"Iya, aku sangat menyukainya." balas Vani dengan mata berbinar. Namun didetik berikutnya, Ia tampak sedikit gelagapan.
"Emm ... Maksudnya, iya saya suka." lanjutnya dengan nada ragu.
Aska tersenyum menanggapi itu seraya meraih eskrim dalam cup kecil yang hanya tersisa satu itu. Vani menatap sendu eskrim yang bossnya ambil. Sungguh ingin sekali Ia merebut eskrim itu dari tangan sang boss. Disaat perasaannya tengah kacau seperti itu, hanya eskrim itulah yang akan mengembalikan moodnya.
"Nih! Buat kamu." Aska menyodorkan eskrim itu pada sang gadis. Vani mendongak menatap tak percaya pada sang boss.
"Buat saya Pak? Terus,"
"Iya, buat kamu. Saya lagi baik-baik aja, jadi gak butuh eskrim ini." kekeh Aska hingga Vani tersenyum.
"Ambilah! Atau mau saya suapin?" Goda Aska. Vani tertawa kecil mendengar godaan sang boss.
"Sepertinya Bapak gak rela?" Goda balik Vani seraya mengambil eskrim itu dari tangan sang boss.
"Nggak! Itu eskrim favorit saya." balas Aska dramatis, lalu Ia pun tertawa.
"Ya udah, buat Bapak aja! Saya gak mau tanggung jawab kalo bapak nangis." balas Vani dengan nada ledekan. Hingga keduanya tertawa bersama.
"Bisa gak sih, kita makannya berdua." saran Aska disela tawanya.
"Emm ..." Vani seperti tengah berpikir sebentar, "boleh!" lanjutnya dengan kembali tertawa.
'Ya Tuhan! Sungguh sempurna ciptaan-Mu.' batin Aska mengagumi wajah cantik dengan senyuman indah itu.
Ia tersenyum, melihat sang gadis yang sepertinya sudah bisa melupakan kesedihannya sejenak. Meski Ia tak tau apa yang menyebabkan sang gadis bersedih, namun hatinya berkata untuk bisa membuat gadis itu kembali tersenyum.
Setelah mendapatkan yang diinginkan kini kedua manusia itu tengah duduk disebuah bangku panjang ditaman kota, menikmati eskrim yang tadi dibelinya. Keadaan masih cukup ramai, banyak juga pedagang kaki lima yang masih nangkring berjejer disana.
"Apa kamu mau sesuatu?" tanya Aska.
"Emm ... Gak usah Pak, eskrim ini aja sudah cukup." balas Vani tersenyum. Memanglah dikeadaannya itu, hanya eskrim berwarna kuning itulah yang Ia inginkan.
Aska tersenyum menanggapi itu. "Biasanya kalo adik saya lagi sedih, dia akan kalap makan. Dia akan beli apapun jajanan yang Ia inginkan." kekehnya.
Vani terdiam, hatinya mencelos. Sungguhpun Ia juga merindukan sahabat kecilnya itu. Namun seperti biasa, Ia akan kembali tersenyum dan terlihat baik-baik saja.
"Oh ya? Pasti Bapak dekat ya, sama adiknya?" tanya Vani mencoba mengorek kehidupan pria pujaannya itu.
"Emm .. Gak juga sih. Dia tuh lebih dekat sama om, yang ternyata sekarang jadi suaminya." balas Aska terkekeh.
"Iya kah? Jadi adik Bapak sudah nikah sekarang?" tanya Vani dengan antusias dan diangguki Aska.
"He'em. Sudah dua tahun mereka nikah." balas Aska. "Saya dilangkahi." kekehnya lagi disertai tawa kecil.
Vani mengangguk dengan beroh ria, ternyata benar artikel yang menyebutkan sang boss yang masih single. Ia juga ikut bahagia akhirnya sahabatnya itu sudah terlebih dahulu menikah.
"Terus, kenapa Bapak belum nikah?" tanya Vani yang semakin penasaran dengan pria disampingnya.
"Emm ... Mungkin belum ada yang cocok." balasnya terkekeh.
"Oh ya? Bukannya Bapak," Vani tampak ragu untuk bertanya lagi. Takut sang boss mengira dirinya terlalu ikut campur, Ia pun langsung bungkam.
"Punya pacar?" tanya Aska dan hanya dijawab senyuman oleh Vani.
"Entah, gak ada yang mau mungkin sama saya." lanjutnya disertai kekehan hingga Vani tertawa kecil.
"Kenapa? Kamu gak percaya?" tanya Aska dan dijawab gelengan oleh Vani.
"Nggak!" jawabnya disela tawanya.
"Iya sih itu mustahil." ucap Aska yang ikut tertawa.
"Tapi, kamu harus percaya hati saya tuh sulit sekali terbuka. Bahkan saya baru kali ini berinteraksi dengan seorang gadis." penuturan Aska sukses menghentikan tawa Vani.
Ia menoleh kearah sang boss yang tengah menatap dalam dirinya dengan senyuman yang mampu memporak porandakan hatinya. 'Ya Tuhan! Apa salah jika aku menginginkan dia?' batinnya.
Mata keduanya kembali bersitubruk. Menyelami perasaan masing-masing yang begitu sulit untuk diungkapkan.
