Setelah cukup lama keduanya saling meluapkan rasa rindu, Aska melerai pelukannya. Ia rapihkan anak rambut sang gadis yang berantakan. Menghapus jejak kebasahan dipipi yang memerah yang masih terdengar sedikit isakan kecil dari bibir ranum itu.
"Udah jangan nangis lagi!" titahnya. "Maafin aka ya, aka gak maksud buat bentak kamu. Aka cuma pengen kamu jujur." ucapnya, Vani masih terdiam dengan mata tertunduk.
"Jangan bohong lagi ya! Aka sayang sama kamu." ucapnya seraya menangkup kedua pipi cantik sang gadis. Penuturan itu sukses membuat mata Vani menatap pria tampan didepannya.
Vani mencoba tersenyum meski berat, kalimat terakhir yang diucapkan Aska membuat hatinya menghangat. Namun Ia disadarkan kembali akan posisinya.
"Aku tau. Tapi cukup sayangi aku sebagai adiknya aka!" balas Vani. "Jangan lebih!" lanjutnya seraya menggelengkan kepala.
Aska mengerutkan dahinya tak mengerti, hingga Ia pun melepaskan tangannya dari pipi cantik itu. Hatinya tiba-tiba berdebar ketika ingin memastika hal yang ada dalam benaknya. Ia yang terlalu pintar tentu mengerti apa maksud dari sang gadis.
"Maksudmu?" tany Aska mencoba memastikan.
"Iya! Aku sudah memiliki hati yang harus aku jaga." balas Vani mencoba tersenyum, meski hatinya sakit mengungkapkan hal itu.
Jleb!
Serasa ditusuk sembilah pisau, itu yang dirasa Aska saat ini. Penantiannya selama ini harus berakhir sia-sia. Saat melihat sang gadis untuk pertama kalinya, Ia harus mengakui jika Ia sudah jatuh dalam pesonanya. Dan sekarang apakah itu harus berakhir begitu saja? Apakah tak ada kesempatan untuknya memperjuangkan rasa yang kini tengah tumbuh dihatinya?
Aska mengadahkan kepala seraya memejamkan matanya. Menahan sesak yang menghimpit dadanya dengan tangan berkacak pinggang.
"Maaafin aku kak! Maaf!" Tak ingin lama-lama disituasi itu Vani memutuskan untuk berpamitan dan segera keluar tanpa izin dari Aska.
Aska tak menahan lagi sang gadis, Ia membiarkannya keluar dengan perasaan tak menentu.
Bughh!!
Kepalan tangan sukses mendarat pada tembok dihadapannya. Dengan napas terengah-engah Ia mencoba meluapkan rasa sakit dihatinya. Hantaman keras mampu mengeluarkan darah segar dari salah satu buku jarinya.
"Apa harus seperti ini? Sesakit ini?" cicitnya seraya menarik baju depan dadanya. Bahkan rasa ini lebih sakit dari saat mendapati pengakuan kedua sepupunya waktu itu.
Ia mengusap wajahnya kasar, bingung apa yang harus Ia lakukan. Rasa yang sudah terlanjur, tak membuat Ia merelakan sang gadis begitu saja. Haruskah Ia membawa lari gadis yang selalu Ia tunggu kehadirannya? Gadis yang membuat Ia tak bisa membuka hati untuk gadis lain? Haruskah Ia menikung kekasih orang?
"Jika itu diperlukan. Akan aku lakukan. Hanya sekedar kekasih, kan?"
**
Sementara itu Vani memasuki toilet dilantainya. Ia memasuki salah satu bilik dan terduduk diatas kloset. Ia menutup mulutnya untuk menahan isak tangis yang keluar dari bibirnya dengan air mata yang luruh dengan derasnya.
Bukan hal mudah untuknya mengungkapkan itu pada pria yang sudah menguasai hatinya. Jujur Ia begitu bahagia mendengar Aska mengungkapkan rasa sayangnya. Namun Ia harus mengubur rasa sama yang Ia rasa. Mencoba menerima keadaan bahwa ada pria lain yang kini berada disampingnya.
Ia mencoba menetralkan dirinya, lalu keluar menuju washtaple dan membasuh wajahnya yang berantakan juga memerah. Hari ini adalah hari penuh air mata, hingga matanya pun ikut sembab karena itu.
"Ini mungkin lebih baik! Tapi kenapa harus sesakit ini?" lirihnya seraya memegang dadanya dan melihat dirinya didepan cermin.
Ia menarik dan membuang napasnya berulang kali. Mencoba memperlihatkan dirinya yang tangguh dan baik-baik saja. Ia mencoba tersenyum dengan mengembalikan pikiran positif dikepalanya.
"Jika memang kita berjodoh, Tuhan pasti akan menunjukan jalan-Nya!"
**
"Hai! Maaf nunggu lama." ucap Aska menghampiri ketiga pria yang kini tengah duduk dimeja kantin.
