Dia bukan gadis bodoh yang mau terus ditindas atasannya. Jika sang boss bisa mempermainkannya, dirinya pun bisa membalas hal yang sama.
Akhirnya wajah tampan itu mendongak, hingga mata keduanya bertemu. Aska menatap kesal kearah sang gadis, berbeda dengan Vani yang menatap santai kearah sang boss.
"Kamu mau mengerjai saya, ya?" tanya Aska dengan nada dingin.
"Maaf! Apa Bapak merasa begitu?" tanya balik Vani.
Aska berdiri menatap sang gadis dengan tatapan mengintimidasi. Vani sendiri masih santai menatap balik sang boss. Hingga Ia berjalan mundur kala Aska berjalan mendekat kerarahnya. Ia mulai waswas melihat tatapan tak biasa dari sang boss.
Mendadak hawa begitu dingin diruangan itu, tak ada senyum yang biasa kedua manusia itu tunjukan. Hingga pergerakan kaki Vani mentok ditembok dan satu tangan Aska berhasil mengkungnya pada tembok itu.
"Kamu sengaja tak memberi gula pada kopi itu, hem? Kenapa?" tanya Aska lembut namun penuh penekanan.
"Apa Bapak perlu jawaban? Bukannya Bapak sendiri yang tidak menginginkan gula?" Dengan berani Vani balik bertanya.
"Iya, saya tidak menginginkan gula. Mungkin ini bisa menggantikan itu."
Tanpa diduga, Aska meraih bibir sang gadis. Menempelkan kedua benda kenyal mereka, hingga mata Vani membola sempurna dengan debaran hati yang membuat seluruh organ syarafnya membeku. Lu ma tan lembut dari bibir Aska sukses membuat mata keduanya terpejam seraya menikmati debaran dari hati keduanya yang kian memburu.
\*\*\*\*\*\*
Yuk jejaknya jangan lupa yaa🤗 tinggaljan like dan komennya gaiss..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Elisabeth Heppy S
langsung nyosor aja si bos🤣🤣takut keduluan daffa
2022-11-12
1
Aqiyu
ishhh..... sosor bebek angsa😙
2022-10-15
1
Siti Afifah
wah...lngsung nyosor....
2022-07-27
1