"Bolehkah aku mengenalmu? Vani!" tanya Aska membuat Vani mematung.
Panggilan itu? Tak banyak yang menyematkan panggilan itu? Apakah benar sang pria mengenalinya? Berbagai pertanyaan berkecamuk dikepalanya.
"Emm ... Maaf Pak! Saya harus kembali." ucapnya dengan sedikit gelagapan. Ia segera berdiri dan membungkukan sedikit tubuhnya memberi hormat.
"Saya pamit duluan Pak!" pamitnya dan hendak pergi, namun tangan Aska berhasil menghentikan langkahnya.
"Tunggu!" titahnya.
Deg!
Jantung Vani berdegup kencang, apakah ini saatnya sang boss tau siapa dirinya? Apakah Ia siap untuk itu semua? Pikirnya.
"Biar saya antar pulang!" tawar Aska seraya berdiri dari duduknya.
Vani berbalik dan mencoba tersenyum. "Gak usah Pak! Gak apa-apa, saya pulang sendiri aja." tolaknya dengan halus.
"Kamu pikir saya tega apa, membiarkan perempuan malam-malam pulang sendiri." selak Aska.
"Gak apa-apa Pak, beneran! Saya bisa pulang sendiri kok. Lagian ini belum terlalu larut." tolaknya lagi.
"Jangan menolak! Saya berniat baik kok. Saya antar kamu pulang." tegasnya tak mau dibantah
"Maaf Pak, bukan itu maksud saya," balas Vani merasa tak enak hati. "sebenarnya saya gak pulang kerumah." lanjutnya.
Akhirnya Ia tak bisa mengelak dan harus jujur pada atasannya.
"Terus kemana?" tanya Aska heran.
"Saya pulang kerumah sakit itu." tunjuk Vani dengan dagunya menunjuk gedung tinggi yang terlihat dari tempat itu.
"Rumah sakit? Siapa yang sakit?" tanya Aska dengan nada begitu khawatir.
"Papa saya." balas Vani tersenyum.
Aska beroh ria seraya mengangguk. Akhirnya Ia tau alasan sang gadis bersedih, pastilah itu karena orangtuanya yang dirawat disana.
"Kamu yang sabar ya! Saya doakan, smoga papa kamu segera diberi kesembuhan." tutur Aska mendoakan dengan tulus dan diangguki sang gadis.
"Makasih Pak!" balas Vani tersenyum dan diangguki Aska dengan senyum menyemangati pada sang gadis.
"Baiklah! Kita pulang bersama. Tempat tinggal saya bersebrangan dengan rumah sakit itu." ajak Aska dan diangguki Vani.
Tak ada salahnya, menerima tawaran sang boss pikirnya. Lagian ini terlalu malam untuknya berjalan sendiri ditempat asing seperti itu.
Keduanya pun berjalan beriringan sepanjang jalan. Aska lebih banyak bicara, membahas tentang dirinya dan keluarganya sepanjang perjalanan. Sungguh hal itu membuat hati Vani menghangat. Rindunya pada orang-orang yang tengah jadi bahan pembicaraan, terobati. Meski itu hanya dari cerita sang pria yang tak sungkan bicara disampingnya, namun itu sudah membuat Ia bahagia.
"Sepertinya saya sudah banyak bicara ya?" kekeh Aska hingga Vani tertawa kecil.
"Iya Pak! Tapi saya suka cerita Bapak." kekeh Vani hingga Aska ikut tertawa.
"Baiklah! Lain kali, saya yang akan mendengarkan cerita kamu." balas Aska seraya menghentikan langkahnya, diikuti Vani pula.
Kini keduanya sudah berhenti didepan rumah sakit. Vani hanya tersenyum menanggapi itu. Bisakah Ia juga menceritakan dirinya? Pikirnya.
"Masuklah! Ini sudah larut!" titah Aska.
"Iya Pak! Makasih untuk traktiran eskrimnya. Saya masuk dulu." ucap Vani berpamitan dan diangguki Aska dengan senyumnya.
"Vani?!"
Deg
Lagi-lagi panggilan itu membuat jantung Vani berdegup kencang. Ia yang sudah berjalan, repflek menghentikan langkahnya dan kembali menoleh.
"Gak apa-apa kan, saya memanggilmu Vani?" tanya Aska dan dibalas senyum Vani disertai anggukan.
Aska pun kembali tersenyum. "Selamat malam!" ucapanya.
"Iya, Pak! Selamat malam." balas Vani. Tak ingin lama-lama terbuai dengan senyuman manis itu, Ia segera melajukan langkahnya dengan cepat.
Tentu hal itu membuat Aska tersenyum, melihat sang gadis yang terlihat menggemaskan menurutnya.
"Entah siapa dirimu? Yang jelas bagiku kau adalah Vani."
\*\*\*\*\*\*
Jangan lupa jejaknya yaa gaiss🤗 tinggalkan jempol disetiap bab nya😘 komentarnya juga boleh, biar mak othornya semangat yaa..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Aqiyu
iya lah Vani
kalau bukan kamu ga akan banyak bicara sama dia...... bahkan alam bawah sadar aja secara ga langsung sudah mengetahuinya😁
2022-10-15
1
Yanti puspita sari🌹🥀
ayo aka selidikin dong
2022-07-08
2