Putra sengaja mengajak Daffa dan sekretarisnya untuk makan siang dikantin, sebelum mereka membahas pekerjaan. Kemudian memberitahu sang boss untuk menyusulnya.
Daffa menarik satu sudut bibirnya. Meski tak dipungkiri Ia masih kesal, ingin sekali Ia mengahajarnya dan mencecar sahabatnya itu dengan berbagai pertanyaan, namun Ia urungkan sejenak untuk menghormatinya.
Setelah Putra memberi penjelasan panjang mengenai boss dan sang gadis, akhirnya Daffa pun mengerti. Ia mencoba bersikap tenang dihadapan kedua sahabatnya, meski tak dipungkiri hatinya begitu sakit mengetahui itu semua. Itukah alasan sang gadis tak dapat membuka hati untuknya? Dan benarkah Ia sekarang berada ditengah orang yang saling mencintai?
"Gak apa-apa!" balasnya.
Setelah bersalaman ala pria, mereka pun duduk tanpa ada percakapan dimeja itu. Hingga Daffa memulai obrolan ketika melihat bekas darah dibuku jari tangan sahabatnya.
"Tanganmu kenapa Ka?" tanya Daffa yang pertama menyadarinya, seraya meraih tangan yang membiru dan luka itu.
Aska tersenyum, "buka apa-apa, hanya luka kecil." balasnya.
Daffa dan Putra saling lirik satu sama lain menanggapi itu. Ada apa? Itu pertanyaan yang bersarang di otak keduanya. Melihat itu, dapat dipastikan itu adalah luka hantaman seperti yang Daffa lakukan tadi. Apa terjadi sesuatu pada kedua sejoli itu? Bahkan tangan Daffa tak sampai terluka seperti itu.
"Kau yakin?" tanya Putra khawatir. Aska hanya mengangguk dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Tak ingin memperpanjang itu keempatnya mulai memesan makanan dan mulai berbincang. Dari keempatnya hanya Putra yang lebih mendominasi obrolan mereka. Aska masih bergulat dengan pemikirannya yang akan memperjuangkan cintanya dengan menikung kekasih orang, begitupun Daffa yang masih bertanya-tanya tentang sahabat dan cintanya itu. Dan sekertaris Daffa yang hanya diam menanggapi.
Hingga atensi mereka teralihkan kala seorang gadis yang membuat keributan. Mata ketiga sahabat itu tertuju pada gadis cerewet yang tengah mencak-mencak dimeja pojok.
"Gak sopan banget sih! Dasar cowok buaya, gak ada akhlak. Beraninya ambil kesempatan dalam kesempitan. Disini banyak cctv, saya bisa laporin kamu pada pihak berwajib." cerocosnya menggema dikantin yang masih belum terlalu ramai dengan berkacak pinggang.
"Apaan sih? Aku gak ngapa-ngapain kok?" elak sang pria didepannya.
"Gak ngapa-ngapain kamu bilang? Terus ngapain tuh Hp pake diarahin kebawah, hah?! Pasti kamu mau mesum, kan? Ngaku aja deh!" cecarnya lagi.
"Udah Fi, udah!" lerai teman disampingnya, kala melihat sahabatnya itu tak berhenti mengoceh.
"Ehemm!!" deheman seseorang berhasil mengalihkan atensi ketiganya.
Ketiganya menunduk hormat pada sang boss yang mengahampirinya.
"Ada apa ini?" tanya sang boss.
"Ini Pak, pria ini udah berbuat gak sopan sama kita." cerocos Sofi dengan menggebu.
"Nggak Pak!" elaknya. "Eh kamu jangan nuduh sembarangan ya, saya gak lakuin apa-apa." ucapnya sengit pada sang gadis.
"Alah! Kamu pikir kita bodoh apa. Dari kemarin kamu coba deketin kita, dengan mata jelalatan. Apa coba hah?!" sungut Sofi tak kalah sengit.
"Jaga ya mulut kamu!" balas sang pria.
"Apa?" tantang Sofi.
"Ehemm!!" Deheman seseorang mampu meredam kedua orang yang tengah beradu mulut itu.
"Ini tuh waktunya makan siang. Ocehan kalian itu sungguh mengganggu selera makan orang. Simpan ocehan kalian atau keluar dari sini!" ucap Putra dengan nada pedasnya.
Si pria keluar dengan kesal, setelah memberi hormat pada sang boss. Sedangkan Sofi mencebikan bibir dan menatap kesal kala pria yang berlenggang pergi itu.
"Kamu gak apa-apa?" tanya seseorang menghampiri, dan sukses mengalihkan atensi mereka.
\*\*\*\*\*\*
Maaf ya baru up.. mak othor sibuk dunia nyata dulu🙏
Jangan lupa jejaknya yaa, tinggalin like dan komennya🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Aqiyu
jvmvmb
2022-10-15
1
Yanti puspita sari🌹🥀
sibuk kondangan ya thor😁😁😁
2022-07-13
1